Bunga Tinggi dan Panen Laba Bank 2024

 Pada paruh pertama 2024 ini, industri perbankan mampu mencetak kinerja positif dengan raupan laba triliunan rupiah. Namun, berbagai tantangan masih memengaruhi pencapaian indikator keuangan mereka.

Pertumbuhan laba industri perbankan pada semester pertama tahun ini tak secemerlang periode sama tahun lalu. Beban biaya dana yang menjulang di tengah era suku bunga tinggi membuat bank-bank kerepotan.



Sejak Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan hingga kini bertahan di level 6,25%, bank-bank terpaksa harus bersiasat.

Di satu sisi, tingkat bunga yang naik biasanya diterjemahkan sebagai kondisi yang akan menguntungkan pendapatan bank, terutama dari bunga kredit. Pendapatan naik, laba bank bisa melesat. Saham emiten bank pun mendapatkan sentimen positif. 

Selain itu, bunga yang tinggi membuat bank meraup dana pihak ketiga, terutama dana mahal deposito yang tumbuh pesat. Hal ini menjadikan likuiditas yang ada di perbankan bertumpuk.

Akan tetapi dana deposito berlebih di tengah kredit yang tersendat, menjadi beban bagi bank. Penyaluran kredit bank memang bertumbuh tetapi tak fantastis.

Setelah secara beruntun terus menanjak dari awal tahun hingga tumbuh menembus 13,09% (YoY) pada April 2024, kucuran kredit sedikit tersendat pada Mei dan Juni 2024 dengan tumbuh lebih rendah masing-masing 12,15% (YoY) dan 12,36% (YoY).

Korporasi belum sepenuhnya mencairkan fasilitas kredit mereka. Para pelaku usaha pun masih mengeluhkan bunga tinggi yang membuat penyerapan modal kerja pun terhambat tak mampu melunasi gerak roda ekonomi sector riil.

Dengan dana yang tak berputar optimal, bank harus menanggung biaya dana yang lebih besar untuk menarik dan mempertahankan dana pihak ketiga, yang mengakibatkan penyusutan margin bunga bersih atau net interest margin.

Selama ini, bank berupaya meningkatkan produktivitas dana tersebut dengan cara menempatkannya di instrumen investasi surat berharga, dalam hal ini surat berharga negara (SBN). 

Bahkan, mereka menyerbu instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) karena mendapatkan bunga sangat menarik. Ini salah satu konsekuensi logis dari rezim bunga tinggi.

Selain itu, persaingan antarbank untuk menarik dana masyarakat yang kian sengit pun berdampak pada peningkatan biaya bunga deposito, yang pada akhirnya membatasi pertumbuhan pendapatan bunga perbankan.

Kualitas asset bank juga menjadi sorotan karena terdampak dari tingkat kredit bermasalah (NPL) di beberapa sektor ekonomi. Bank harus menyediakan cadangan kerugian kredit yang lebih besar, dan ini mengurangi laba bersih. 

Pengawasan ketat dari regulator juga menambah beban biaya kepatuhan yang harus ditanggung dan tak bisa dihindari oleh bank. Karena itu, bank harus lebih selektif dalam memberikan kredit untuk menjaga profitabilitas. 

Di sisi lain, bankir juga mulai merasakan pendapatan nonbunga menunjukkan peningkatan signifikan, terutama dari fee-based income, layanan perbankan digital, dan transaksi pasar modal. 

Layanan keuangan digital seperti mobile banking dan internet banking menawarkan biaya operasional lebih rendah dibandingkan dengan layanan konvensional di kantor cabang, sehingga bank menikmati margin lebih baik. 

Bank-bank besar yang telah berinvestasi dalam digitalisasi menikmati peningkatan transaksi digital, yang memberikan pendapatan nonbunga yang stabil dan bertumbuh.

Kerja sama bank dengan fintech dan e-commerce juga memberikan kontribusi signifikan pada peningkatan fee-based income. 

Namun, laba yang tumbuh tipis menunjukkan adanya tekanan signifikan dalam operasional perbankan. Meskipun pendapatan nonbunga meningkat, hal itu tidak sepenuhnya mengimbangi tekanan pada pendapatan bunga.

Sebagai entitas bisnis, kinera perolehan laba memang penting diperhatikan, tetapi rasanya fungsi intermediasi yang optimal jangan disepelekan. Laba bank yang besar tetap harus memberikan kualitas yang lebih baik bagi perekonomian nasional.

Biar bagaimanapun, industri perbankan berkembang bersama ekonomi yang bertumbuh.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi