Pengaduan Konsumen Asuransi & Fintech, Siapa Salah?

Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.


Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya.



Di era teknologi finansial yang semakin modern, kualitas layanan dari pelaku industri jasa keuangan menjadi hal utama. Masyarakat akan sangat perhatian terhadap mutu layanan. Kualitas layanan yang lebih baik akan menjadi pembeda dalam penilaian mereka.

Namun, jasa keuangan yang massif dan kian personal tak dipungkiri membuat kualitas layanan tak bisa tetap prima 100%. Ada saja keluhan dan pengaduan dari konsumen.

Data dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) memperlihatkan, per 16 Desember 2021, terdapat 3.211 pengaduan konsumen sepanjang tahun ini. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan 2020 yang sebanyak 1.372 pengaduan.

Menariknya, pengaduan dari sektor jasa keuangan menjadi yang paling banyak diterima selama 2021. Jumlahnya mencapai 2.152, meroket dari total 226 pengaduan pada 2020. Hal ini disebabkan banyaknya pengaduan di sektor asuransi dengan nilai risiko kerugian mencapai Rp2 triliun.

Aduan terkait asuransi didominasi oleh penolakan klaim dari perusahaan asuransi. Diikuti dengan aduan tentang misselling produk asuransi. Lalu, kepailitan dan gagal bayar perusahaan asuransi yang dinilai menjadi alibi perusahaan tidak membayarkan klaim.

Laporan lain yang datang dari sektor multifinance, yaitu leasing yang mencakup masalah penarikan kendaraan, restrukturisasi, dan penagihan oleh debt collector. Di sektor perbankan, banyak pengaduan tentang masalah tunggakan angsuran akibat pandemi, pemakaian kartu kredit oleh orang lain, dan dana nasabah yang hilang.

Sementara dari subsektor investasi masalah yang banyak dilaporkan adalah ingkar janji perusahaan investasi dan pinjaman online terkait dengan cara penagihan dan bunga pinjaman yang tinggi.

Sementara itu, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pengaduan konsumen selama 2021 didominasi layanan di financial technology (fintech). Sejak 1 Januari hingga 25 November 2021, ada 50.413 pengaduan soal fintech, melebihi aduan layanan perbankan sebesar 49.205.

Pengaduan mengenai layanan fintech terdiri dari aduan perilaku debt collector, legalitas lembaga jasa keuangan (LJK) dan produk, dan restrukturisasi pinjaman online. Ada pula laporan tentang keberatan biaya tambahan atau denda serta penipuan.

Sementara itu, aduan mengenai layanan perbankan meliputi permintaan informasi debitur, penipuan, restrukturisasi, debt collector, serta legalitas LJK dan produk. 

Adapun Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) melihat pengaduan konsumen pengguna platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending, semakin marak. 

Berdasarkan pengaduan sepanjang tahun yang diterima LAPS SJK di kisaran 1.300 pengaduan, fintech mengambil urutan ketiga dengan porsi 20% atau 250 pengaduan. 

Perbankan masih jadi yang terbesar dengan porsi 44% atau 556 pengaduan. Disusul perusahaan pembiayaan alias multifinance dengan porsi 21% atau 259 pengaduan, yang notabene jumlahnya sejajar dengan fintech. 

Fenomena ini boleh jadi merupakan kewajaran baru. Hal ini tak lepas dari fakta semakin banyak masyarakat yang mulai aktif menggunakan fintech lending, baik itu sebagai pendana (lender) maupun peminjam (borrower).

Menilik maraknya transformasi digital di kalangan para pelaku jasa keuangan, serta pesatnya adopsi layanan keuangan 'serba online' oleh para konsumen, kita melihat fenomena keluhan konsumen akan masih tetap marak pada 2022.

Oleh sebab itu, kita melihat peran dari asosiasi, lembaga penyelesaiaan sengketa, dan otoritas haruslah lebih aktif agar operasional dan mutu layanan lembaga jasa keuangan semakin tinggi kualitasnya.

Terkait dengan industri asuransi, pengawasan terhadap penerapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian harus dimaksimalkan. Bila perlu, pemerintah membentuk satgas asuransi untuk mengatasi permasalahaan yang menyeruak dalam beberapa waktu terakhir.

Kita berharap dengan mitigasi risiko dan peningkatan mutu kualitas layanan, industri jasa keuangan akan memberikan kontribusi yang optimal terhadap pemulihan dan kebangkitan perekonomian nasional.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi