Kenapa Bank Indonesia Tetap Pertahankan Bunga Acuan 3,50%?

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 Juni 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility  sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility  sebesar 4,25%.



Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar, serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi, di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara.

Ke depan, ketidakpastian ekonomi global diprakirakan masih akan tinggi seiring dengan makin mengemukanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi global, termasuk sebagai akibat dari makin meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan, yang ditempuh oleh berbagai negara.

Untuk itu, Bank Indonesia terus menempuh berbagai langkah penguatan bauran kebijakan sebagai berikut:

1.     - Memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pengendalian inflasi dengan tetap memperhatikan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya;

2.     - Mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan meningkatkan efektivitas pelaksanaan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) dan Operasi Moneter Rupiah;

3.      - Melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada komponen Overhead SBDK (Lampiran);

4.      - Melanjutkan masa berlaku kebijakan tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah, dari semula berakhir 30 Juni 2022 menjadi sampai dengan 31 Desember 2022 guna meningkatkan efisiensi biaya dan aktivitas ekonomi masyarakat serta memudahkan transaksi keuangan dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi;

5.      - Memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama cross border payment connectivity, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.

Bank Indonesia terus mencermati risiko tekanan inflasi ke depan, termasuk ekspektasi inflasi dan dampaknya terhadap inflasi inti, dan akan menempuh langkah-langkah normalisasi kebijakan moneter lanjutan sesuai dengan data dan kondisi yang berkembang.

Kutipan dari siaran pers Bank Indonesia itu seperti rilis-rilis bulan sebelumnya. Formatnya serupa. Kaku dan konservatif. Maklum gaya bahasa bank sentral memang harus demikian agar tak ambigu dan yang terpenting tidak salah dibaca oleh pelaku pasar.

Di Juni 2022 ini, BI lagi-lagi menahan tingkat bunga acuannya, BI7DRR di level 3,50%. Ini merupakan level yang sama selama 17 bulan sejak pengumuman hasil RDG 18 Februari 2021.

Pertanyaan besarnya adalah, kenapa BI masih tetap pertahankan level bunga acuan di 3,50%?

Negara lain seperti Amerika Serikat saja sudah menaikkan suku bunga.

The Fed bahkan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi di kisaran 1,5 persen sampai dengan 1,75 persen pada hari Rabu (15/6/2022) waktu setempat. Kenaikan suku bunga ini merupakan kenaikan paling tinggi sejak tahun 1994, sebagai upaya untuk menekan inflasi AS yang cukup tinggi.

Inflasi di Amerika Serikat memang terus menanjak. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) bulan Mei melesat 8,6% year-on-year (yoy), tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

“Suku bunga Fed Fund Rate (FFR) yang kami perkirakan pada akhir tahun ini akan naik ke 3,25 persen, dengan perkembangan terbaru perkiraan kami FFR akan naik jadi 3,5 persen,” kata Perry.

Bank Sentral Swiss (SNB), Kamis (16/6/2022) juga menaikkan suku bunga acuannya untuk kali pertama sejak 2015. Dalam pengumuman yang mengejutkan pasar, SNB menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,5 persen atau 50 basis poin (bps), meski besaran suku bunga acuan tetap berada di wilayah negatif, yaitu minus 0,25 persen.

BI gak takut gap interest differential rate yang kian lebar dengan AS akan membuat investor asing kabur dari Indonesia?

Sebagai informasi, sesaat setelah keputusan RDG BI dibacakan, IHSG naik ke zona hijau setelah mengalami depresiasi sejak pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (23/6/2022). IHSG ditutup di level 6.998 atau meningkat 0,20 persen hari ini.

Tercatat, 185 saham menguat, 332 saham melemah dan 166saham bergerak ditempat. Investor asing tercatat membukukan aksi net foreign sell (all market) sebesar Rp1,70 triliun.

Tapi kenapa investor asing justru tercatat menjual saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp164,1 miliar, atau yang terbanyak hari ini?

Di sisi nilai tukar pun, pergerakan rupiah relatif mixed.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,15 persen atau 22 poin sehingga parkir di posisi Rp14.840 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS pada pukul 15.00 WIB Kamis (23/6/2022) terpantau tetap melanjutkan penguatan 0,419 poin atau 0,40 persen ke level 104,400.

Kalau dari penjelasan BI, Nilai tukar pada 22 Juni 2022 terdepresiasi 1,93% (ptp) dibandingkan dengan akhir Mei 2022.

Depresiasi tersebut sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

Sementara itu, pasokan valas domestik tetap terjaga dan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia tetap positif.

Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah sampai dengan 22 Juni 2022 terdepresiasi sekitar 4,14% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 5,17%, Malaysia 5,44%, dan Thailand 5,84%.

Lalu apa untungnya bunga acuan tetap 3,50%?

Rezim bunga rendah ini satu sisi akan sangat menyenangkan bagi nasabah debitur. Pembayaran utang kredit dengan fasilitas bunga murah akan meringankan masyarakat yang belum pulih dari demam pandemi Covid-19.

Bagi bank, bunga rendah belumlah menguntungkan sepanjang margin bunga bersih tipis-tipis. Namun, sejauh ini bunga kredit memang belumlah serendah yang diharapkan banyak orang. Net Interest Margin pun masih paling rendah di 4,5%—5%.

Suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan masih jauh lebih tinggi dari angka acuan yang ditetapkan bank sentral.

Per 9 Juni 2022, SBDK di segmen korporasi paling rendah hanya sebesar 4,60% milik PT Bank Mizuho Indonesia. SBDK paling tinggi di segmen tersebut dimiliki oleh PT BPD Nusa Tenggara Timur sebesar 12,33%.

Di segmen ritel, SBDK terendah dimiliki oleh PT Bank Riau Kepri sebesar 5,52%. Sementara, PT BPD Nusa Tenggara Timur memiliki SBDK tertinggi di segmen ritel, yakni 12,33%.

SBDK untuk segmen mikro yang paling rendah dimiliki oleh PT Bank Riau Kepri sebesar 5,46%. Sebaliknya, SBDK paling tinggi di segmen ini dimiliki oleh PT Bank J Trus Indonesia Tbk. sebesar 26%.

Adapun PT Bank Riau Kepri kembali memiliki SBDK terendah di segmen konsumsi KPR, yakni 4,77%. Sedangkan, PT BPD Nusa Tenggara Timur punya SBDK konsumsi KPR tertinggi, yakni 12,33%.

Di segmen konsumsi non-KPR, SBDK PT BPD Riau Kepri juga menjadi yang paling kecil, yakni 5,21%. Sementara, PT BPD Nusa Tenggara Timur punya SBDK konsumsi non-KPR tertinggi, yakni 12,33%.

(Lebih lengkapnya di https://dataindonesia.id/bursa-keuangan/detail/daftar-suku-bunga-kredit-perbankan-per-9-juni-2022)

Menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, suku bunga perbankan terus mengalami penurunan sejalan dengan tren turunnya risiko kredit. 

Perry mengatakan bahwa di pasar uang, suku bunga IndONIA pada Mei 2022 tetap stabil yaitu berkisar di angka 2,79% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Sementara itu, di pasar dana, suku bunga deposito 1 bulan di perbankan turun sebesar 75 basis poin (bps) sejak Mei 2021 menjadi 2,86% pada Mei tahun ini.

Di pasar kredit, suku bunga kredit menunjukkan penurunan 53 bps di tengah membaiknya persepsi risiko perbankan. Dalam hal ini, bank sentral berharap suku bunga kredit dapat terus ditingkatkan oleh perbankan. 

“BI memandang peran perbankan dalam penyaluran kredit pembiayaan termasuk melalui penurunan suku bunga kredit dapat ditingkatkan guna semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional,” begitu kata Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (23/6/2022).

Lalu bagaimana dengan tekanan inflasi?

Saat ini perekonomian global terus diwarnai dengan meningkatnya inflasi di tengah pertumbuhan yang diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Berlanjutnya ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, yang disertai dengan pengenaan sanksi yang lebih luas dan kebijakan zero Covid-19 di Tiongkok, menahan perbaikan gangguan rantai pasokan.

Gangguan dari sisi suplai tersebut disertai dengan meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan oleh berbagai negara, mendorong tingginya harga komoditas global yang berdampak pada peningkatan tekanan inflasi global.

Berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS), merespons kenaikan inflasi tersebut dengan menempuh pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga berpotensi menahan pemulihan perekonomian global dan mendorong peningkatan risiko stagflasi.

Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Volume perdagangan dunia juga diperkirakan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Perkembangan tersebut berdampak pada ketidakpastian pasar keuangan global yang masih akan tetap tinggi sehingga mendorong terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.

Jadi bagaimana dengan prospek pertumbuhan ekonomi negara kita?

Dari dua alinea awal siaran pers 23 Juni 2022 ini, Bank Indonesia tegas mengarah pada upaya mendukung pertumbuhan. Ini memang jadi ranah perdebatan kelompok Pro Stability versus Pro Growth.

Perekonomian domestik diprakirakan terus melanjutkan perbaikan seiring dengan peningkatan permintaan domestik di tengah tetap positifnya kinerja ekspor.

Perkembangan tersebut tercermin dari berbagai indikator dini pada Mei 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir yang menunjukkan berlanjutnya perbaikan permintaan domestik seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan ekspansi Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur, seiring dengan peningkatan mobilitas dan pembiayaan dari perbankan. Kinerja ekspor juga tetap kuat, khususnya pada komoditas batu bara, besi baja, dan biji logam, di tengah risiko tertahannya permintaan akibat perlambatan perekonomian global.

Secara spasial, kinerja positif ekspor terjadi di seluruh wilayah, terutama Kalimantan dan Sumatera. Perbaikan ekonomi juga tercermin pada kinerja beberapa sektor utama, seperti Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Konstruksi yang terus membaik.

Ke depan, perbaikan perekonomian domestik diprakirakan terus berlanjut didukung oleh peningkatan mobilitas, sumber pembiayaan, dan aktivitas dunia usaha, di tengah tetap positifnya kinerja ekspor.

Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5-5,3%.

Terus sampai kapan, suku bunga acuan akan tetap 3,50%?

Sepertinya jika inflasi tak terkendali, jamu pahit berupa kenaikan suku bunga, mau tak mau harus kita minum.

"BI juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut melalui berbagai langkah," begitu jawaban Perry.

Aapapun upaya bank sentral kita dukung sepanjang itu bikin ekonomi kita maju dan yang terpenting masyarakat sejahtera.


Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi