Miranda Goeltom & kasus cek
(http://www.detikfinance.com/read/2010/03/08/141503/1313623/5/miranda-dan-kemenangan-mutlak-sebagai-deputi-gubernur-senior-bi)
Nama mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom kembali mencuat setelah Dudhie Makmun Murod menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan suap saat pemilihan pejabat tertinggi kedua di BI itu.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor yang berlangsung Senin (8/3/2010), Dudhie disangka menerima traveller's cheque sebesar Rp 500 juta dalam pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia yang dimenangkan Miranda Goeltom. Ia dijerat pasal 5 ayat (2) dan Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Selain Dudhie, ada tiga tersangka lain yang terjerat kasus serupa. Mereka yakni Udju Djuhaeri (mantan anggota DPR-RI dari F-TNI/Polri), Endin AJ Soefihara (PPP), dan Hamka Yandhu (Partai Golkar). Ketiganya belum menjalani proses pengadilan.
Total penerima traveller's cheque mencapai puluhan orang dengan nilai total Rp 24 miliar. Kasus ini pertama kali dibuka oleh politisi PDIP Agus Condro. Agus mengaku menerima Rp 500 juta agar memilih Miranda pada 2004 silam. Karena sikapnya, Agus dipecat dari PDIP.
Nama Miranda memang tidak terungkap dalam sidang tersebut. Miranda juga tidak pernah mau berkomentar seputar dugaan suap ini meski dalam setiap kesempatan wartawan selalu menanyainya. Namun Miranda memang beberapa kali sudah datang ke KPK untuk memberikan keterangan seputar kasus ini.
Bagaimana sebenarnya jalannya pemilihan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 itu?
Dalam pemilihan yang dilakukan Komisi IX DPR RI (sekarang Komisi XI DPR RI), Miranda memang menang mutlak. Miranda berhasil menyingkirkan 2 pesaingnya yakni Budi Rochadi (Kepala perwakilan BI di Tokyo), dan Hartadi Sarwono (Deputi BI).
Dari total 54 orang anggota Komisi IX yang datang dan memberikan suara, Miranda berhasil mendapatkan 41 suara. Sedangkan Budi Rochadi mendapatkan 12 suara, sementara Hartadi Sarwono hanya mengantongi 1 suara. Dua orang anggota Komisi IX DPR RI tidak hadir yakni M Hidayat dan Rizal Djalil (sekarang anggota BPK).
Suara FPDIP sangat menentukan dalam pemilihan DGS ini. Dari 56 anggota Komisi IX, sebanyak 18 orang adalah orang FPDIP. Sedangkan, Fraksi Partai Golkar memiliki anggota 15 orang.
Miranda pun akhirnya menang mutlak dalam voting, setelah sebelumnya sempat mencuat keinginan agar penetapan Miranda dilakukan secara musyawarah mufakat.
Namun saat penetapan Miranda, aroma politik uang memang sudah pernah mencuat. Menjelang pemilihan terhadap ketiga calon itu, muncul isu tak sedap yang menyebutkan seorang calon membagi-bagikan uang kepada salah satu pimpinan komisi yang berasal dari fraksi yang cukup besar.
Dalam fit and proper test yang digelar Komisi IX DPR RI, Miranda memang terlihat paling senior. Sejumlah anggota Komisi IX DPR RI memang memberikan pujian atas pemaparan Miranda mulai dari persoalan yang dihadapi BI sebagai bank sentral, khususnya menyangkut pengawasan bank-bank, sistem pembayaran dan stabilitas moneter.
Untuk pengawasan bank, Miranda mengusulkan dibuatnya sebuah sistem informasi yang mampu secara dini untuk melakukan pengawasan terhadap berbagai transaksi keuangan yang terjadi.
"Pengawas harus lebih pintar dari pasar," begitu kata Miranda ketika itu.
Untuk masalah stabilitas moneter, Miranda memaparkan terobosan-terobosan yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi masalah moneter. Menurut mantan Deputi Gubernur BI itu, seperti juga bank sentral di AS, BI harus mampu mengantisipasi ekspektasi inflasi sehingga bisa menetapkan bagaimana seharusnya suku bunga.
Tanpa penolakan yang berarti, pada 8 Juni 2004, Komisi IX DPR RI akhirnya menetapkan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Aroma suap baru sampai ke aparat penegak hukum setelah Agus Condro buka suara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Politisi PDIP ini mengaku telah menerima duit dalam bentuk traveller's cheque senilai Rp 500 juta terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior. Kini dalam sidang perdananya, 19 mantan anggota Komisi IX DPR RI ikut tersangkut paut. Mayoritas adalah dari FPDIP.
Dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor hari ini (8 Maret 2010), terungkap nama-nama anggota DPR yang diduga menerima pembagian Rp 9,8 miliar dalam bentuk traveller's cheque:
1. Dudhie Makmun Murod Rp 500 juta
2. Williem M Tutuarima Rp 600 juta
3. Susanto Pranoto Rp 500 juta
4. Agus Condro Prayitno Rp 500 juta
5. Muh. Iqbal Rp 500 juta
6. Budiningsih Rp 500 juta
7. Poltak Sitorus Rp 500 juta
8. Aberson M Sihaloho Rp 500 juta
9. Rusman Lumban Toruan Rp 500 juta
10. Max Moein Rp 500 juta
11. Jeffrey Tongas Lumban Batu Rp 500 juta
12. Matheos Pormes Rp 350 juta
13. Engelina A Pattiasina Rp 500 juta
14. Suratal HW Rp 500 juta
15. Ni Luh Mariani Tirtasari Rp 500 juta
16. Soewarno Rp 500 juta
17. Panda Nababan Rp 1,45 miliar
18. Sukardjo Hardjosoewirjo Rp 200 juta
19. Izedrik Emir Moeis Rp 200 juta.
Siapa menyusul?
Nama mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom kembali mencuat setelah Dudhie Makmun Murod menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan suap saat pemilihan pejabat tertinggi kedua di BI itu.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor yang berlangsung Senin (8/3/2010), Dudhie disangka menerima traveller's cheque sebesar Rp 500 juta dalam pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia yang dimenangkan Miranda Goeltom. Ia dijerat pasal 5 ayat (2) dan Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Selain Dudhie, ada tiga tersangka lain yang terjerat kasus serupa. Mereka yakni Udju Djuhaeri (mantan anggota DPR-RI dari F-TNI/Polri), Endin AJ Soefihara (PPP), dan Hamka Yandhu (Partai Golkar). Ketiganya belum menjalani proses pengadilan.
Total penerima traveller's cheque mencapai puluhan orang dengan nilai total Rp 24 miliar. Kasus ini pertama kali dibuka oleh politisi PDIP Agus Condro. Agus mengaku menerima Rp 500 juta agar memilih Miranda pada 2004 silam. Karena sikapnya, Agus dipecat dari PDIP.
Nama Miranda memang tidak terungkap dalam sidang tersebut. Miranda juga tidak pernah mau berkomentar seputar dugaan suap ini meski dalam setiap kesempatan wartawan selalu menanyainya. Namun Miranda memang beberapa kali sudah datang ke KPK untuk memberikan keterangan seputar kasus ini.
Bagaimana sebenarnya jalannya pemilihan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 itu?
Dalam pemilihan yang dilakukan Komisi IX DPR RI (sekarang Komisi XI DPR RI), Miranda memang menang mutlak. Miranda berhasil menyingkirkan 2 pesaingnya yakni Budi Rochadi (Kepala perwakilan BI di Tokyo), dan Hartadi Sarwono (Deputi BI).
Dari total 54 orang anggota Komisi IX yang datang dan memberikan suara, Miranda berhasil mendapatkan 41 suara. Sedangkan Budi Rochadi mendapatkan 12 suara, sementara Hartadi Sarwono hanya mengantongi 1 suara. Dua orang anggota Komisi IX DPR RI tidak hadir yakni M Hidayat dan Rizal Djalil (sekarang anggota BPK).
Suara FPDIP sangat menentukan dalam pemilihan DGS ini. Dari 56 anggota Komisi IX, sebanyak 18 orang adalah orang FPDIP. Sedangkan, Fraksi Partai Golkar memiliki anggota 15 orang.
Miranda pun akhirnya menang mutlak dalam voting, setelah sebelumnya sempat mencuat keinginan agar penetapan Miranda dilakukan secara musyawarah mufakat.
Namun saat penetapan Miranda, aroma politik uang memang sudah pernah mencuat. Menjelang pemilihan terhadap ketiga calon itu, muncul isu tak sedap yang menyebutkan seorang calon membagi-bagikan uang kepada salah satu pimpinan komisi yang berasal dari fraksi yang cukup besar.
Dalam fit and proper test yang digelar Komisi IX DPR RI, Miranda memang terlihat paling senior. Sejumlah anggota Komisi IX DPR RI memang memberikan pujian atas pemaparan Miranda mulai dari persoalan yang dihadapi BI sebagai bank sentral, khususnya menyangkut pengawasan bank-bank, sistem pembayaran dan stabilitas moneter.
Untuk pengawasan bank, Miranda mengusulkan dibuatnya sebuah sistem informasi yang mampu secara dini untuk melakukan pengawasan terhadap berbagai transaksi keuangan yang terjadi.
"Pengawas harus lebih pintar dari pasar," begitu kata Miranda ketika itu.
Untuk masalah stabilitas moneter, Miranda memaparkan terobosan-terobosan yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi masalah moneter. Menurut mantan Deputi Gubernur BI itu, seperti juga bank sentral di AS, BI harus mampu mengantisipasi ekspektasi inflasi sehingga bisa menetapkan bagaimana seharusnya suku bunga.
Tanpa penolakan yang berarti, pada 8 Juni 2004, Komisi IX DPR RI akhirnya menetapkan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Aroma suap baru sampai ke aparat penegak hukum setelah Agus Condro buka suara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Politisi PDIP ini mengaku telah menerima duit dalam bentuk traveller's cheque senilai Rp 500 juta terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior. Kini dalam sidang perdananya, 19 mantan anggota Komisi IX DPR RI ikut tersangkut paut. Mayoritas adalah dari FPDIP.
Dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor hari ini (8 Maret 2010), terungkap nama-nama anggota DPR yang diduga menerima pembagian Rp 9,8 miliar dalam bentuk traveller's cheque:
1. Dudhie Makmun Murod Rp 500 juta
2. Williem M Tutuarima Rp 600 juta
3. Susanto Pranoto Rp 500 juta
4. Agus Condro Prayitno Rp 500 juta
5. Muh. Iqbal Rp 500 juta
6. Budiningsih Rp 500 juta
7. Poltak Sitorus Rp 500 juta
8. Aberson M Sihaloho Rp 500 juta
9. Rusman Lumban Toruan Rp 500 juta
10. Max Moein Rp 500 juta
11. Jeffrey Tongas Lumban Batu Rp 500 juta
12. Matheos Pormes Rp 350 juta
13. Engelina A Pattiasina Rp 500 juta
14. Suratal HW Rp 500 juta
15. Ni Luh Mariani Tirtasari Rp 500 juta
16. Soewarno Rp 500 juta
17. Panda Nababan Rp 1,45 miliar
18. Sukardjo Hardjosoewirjo Rp 200 juta
19. Izedrik Emir Moeis Rp 200 juta.
Siapa menyusul?
Comments