Skip to main content

Menanti emiten sepak bola di bursa domestik

HATTRICK by Fahmi Achmad


Ada kawan saya yang selalu bertanya kena­pa banyak klub sepak­ bola di Tanah Air yang tidak memilih menca­tatkan saham perusahaannya di bursa efek.

"Lho memangnya kenapa kalau ada yang sudah go public?" saya balik bertanya.

"Iya bagus dong kalau memang sudah ada. Jika harga sahamnya murah, saya mau beli," kata si kawan antusias.

Perdagangan saham klub sepak bola di lantai bursa me­mang bukan hal baru untuk mencari sumber dana. Di luar negeri, klub Tottenham Hot­spur termasuk yang paling awal memasuki bursa saham sejak 1983.

Manchester United (MU) juga tak mau kalah dan memilih masuk bursa pada 1991. Di Inggris, sedikitnya 18 klub dari hampir 100 klub di empat divisi yang sahamnya telah 'melantai' di bursa.

Di Italia, saham Juventus, AC Milan, AS Roma, Lazio, Udinese mampu bersaing dengan saham-saham rumah mode seperti Armani ataupun Coco Channel.

Di bursa Frankfurt Jerman, ada saham Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund yang diperdagangkan. Di Belanda, baru ada saham Ajax Amster­dam. Sayangnya belum ada klub asal Prancis dan Spanyol yang dikoleksi investor pasar modal.

Bagaimana dengan klub bola di Indonesia? Semua klub bola sebenarnya punya peluang yang sama untuk berke­cim­pung di pasar modal.

Apalagi klub-klub bola ini telah menjadi brand ima­ge dari perusahaan yang cukup mapan seperti Arema Malang dengan Ben­toel Indonesia, PKT Bontang, dan Pelita Jaya Bakrie.

Sejak kompetisi dikemas da­lam skema Indonesia Super League (ISL), semua peserta­nya sudah menjadi perseroan terba­tas dan sedikit banyak mu­­lai profesional dalam ber­bisnis.

Rasanya tak sulit bagi mere­ka untuk go public dan me­leng­kapi syarat-syarat seperti yang tertuang dalam UU Pasar Modal No.8/1995.

Pasar modal pada dasarnya adalah terjemahan informasi dari berbagai fenomena eko­no­mi, sosial, politik dan budaya yang saling berinteraksi.

Salah satu segmen usaha yang paling intens dalam me­ne­lurkan informasi adalah sesuatu yang bersifat meng­hi­bur dan memiliki nuansa per­saingan. Sepak bola punya ciri khas persaingan yang kental.

Terjemahan informasi yang berasal dari emiten secara in­stan diterjemahkan ke harga saham yang tercatat di bursa. Saya membayangkan antusi­asme investor yang begitu be­sar mengingat sepak bola se­lalu mendapatkan atensi pu­blik.

Para calon investor tentu menyadari kalau kekuatan utama nyaris sebagian besar klub bola adalah fanatisme fans yang luar biasa.

Faktanya rata-rata ada 10.500 orang berjubel di setiap pertan­dingan ISL. Itu masih di bawah rata-rata kapasitas penuh stadi­on yang sebanyak 30.000 ora­ng.

Kalau begitu banyak klub bola di pasar modal, ke depan­nya, saya membayangkan akan ada profesi analis saham bola, lalu para komentator akan ber­gaya bak chartist (analis tek­nik) dengan data statistik di ta­ngannya, mulai dari rekor kan­dang, tandang atau menang dan kalah.

Komentator tentu dituntut untuk mampu berbicara me­ngenai istilah fundamental seperti return on equity, return on asset, earning per share ataupun price to earning ratio.

Di televisi, pembawa acara sepak bola menjadi seorang fundamentalis yang menyam­pai­kan gosip terhangat seputar klub yang akan bertanding.

Mulai dari diskusi di ruang ganti, konflik pelatih dan pe­mi­lik klub, sampai kepada ru­mor transfer pemain tertentu.

Bagi analis saham bola, me­reka harus dapat membe­rikan prediksi ke mana harga saham suatu klub bergerak, ada infor­masi support dan resistance, dan mampu meyakinkan un­tuk rekomendasi melepas sa­ham atau melakukan buyback di pasaran.

Analis saham bola, juga ha­rus mampu menentukan be­rapa nilai wajar saham dari suatu klub sepak bola, supaya stake­hol­der mengerti kondisi over­valued dan undervalued, selain untuk mencegah aksi "goreng-gorengan", yang umu­m terjadi di pasar saham lokal.

Semua bayangan saya itu mung­kin terlalu jauh, tapi ra­sanya tak begitu susah di­wu­judkan. Mari kita tunggu sa­ham klub bola domestik mana yang pertama kali melantai di bursa?(fahmi.achmad@bisnis.co.id)

Oleh FAHMI?ACHMAD
Wartawan Bisnis Indonesia

Comments

Unknown said…
..bung Fahmi, saya sangat tertarik dengan ulasan anda ini. kebetulan saya sedang bikin tesis tttg akuntansi klub sepakbola dan saya membutuhkan lap keuangan klub2 sepakbola dari seluruh dunia sebagai sample. sayangnya sangat sulit untuk mendapatkannya, kecuali yang sudah go publik. pertanyaan saya adalah: bagaimana ya cara mencari data klub sepakbola di seluruh dunia yg sudah go public? untuk yang belum, mungkin nggak ya mendapatkan lap keuangannya? thanks bung...
fa said…
bung topick2000 apakah sudah mengecek ke situs resmi klub-klub dunia tersebut? kalo klub lokal susah mengharapkan situs mereka

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...