Skip to main content

Mengapa multifinance enggan IPO ?

Pasar modal bukanlah ranah yang asing bagi kebanyakan multifinance. Kesempatan mencari dana dengan bunga yang rendah menjadikan pasar modal begitu diakrabi perusahaan jasa pembiayaan.

Saat ini ada 140 perusahaan multifinance yang beroperasi di Tanah Air dan menjadi anggota Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) yang memiliki jangkauan operasional nasional.

Peranan multifinance terhadap ekonomi nasional mungkin masih kecil, sekitar 2% tetapi di sektor riil, jasa perusahaan pembiayaan begitu nyata dalam mendorong pergerakan sektor ritel.

Data Bank Indonesia memperlihatkan kinerja signifikan multifinance dengan total aset Rp220,6 triliun per 30 September 2010 dan penyaluran pembiayaan sebesar Rp177,7 triliun.

Banyak yang mengkritisi, 80% dari pembiayaan tersebut hanya untuk kepemilikan kendaraan (segmen pembiayaan konsumen). Namun, tetap ada kontribusi dari tiga segmen lain yakni sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), dan kartu kredit.

Dengan aset yang begitu besar, dari mana perusahaan multifinance mendapatkan dana yang relatif untuk mendukung pembiayaan mereka?

Bukan rahasia kalau 70% pendanaan perusahaan pembiayaan masih disokong oleh bank dan sisanya tentu saja mencari dana dari pasar modal. Entah itu lewat emisi obligasi, surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN), atau melepas saham perdana (initial public offering/IPO).

Obligasi memang produk yang sangat digemari multifinance untuk mencari dana, entah untuk menyokong pendanaan atau sekedar refinancing. Nilai emisi obligasi baru perusahaan pembiayaan pada tahun ini diperkirakan akan mencapai Rp7 triliun seiring dengan meningkatkan kebutuhan pendanaan alternatif ditambah dengan besarnya refinancing obligasi.

Kustodian Sentral Efek Indonesia per Desember 2010 mencatat nilai surat utang yang jatuh tempo pada 2011 mencapai Rp5,22 triliun dari 11 multifinance penerbit obligasi.

Sebagai perbandingan total nilai obligasi hingga Oktober 2010 mencapai Rp18,99 triliun naik dibandingkan dengan periode Oktober 2009 sebesar Rp11,70 triliun.

Selain pemain lama, seperti PT Adira Dinamika Multifinance Tbk, PT Indomobil Finance, dan PT BCA Finance, muncul juga emisi obligasi dari beberapa multifinance baru.

Multifinance tersebut a.l. PT Mandala Multifinance Tbk Rp500 miliar, PT Indojasa Pratama Finance Rp300 miliar, PT Artha Prima Finance Rp500 miliar dan PT Tifa Finance yang menjajaki MTN sekitar Rp200 miliar.

“Pencarian pendanaan alternatif lainnya dibutuhkan oleh perusahaan pembiayaan seiring dengan tingginya target booking. Bisa juga sebelum multifinance masuk bursa mereka memilih obligasi dahulu, maka tahun ini jumlah emisi bisa sampai Rp7 triliun,” kata Wiwie Kurnia, Ketua Umum APPI.

PT Federal International Finance (FIF) mungkin bisa menjadi contoh yang unik bagaimana suatu multifinance mengelola sumber dananya dengan mengandalkan obligasi dan tak jua tertarik menjadi perusahaan terbuka.

Tahun ini, FIF berniat emisi obligasi hingga Rp2 triliun. Nilai tersebut naik dari rencana semula yang Rp1 triliun dan perseroan juga telah menunjuk sebanyak 6 penjamin pelaksana emisi (underwriter) guna menangani obligasi perseroan yang akan diterbitkan pada April.

PT Mandiri Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, PT Indopremier Securities, PT Kresna Graha Sekurindo Tbk, PT HSBC Securities Indonesia, dan PT NISP Sekuritas sebagai joint lead underwriter.

Adapun Kresna Graha Sekurindo, Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, dan Indopremier sebelumnya juga menangani obligasi ke-10 FIF pada semester I/2010 sebesar Rp1 triliun.

Rencananya paparan publik penerbitan obligasi anak usaha PT Astra International Tbk tersebut berlangsung pada Maret tahun ini. Nilai obligasi FIF itu tak seberapa dengan rencana pembiayaan yang Rp20 triliun.

Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia menunjukkan FIF memiliki kewajiban utang jatuh tempo atas obligasi ke-7, 8, 9 dan 10 yang totalnya mencapai Rp1,103 triliun pada Mei dan April tahun ini.

Jika ditambah dengan kewajiban surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) sebesar Rp500 miliar, utang FIF mencapai Rp1,6 triliun dari Obligasi FIF VII, VIII, IX 2009, dan Obligasi X 2010 serta tiga MTN yang diterbitkan pada 2009.

Gurihnya obligasi memang melenakan multifinance. Nyaris 2 tahun terakhir, tak pernah kedengaran ada perusahan multifinance yang menyatakan keseriusan untuk melakukan IPO.
Hingga Desember 2010, BEI mencatat 11 emiten multifinance yang melantai di bursa.

Namun, jumlah tersebut berkurang satu karena PT Indocitra Finance Tbk akan mengubah haluan bisnis menjadi perusahaan tambang.

Indocitra Finance adalah emiten yang listing pada 18 Desember 1989, disusul oleh PT Buana Finance Tbk pada 7 Mei 1990.

IPO terakhir multifinance dicatat oleh PT Batavia Prosperindo Finance Tbk pada 1 Juni 2009 dan hingga 2010 belum ada multifinance baru yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek.

Ada sejumlah alasan dikemukakan Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang, antara lain jumlah size dan nominal yang tak pernah besar serta persyaratan IPO membuat multifinance akan kesulitan untuk go public.

Hal lain adalah saham-saham multifinance di pasar juga kurang atraktif diperdagangkan karena banyak investor masih tak terlalu paham dengan prospek penilaian aset perusahaan pembiayaan.

“Karena itu, mereka lebih suka obligasi yang [tenornya] bisa mereka sesuaikan dengan profil jatuh tempo pembiayaan mereka,” kata Edwin.

Namun, sebenarnya jika melihat pengalaman beberapa multifinance yang telah lebih dahulu bermain di bursa. Kinerja perusahaan go public yang bagus tentu akan membuka kesempatan dan semangat bagi multifinance lain untuk ikut masuk bursa.

Sebagai perbandingan per September 2010, sebanyak 10 emiten multifinance mencatatkan rerata kenaikan laba sekitar 20%.

Laba bersih tertinggi diraup oleh PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance) sebesar Rp1,08 triliun atau meningkat 21% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Laba terkecil dibukukan oleh PT Danasupra Erapasific Finance Tbk sebesar Rp1,59 miliar atau melejit 184% dari periode sama tahun sebelumnya rugi Rp1,8 miliar.

Ekspansi yang kian meluas dan peningkatan pembiayaan menjadi katalis utama bagi multifinance tetapi skala perusahaan dan selera pasar tentu akan mendikte keputusan multifinance bermain di pasar modal.

Comments

Anonymous said…
gampang pak.....soalnya untung nya masih gede banget....ngapain pake bagi2 :D

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...