Laris Manis Layanan Peti Kemas IPC TPK
Anda pasti sering melihat peti
kemas yang dibawa truk-truk besar. Kotak-kota besi besar atau container itu biasanya
dibawa dari dan ke pabrik, pelabuhan dan dari tujuan manufaktur.
Kadang banyak menilai truk-truk
container ini membuat macet jalan raya. Satu sisi pendapat itu gak salah. Bagi
saya, seperti yang disebut pak Jusuf Kalla, kemacetan adalah bukti bahwa
ekonomi kita berjalan.
Truk container yang
berseliweran seakan mengonfirmasi bahwa arus barang logistic melaju optimal dan
ini dapat dianggap sebagai penopang roda perekonomian nasional untuk terus
bergerak lebih cepat.
Di pelabuhan, layanan
container atau peti kemas dilakukan oleh operator terminal. Satu nama yang
harus dikenal orang adalah PT IPC Terminal Petikemas atau sering disebut IPC
TPK.
IPC TPK merupakan operator
terminal yang memberikan pelayanan petikemas dengan sistem jaringan yang
terintegrasi antar pelabuhan dan dikelola secara professional.
IPC TPK adalah salah satu anak
perusahaan Subholding PT Pelabuhan Terminal Petikemas. Operator ini beroperasi
di enam area kerja yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta; Pelabuhan Pontianak,
Kalimantan Barat; Pelabuhan Panjang, Lampung; Pelabuhan Palembang, Palembang;
Pelabuhan Teluk Bayur, Padang; dan Pelabuhan Jambi, Jambi.
Sebenarnya IPC TPK memiliki
dua entitas induk perusahaan yakni PT Pelindo Terminal Petikemas dan PT
Pelabuhan Indonesia Investama. Mayoritas kepemilikan saham IPC TPK dimiliki
oleh PT Pelindo Petikemas sebesar 99 persen, dan sisa 1 persen dimiliki oleh PT
Pelindo Investama.
Selain itu IPC TPK juga
memiliki entitas asosiasi usaha PT New Priko Container Terminal One (NPCT1)
dengan kepemilikan saham 51 persen, bekerja sama dengan SEA Terminal Management
and Service Pte. Ltd. (STMS) dengan kepemilikan saham 49 persen.
Sejauh ini IPC TPK ikut
mencicipi dampak positif pascamerger Pelindo. IPC TPK mulai melayani sejumlah
pelayaran langsung atau direct call ke luar negeri. Beberapa pelayaran direct
call yang saat ini dilayani terminal di bawah IPC TPK di antaranya bertujuan ke
China atau kawasan Timur Tengah.
"Karena Pak [Menko
Kemaritiman dan Investasi] Luhut [Binsar Pandjaitan] begitu kita merger, beliau
bilang agar mengurangi transit Singapura dan Malaysia dan memperbanyak service
direct," tutur David Sirait, Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis
IPC TPK.
Sebagai informasi, pelayanan
langsung atau direct call dinilai lebih efisien dibandingkan dengan pelayaran yang
melakukan transit di daerah lain. Efisiensi tidak hanya pada waktu pelayaran,
namun juga biaya atau cost.
Saat ini, terminal petikemas
di bawah IPC TPK sudah melayani pelayaran langsung ke Asia (inter-Asia) dan
kawasan Timur Tengah. David mencatat 80 persen pelayaran dalam kawasan Asia
saat ini sudah bersifat direct call, atau tanpa transit dari Indonesia langsung
ke negara tujuan.
Pada awal tahun ini, IPC TPK
mencatat rekor pelayanan kapal terbesar sepanjang sejarah perusahaan yakni
kapal MV MSC Tianshan dengab panjang (LOA) 334 meter (m) dan bersandar di
terminal 3 IPC Petikemas. Kapal tersebut bertolak dari Timur Tengah.
"Ini MSC Tianshan dari
Irak bawa empty [container] banyak tadinya untuk China langsung ke Amerika,
tapi langsung dibelokkan ke Jakarta. Peran IPC TPK saat tinggi di sini,
walaupun kontainernya bukan punya kiita, tapi kita turut support untuk
kebutuhan ekspor," jelasnya.
IPC TPK menargetkan kinerja
arus volume petikemas sebesar 2,8 juta TEUs, dan pendapatan sebesar Rp2,6
triliun dan EBITDA Rp236,7 miliar pada tahun ini.
Sebagai perbandingan,
pendapatan usaha IPC TPK yang dicapai pada 2021 meningkat 3,7% dibandingkan
dengan 2020. Total pendapatan usaha unaudited pada 2021 sebesar Rp2,51 triliun dan
pada 2020 sebesar Rp2,42 triliun.
So kinerja IPC TPK bisa jadi
parameter bisnis logistic kita sehat atau tidak.
Comments