Restrukturisasi Gajah Tunggal
Menyambut lompatan laba 2009 sebesar 244,9%, saham PT Gajah Tunggal Tbk melejit 118,82% ke level Rp930 sepanjang tahun berjalan. Restrukturisasi utang perseroan perkuat prospek ke depan
Kenaikan saham tersebut menunjukkan pemodal di bursa lebih memperhatikan faktor kinerja perseroan sebagai pertimbangan utama bertransaksi saham, dan cenderung tidak mempersoalkan obligasi peresroan senilai US$420 juta yang peringkatnya turun tahun lalu.
Analis PT Danareksa Sekuritas Indra P. Yudison menilai faktor restrukturisasi saat ini menjadi kabar positif bagi pasar, mengingat tahun ini perseroan tidak lagi menghadapi persoalan seputar kewajiban.
“Posisi neraca keuangan seharusnya menguat. Dengan obligasi yang baru jatuh tempo pada 2014, Gajah Tunggal memiliki cukup waktu memperkuat neraca keuangannya seiring dengan rencana pembiayaan ulang lebih lanjut,” tuturnya dalam laporan riset per 30 Maret.
Berdasarkan neraca keuangan per Desember 2009, posisi net gearing (rasio utang bersih terhadap ekuitas) perseroan pada akhir 2009 sebesar 121%, atau lebih rendah dari estimasi Danareksa sebelumnya sebesar 155%.
Tidak heran, lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investors baru-baru ini menaikkan peringkat korporasi maupun obligasi Gajah Tunggal senilai US$435 juta, dari Caa1 menjadi B3 dengan prospek stabil.
Lembaga tersebut menilai prospek stabil ini mencerminkan ekspektasi bahwa perseroan dapat mengelola belanja modalnya dengan arus kas maupun dana operasionalnya di tengah tidak adanya pembayaran utang yang material setahun ke depan.
“Kenaikan peringkat ini seiring kinerja operasional dan metrik kredit yang lebih baik dari perkiraan setelah perseroan menikmati membaiknya ekonomi nasional dan turunnya bahan baku,” kata analis Moody’s Wonnie Chu pada 23 Maret.
Meskipun metrik kredit perseroan cenderung moderat tahun ini seiring dengan kenaikan harga bahan baku, rasio utang terhadap EBITDA diperkirakan berkisar di posisi 5 kali dalam satu-dua tahun ke depan.
Berdasarkan perkembangan tersebut, Indra tetap merekomendasikan beli saham tersebut dengan target harga Rp1.090, karena yakin bahwa perseroan mampu berekspansi lebih lanjut. Kuatnya posisi EBITDA dari kinerja fundamental diyakini meringankan kewajibannya.
Harga saham perseroan berkode GJTL itu kemarin anjlok 4,12% ke level Rp930 dibandingkan dengan hari sebelumnya senilai Rp970. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp3,24 triliun, setelah sepanjang tahun berjalan naik 118,82%.
Indra mengakui saham GJTL telah menguat pada awal tahun ini, namun dia percaya akan ada kenaikan lanjutan karena saham tersebut masih diperdagangkan di bawah nilai bukunya.
“Kami menaikkan estimasi EPS untuk 2010-2011 sebesar 29%-22% menyusul kenaikan margin kotor. Target harga kami naik menjadi Rp1.090, mengimplikasikan valuasi yang atraktif sebesar 6,46 kali -5,4 kali PER dan 1,18 kali-0,97 kali PBV,” ungkapnya.
Faktor kurs
Danareksa menilai pendapatan per 2009 yang sesuai dengan perkiraan merepresentasikan penurunan biaya bahan mentah secara signifikan, terutama untuk karet dan bahan mentah yang terkait dengan minyak dunia.
Dengan kontribusi keduanya sebesar 48% terhadap total biaya produksi per September 2009, faktor kurs mau tidak mau menjadi salah satu variabel penting yang memengaruhi kinerja Gajah Tunggal.
Bisnis mencatat tren rupiah naik sepanjang tahun berjalan, sehingga mata uang itu sempat menyentuh level Rp8.998 pada awal bulan ini. “Penguatan rupiah juga mendorong margin laba perseroan, mengingat 75% biaya produksi Gajah Tunggal dicatatkan dalam dolar Amerika Serikat (AS),” ujar Indra.
Meski harga karet dunia berpotensi naik tahun ini yang akan mendorong kenaikan rerata bahan mentah sebesar 21% tahun ini, namun Indra yakin margin Gajah Tunggal masih tinggi. Sejak September 2009, harga karet telah pulih secara signifikan dan mendorong Danareksa mempertahankan estimasi margin kotor 2010 sebesar 16,6%.
Emiten ban itu diyakini masih bisa mengalihkan kenaikan biaya material kepada pelanggan, meski ada jeda waktu enam bulan antara pembelian bahan baku dengan penjualan ke pasar ekspor.
Lihat saja angka penjualan ban roda empat yang naik pada dua bulan pertama 2010, sebesar 53,3% secara tahunan menjadi 7,9 juta, karena pemulihan kondisi ekonomi domestik. Danareksa menaikkan estimasi volume penjualan Gajah Tunggal untuk ban radial dan biasa sebesar 15,2%-4,8% pada 2010.
“Secara keseluruhan, kami memperkirakan penjualan ban akan tumbuh 18,2% pada tahun ini,” paparnya.
Menyusul pengumuman kinerja 2009, Indra menimbang ulang strategi perseroan dan berujung pada kesimpulan menarik. Menurut dia, margin perseroan membaik dan masih ada ruang bagi perseroan melanjutkan pertumbuhan bisnis dengan margin tinggi.
“Ini mendorong kami menaikkan estimasi margin kotor menjadi 17,9% untuk 2010, didukung komitmen Gajah Tunggal memperkuat penjualan melalui 12 outlet Carrefour dan 31 outlet TireZone,” ujarnya.
Per Desember 2009, EBITDA emiten bank ini mencapai Rp1,5 triliun atau 27% di atas ekspektasi broker pelat merah tersebut. Margin kotor tercatat masih tinggi yakni 23%, menyusul rendahnya harga bahan mentah.
Indra memperkirakan penjualan akan tumbuh per tahun rata-rata 17% pada 2010-2011, karena pasar domestik yang besar. Pada 2012, 2013 dan 2014, dia memperkirakan pertumbuhan penjualan sebesar 9%, menjadi 9%, dan selanjutnya 7%.
“Kami memperkirakan pertumbuhan penjualan pada 2010-2011 sebesar 16%-19%, yang didukung keputusan Michelin menaikkan pesanan ban radial dari 2 juta unit pada 2009 menjadi 3 juta-5 juta pada 2010 dan 2011,” ujar Indra.
Berdasarkan pertumbuhan penjualan tersebut, dia yakini posisi gearing bersih Gajah Tunggal akan turun menjadi 24% pada 2014. Dikombinasikan dengan restrukturisasi utang, kloplah alasan untuk membeli saham tersebut awal tahun ini.(arif gunawan S)
Kenaikan saham tersebut menunjukkan pemodal di bursa lebih memperhatikan faktor kinerja perseroan sebagai pertimbangan utama bertransaksi saham, dan cenderung tidak mempersoalkan obligasi peresroan senilai US$420 juta yang peringkatnya turun tahun lalu.
Analis PT Danareksa Sekuritas Indra P. Yudison menilai faktor restrukturisasi saat ini menjadi kabar positif bagi pasar, mengingat tahun ini perseroan tidak lagi menghadapi persoalan seputar kewajiban.
“Posisi neraca keuangan seharusnya menguat. Dengan obligasi yang baru jatuh tempo pada 2014, Gajah Tunggal memiliki cukup waktu memperkuat neraca keuangannya seiring dengan rencana pembiayaan ulang lebih lanjut,” tuturnya dalam laporan riset per 30 Maret.
Berdasarkan neraca keuangan per Desember 2009, posisi net gearing (rasio utang bersih terhadap ekuitas) perseroan pada akhir 2009 sebesar 121%, atau lebih rendah dari estimasi Danareksa sebelumnya sebesar 155%.
Tidak heran, lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investors baru-baru ini menaikkan peringkat korporasi maupun obligasi Gajah Tunggal senilai US$435 juta, dari Caa1 menjadi B3 dengan prospek stabil.
Lembaga tersebut menilai prospek stabil ini mencerminkan ekspektasi bahwa perseroan dapat mengelola belanja modalnya dengan arus kas maupun dana operasionalnya di tengah tidak adanya pembayaran utang yang material setahun ke depan.
“Kenaikan peringkat ini seiring kinerja operasional dan metrik kredit yang lebih baik dari perkiraan setelah perseroan menikmati membaiknya ekonomi nasional dan turunnya bahan baku,” kata analis Moody’s Wonnie Chu pada 23 Maret.
Meskipun metrik kredit perseroan cenderung moderat tahun ini seiring dengan kenaikan harga bahan baku, rasio utang terhadap EBITDA diperkirakan berkisar di posisi 5 kali dalam satu-dua tahun ke depan.
Berdasarkan perkembangan tersebut, Indra tetap merekomendasikan beli saham tersebut dengan target harga Rp1.090, karena yakin bahwa perseroan mampu berekspansi lebih lanjut. Kuatnya posisi EBITDA dari kinerja fundamental diyakini meringankan kewajibannya.
Harga saham perseroan berkode GJTL itu kemarin anjlok 4,12% ke level Rp930 dibandingkan dengan hari sebelumnya senilai Rp970. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp3,24 triliun, setelah sepanjang tahun berjalan naik 118,82%.
Indra mengakui saham GJTL telah menguat pada awal tahun ini, namun dia percaya akan ada kenaikan lanjutan karena saham tersebut masih diperdagangkan di bawah nilai bukunya.
“Kami menaikkan estimasi EPS untuk 2010-2011 sebesar 29%-22% menyusul kenaikan margin kotor. Target harga kami naik menjadi Rp1.090, mengimplikasikan valuasi yang atraktif sebesar 6,46 kali -5,4 kali PER dan 1,18 kali-0,97 kali PBV,” ungkapnya.
Faktor kurs
Danareksa menilai pendapatan per 2009 yang sesuai dengan perkiraan merepresentasikan penurunan biaya bahan mentah secara signifikan, terutama untuk karet dan bahan mentah yang terkait dengan minyak dunia.
Dengan kontribusi keduanya sebesar 48% terhadap total biaya produksi per September 2009, faktor kurs mau tidak mau menjadi salah satu variabel penting yang memengaruhi kinerja Gajah Tunggal.
Bisnis mencatat tren rupiah naik sepanjang tahun berjalan, sehingga mata uang itu sempat menyentuh level Rp8.998 pada awal bulan ini. “Penguatan rupiah juga mendorong margin laba perseroan, mengingat 75% biaya produksi Gajah Tunggal dicatatkan dalam dolar Amerika Serikat (AS),” ujar Indra.
Meski harga karet dunia berpotensi naik tahun ini yang akan mendorong kenaikan rerata bahan mentah sebesar 21% tahun ini, namun Indra yakin margin Gajah Tunggal masih tinggi. Sejak September 2009, harga karet telah pulih secara signifikan dan mendorong Danareksa mempertahankan estimasi margin kotor 2010 sebesar 16,6%.
Emiten ban itu diyakini masih bisa mengalihkan kenaikan biaya material kepada pelanggan, meski ada jeda waktu enam bulan antara pembelian bahan baku dengan penjualan ke pasar ekspor.
Lihat saja angka penjualan ban roda empat yang naik pada dua bulan pertama 2010, sebesar 53,3% secara tahunan menjadi 7,9 juta, karena pemulihan kondisi ekonomi domestik. Danareksa menaikkan estimasi volume penjualan Gajah Tunggal untuk ban radial dan biasa sebesar 15,2%-4,8% pada 2010.
“Secara keseluruhan, kami memperkirakan penjualan ban akan tumbuh 18,2% pada tahun ini,” paparnya.
Menyusul pengumuman kinerja 2009, Indra menimbang ulang strategi perseroan dan berujung pada kesimpulan menarik. Menurut dia, margin perseroan membaik dan masih ada ruang bagi perseroan melanjutkan pertumbuhan bisnis dengan margin tinggi.
“Ini mendorong kami menaikkan estimasi margin kotor menjadi 17,9% untuk 2010, didukung komitmen Gajah Tunggal memperkuat penjualan melalui 12 outlet Carrefour dan 31 outlet TireZone,” ujarnya.
Per Desember 2009, EBITDA emiten bank ini mencapai Rp1,5 triliun atau 27% di atas ekspektasi broker pelat merah tersebut. Margin kotor tercatat masih tinggi yakni 23%, menyusul rendahnya harga bahan mentah.
Indra memperkirakan penjualan akan tumbuh per tahun rata-rata 17% pada 2010-2011, karena pasar domestik yang besar. Pada 2012, 2013 dan 2014, dia memperkirakan pertumbuhan penjualan sebesar 9%, menjadi 9%, dan selanjutnya 7%.
“Kami memperkirakan pertumbuhan penjualan pada 2010-2011 sebesar 16%-19%, yang didukung keputusan Michelin menaikkan pesanan ban radial dari 2 juta unit pada 2009 menjadi 3 juta-5 juta pada 2010 dan 2011,” ujar Indra.
Berdasarkan pertumbuhan penjualan tersebut, dia yakini posisi gearing bersih Gajah Tunggal akan turun menjadi 24% pada 2014. Dikombinasikan dengan restrukturisasi utang, kloplah alasan untuk membeli saham tersebut awal tahun ini.(arif gunawan S)
Comments