Multistrada, menepis efek negatif tsunami Jepang
Bergairahnya industri otomotif di pasar lokal dan global dinilai akan mendorong peningkatan laba bersih produsen ban PT Multistrada Arah Sarana Tbk meski sejumlah kendala berasal dari pabrikan Jepang.
Multistrada merupakan produsen ban yang lebih fokus ke pasar global, dengan volume penjualan sebesar 75% untuk ekspor yaitu a.l. ke kawasan Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah, AS, dan Afrika.
Sementara itu, sebesar 70% produksi ban mobil dan sepeda motor Multistrada digunakan untuk ban pengganti dan sisanya diantara lain untuk dikirim ke pabrikan mobil (original equipment manufacturer/OEM).
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dalam risetnya per 3 Maret 2011 menyebutkan bahwa pasar ban akan terus bergairah seiring dengan pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor.
Berdasarkan data dari Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI), volume penjualan ban pada 2005 hingga 2010 tumbuh dengan rata-rata per tahun sebesar 5,52% dari 40,01 juta pada 2005 menjadi 49,6 juta pada 2010.
"Dengan mempertimbangkan tingkat inflasi, kebijakan pajak, dan kenaikan Biaya Balik Nama [BBN], kami percaya industri ban dapat tumbuh pada level moderat sebesar 10% pada 2011," jelas analis Pefindo Wetty Wahyuni.
Multistrada berdasarkan peta jalan pengembangan perusahaan saat ini juga tengah mencanangkan penambahan kapasitas produksi hingga 28.500 unit ban mobil per hari. Ekspansi itu direncanakan selesai pada akhir semester I.
Pada 2010, Multistrada membukukan penjualan sebesar Rp2 triliun atau tumbuh 19% dari periode yang sama pada 2009 Rp1,7 triliun. Pieter Tanuri, Presiden Direktur Multistrada mengatakan kinerja itu menunjukkan perseroan mampu mencapai target pertumbuhan yang dicanangkan pada awal 2010.
"Pertumbuhan ekonomi secara makro masih bagus, meski dari sisi supply yakni pasokan karet sempat terganggu karena faktor cuaca. Hal ini berimbas pada kenaikkan harga bahan baku namun, secara umum masih positif berkat tingginya permintaan di sektor otomotif baik untuk ban OEM maupun replacement," kata Pieter Tanuri, baru-baru ini.
Pertumbuhan penjualan emiten dengan kode MASA itu selama 2010 didorong oleh meningkatnya penjualan ekspor dan domestik. Penjualan ekspor mengontribusikan 73%, atau mencapai Rp1,47 triliun terhadap total penjualan perseroan.
Penjualan ekspor tersebut tumbuh 12% dibandingkan dengan 2009. Sisanya 27% berasal dari penjualan domesik, atau mencapai Rp535 miliar, yang tumbuh 43% dibandingkan dengan 2009.
"Pada tahun ini, MASA menargetkan pertumbuhan solid untuk penjualan, yakni mencapai 50%, atau menembus Rp3,15 triliun. Hal ini didorong oleh peningkatan kapasitas produksi perseroan yang akan rampung pada semester II mendatang," kata Pieter.
Pada Desember 2010, perseroan telah menyelesaikan ekspansi tahap I-nya dengan pabrik baru yang memproduksi 22.500 unit ban mobil penumpang/hari dan 16.000 unit ban motor/hari.
Saat ini, Multistrada dalam tahap ekspansi tahap II-nya dengan pabrik baru yang akan memproduksi 28.500 unit ban mobil penumpang/hari dan 16.000 unit ban motor/hari. Pabrik tahap II ini akan selesai pada semester II/2011.
Untuk proyek ekspansi tersebut, Perseroan telah memperoleh fasilitas pinjaman investasi dan modal kerja dari sindikasi (CIMB Niaga, HSBC,BII) dan Unicredit AG, Jerman sebesar US$185 juta, yang sebagian telah direalisasikan pada 2010 senilai US$38 juta dan sisanya sebesar US$147 juta akan dicairkan tahun ini.
Dari sisi laba, laba kotor MASA tumbuh 18% menjadi Rp 436 miliar pada 2010, dibandingkan dengan periode yang sama 2009 yakni Rp371 miliar. Sedangkan Laba usaha naik 11% dari Rp231 miliar pada 2009 menjadi Rp257 miliar pada 2010.
Sementara itu laba bersih tercatat senilai Rp176 miliar atau berada di atas target laba bersih yang dicanangkan pada awal 2010 yakni Rp170 miliar. "Pada tahun ini MASA menargetkan pertumbuhan laba bersih akan mencapai 41%, atau mencapai Rp240 miliar." papar Pieter.
Pertumbuhan laba bersih ini akan ditopang oleh solidnya pertumbuhan penjualan oleh perusahaan pada 2011. Perusahaan juga akan mendorong kinerja labanya dengan mempertahankan kinerja margin secara berkelanjutan.
Pertumbuhan laba kotor 2010 mencapai 18%, ditopang oleh kemampuan perseroan untuk mempertahankan kinerja margin kotornya. Meski harga karet alam menunjukkan peningkatan, sepanjang 2010 MASA mampu mempertahankan margin kotornya pada level 21,7%.
"Kami juga menargetkan ekspor ban ke 100 negara pada 2011. Bahkan, awal tahun ini kami telah berhasil membuka pasar ekspor ke Brazil dan salah satu negara Eropa. Kota Shanghai, China merupakan tujuan ekspor kami berikutnya." ujar Pieter.
Hingga kuartal I/2011 ketakutan tersendatnya produksi mobil akibat krisis Jepang -yang dikhawatirkan juga mengganggu pasar ban- masih belum berdampak signifikan, ditandai dengan raihan laba Multistrada sebesar Rp65 miliar, naik 20% dari kuartal I/2010 Rp54,97 miliar.
Namun, pada pertengahan tahun ini produsen ban termasuk Multistrada juga tetap patut khawatir akan bisnisnya karena dampak krisis produksi mobil global yang dipicu tersendatnya pasokan komponen dari Jepang ke seluruh negara produsen kendaraan roda empat.
Raksasa otomotif nasional PT Astra International Tbk juga telah menyatakan bahwa volume produksi mobilnya akan turun 15%.
Wetty mengatakan dampak dari krisis di Jepang hanya berlangsung beberapa bulan saja, dan efeknya tidak akan signifikan terhadap kinerja Multistrada.
"Itu karena pembelian ban pada tahun ini kontraknya sudah dilakukan jauh-jauh hari. Sehingga krisis di Jepang juga tidak akan berdampak banyak terhadap perusahaan ban," paparnya.
Wetty juga mencatat keseriusan Multistrada untuk semakin menajamkan penetrasinya di pasar ban lokal maupun global ditandai dengan rencana perseroan mendirikan anak usaha yang bergerak dalam industri karet dan pengolahan karet remah, untuk memastikan ketersediaan bahan baku ban.
Rencana ekspansi ini diperkirakan membutuhkan dana sekitar US$150 juta, dimana sebesar US$50 juta akan digunakan untuk meningkatkan belanja modal dan US$100 juta untuk pembangunan pabrik.
Industri ban memang sektor yang relatif mengekor terhadap kondisi industri otomotif. Jika seperti saat ini, dimana penjualan kendaraan roda empat atau roda dua cukup menggeliat terutama di negara berkembang, industri ban juga akan mengalami hikmahnya.
Namun, saat pasar otomotif sudah stagnan seperti yang terjadi di negara maju, industri ban pun akan mengalami dampaknya. Meskipun kebutuhan akan ban pengganti tidak pernah habis.
(raydion.subiantoro@bisnis.co.id/fahmi.achmad@bisnis.co.id)
(Artikel ini terbit di Bisnis Indonesia edisi 18 Mei 2011)
Comments