Bunga Murah dan Bank Digital

Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.


Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya.


Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17-18 Februari 2021 telah memutuskan untuk memangkas tingkat bunga acuan BI 7-Day Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 3,50%. Ini mengonfirmasi rezim suku bunga terendah terus berlanjut.

Pemangkasan suku bunga acuan dari bank sentral seringkali menjadi kabar baik karena lembaga perbankan akan memiliki ruang untuk juga menurunkan bunga pembiayaan atau kredit kepada nasabah mereka.

Biaya dana (cost of fund) yang lebih murah akan memicu perbankan untuk menyesuaikan suku bunga agar pertumbuhan kredit bisa lebih optimal.

Namun, selama setahun terakhir, penurunan suku bunga kredit masih cenderung terbatas, yaitu hanya sebesar 83 bps ke level 9,70%.

Padahal kondisi likuiditas perbankan begitu longgar, diikuti dengan penurunan BI 7-DRR sebesar 125 bps sepanjang tahun lalu. Apalagi suku bunga deposito 1 bulan juga telah menurun sebesar 181 bps ke level 4,27% pada Desember 2020.

Bank-bank milik negara dan pemerintah daerah menjadi sorotan karena merupakan kelompok bank yang mencatatkan tingkat suku bunga dasar kredit (SBDK) paling tinggi dibandingkan dengan bank lainnya.

Banyak faktor yang membuat suku bunga dasar kredit seakan enggan melandai. Selera risiko bankir, permintaan yang rendah saat pandemic, hingga beban biaya membuat fungsi intermediasi bank-bank konvensional terus melorot.

Masyarakat umum banyak yang beralih memakai jasa layanan institusi teknologi finansial (tekfin). Mudah, cepat dan resmi membuat nasabah seakan tak mempedulikan bunga tinggi yang menjadi beban saat pengembalian utang mereka.

Sulit untuk membantah bahwa kompetisi dengan  layanan tekfin menjadi salah satu penyebab munculnya bank-bank digital dalam dua-tiga tahun terakhir.

Kehadiran mereka—hasil transformasi maupun pendirian bank baru—merupakan inisiatif mengisi ceruk fungsi intermediasi yang belum optimal.

Inovasi teknologi dan digitalisasi yang terus dikembangkan manajemen bank digital membuat mereka tak perlu keluar banyak biaya untuk ekspansi kantor cabang guna menjangkau nasabah. Beban biaya yang terpangkas harusnya bisa membuat bunga lebih murah.

Namun demikian, keberadaan bank-bank digital tersebut perlu segera dilengkapi dengan inisiatif regulasi dari otoritas terkait. Sejauh ini kita melihat Otoritas Jasa Keuangan telah menyiapkan rancangan aturan yang lebih lengkap untuk bank-bank digital.

Tak mudah bagi pemilik dana untuk mendirikan bank digital. Selain seluruh layanannya harus digital, bank harus memiliki model bisnis yang realistis dan implementatif dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam menjawab kebutuhan nasabah.

Kemudian, manajemen bank memiliki kemampuan untuk mengelola bisnis perbankan digital yang prudent dan berkesinambungan, serta paham mitigasi dan kapabilitas dari manajemen risiko untuk mengantisipasi berbagai risiko digital termasuk cyber crime dan lainnya.

Seiring dengan inovasi yang kontinyu, digitalisasi akan terus berkembang pesat dalam perekonomian terutama di bidang jasa keuangan.

Otoritas, pelaku usaha dan masyarakat harus mau membiasakan diri menerima layanan digital sebagai suatu perilaku normal yang baru.

Lalu apakah dengan inovasi berkelanjutan dan kehadiran bank-bank digital akan membuat suku bunga bank menjadi lebih murah?

Kita tentu sama-sama berharap perbankan dengan kekuatan modal dan teknologi yang terus berkembang, dapat mempercepat penurunan suku bunga kredit sebagai upaya bersama untuk mendorong pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional.    

Comments

monyet said…

menangkan uang sebanyak-banyaknya hanya di AJOQQ :D
AJOQQ menyediakan 9 permainan seru :)
WA;+855969190856

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi