Edukasi mantap, unit-linked melonjak
26 Oktober 2007
Oleh Fahmi Achmad
Wartawan Bisnis Indonesia
Edukasi mantap, unit-linked melonjak
Keran penjualan unit-linked baru terbuka lebar dalam lima tahun terakhir namun perkembangannya meningkat cukup signifikan seiring minat masyarakat mencari lahan investasi baru selain bank.
produk proteksi berbalut investasi ini turut memberikan kontribusi penting dalam mendukung kinerja asuransi jiwa secara industri di awal tahun ini. Perolehan premi asuransi jiwa pada triwulan I/2007 tumbuh 62% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni dari Rp5,35 triliun menjadi Rp8,65 triliun.
Tingginya minat pemegang polis terhadap produk unit-linked terlihat dari besaran kontribusi terhadap premi bisnis baru, yang mencapai Rp2,1 triliun, sebanding dengan 46% dari total pendapatan premi bisnis baru individual.
Salah satu tertanggung, sebut saja Purwoko, mengaku dirinya tertarik membeli produk unit-linked karena tergiur pencapaian tingkat pengembalian investasinya. “Awalnya hanya ingin asuransi [proteksi] semata tetapi daripada dananya menganggur dan hanya jadi simpanan kenapa tidak diinvestasikan dan hasilnya katanya lebih besar,” ujar dia.
Orang semacam Purwoko ini semula tak paham apa itu unit-linked, tetapi edukasi dan kerja keras pemetaan profil tertanggung dari agen, cukup membantu munculnya calon tertanggung baru lainnya.
Unit-linked seakan menjadi primadona baru menggeser produk tradisional. Meskipun begitu, bagi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), produk proteksi tradisional tetap dominan sebesar 70%.
Gejala mewabahnya unit-linked membuat banyak perusahaan asuransi jiwa mulai menata portofolionya dengan jualan produk berbau investasi. Contoh mudah terlihat dari Pudential yang 90% preminya bersumber dari unit-linked.
Asuransi asal Inggris ini bahkan aktif mempromosikan produknya. Lain lagi dengan AIA yang menggenjot premi dari unit linked syariah hingga Rp200 miliar, begitu juga dengan saudaranya AIG Life yang kini posisinya langsung di bawah Prudential sebagai pemimpin pangsa pasar unit-linked.
Selain inovasi produk yang dikombinasikan, perusahaan asuransi juga memperluas kanal distribusinya dengan perusahaan sekuritas maupun perbankan, yang sering disebut bancassurance.
Bank Mandiri misalnya, dengan AXA Mandiri Financial Services yang kinerja unit-linkednya per semester I 2007 menyumbangkan Rp727 miliar atau 97,57% dari total premi.
Bank lainnya seperti BNI dengan BNI Life, ataupun Bank NISP dengan Great Eastern Life Indonesia juga memanfaatkan produk unit-linked sebagai sarana mencari fee based income.
Di sisi lain, gejolak reksadana dua tahun lalu sempat menjadi kekhawatiran sendiri bagi asuransi jiwa maupun bank agar tidak terjadi penarikan dana masyarakat besar-besaran (redemption).
Maklum saja, karakteristik investor di Tanah Air mudah panik dan tidak mau rugi, sehingga bisa menarik dananya sewaktu-waktu sesuai situasi pasar.
Apalagi ditambah minimnya sosialisasi dan edukasi membuat banyak nasabah hanya ingin untung semata, tanpa memikirkan risiko kehilangan dana investasi. Berbeda dengan produk kemasan (produk fund), unit-linked memiliki karakter risiko ditanggung nasabah. Hal itu tak banyak disadari masyarakat.
Makanya, para pemangku kepentingan industri pun memikirkan perlunya program edukasi khusus masyarakat sementara tenaga pemasar produk ini pun agar memperoleh sertifikasi khusus, agar tak gagap menghadapi klien.
Rasanya persiapan kualitas sumber daya manusia yang matang berkualitas ditambah booming pasar modal menjadi berkah tersendiri bagi perusahaan asuransi jiwa mengeruk premi unit-linked.
Oleh Fahmi Achmad
Wartawan Bisnis Indonesia
Edukasi mantap, unit-linked melonjak
Keran penjualan unit-linked baru terbuka lebar dalam lima tahun terakhir namun perkembangannya meningkat cukup signifikan seiring minat masyarakat mencari lahan investasi baru selain bank.
produk proteksi berbalut investasi ini turut memberikan kontribusi penting dalam mendukung kinerja asuransi jiwa secara industri di awal tahun ini. Perolehan premi asuransi jiwa pada triwulan I/2007 tumbuh 62% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni dari Rp5,35 triliun menjadi Rp8,65 triliun.
Tingginya minat pemegang polis terhadap produk unit-linked terlihat dari besaran kontribusi terhadap premi bisnis baru, yang mencapai Rp2,1 triliun, sebanding dengan 46% dari total pendapatan premi bisnis baru individual.
Salah satu tertanggung, sebut saja Purwoko, mengaku dirinya tertarik membeli produk unit-linked karena tergiur pencapaian tingkat pengembalian investasinya. “Awalnya hanya ingin asuransi [proteksi] semata tetapi daripada dananya menganggur dan hanya jadi simpanan kenapa tidak diinvestasikan dan hasilnya katanya lebih besar,” ujar dia.
Orang semacam Purwoko ini semula tak paham apa itu unit-linked, tetapi edukasi dan kerja keras pemetaan profil tertanggung dari agen, cukup membantu munculnya calon tertanggung baru lainnya.
Unit-linked seakan menjadi primadona baru menggeser produk tradisional. Meskipun begitu, bagi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), produk proteksi tradisional tetap dominan sebesar 70%.
Gejala mewabahnya unit-linked membuat banyak perusahaan asuransi jiwa mulai menata portofolionya dengan jualan produk berbau investasi. Contoh mudah terlihat dari Pudential yang 90% preminya bersumber dari unit-linked.
Asuransi asal Inggris ini bahkan aktif mempromosikan produknya. Lain lagi dengan AIA yang menggenjot premi dari unit linked syariah hingga Rp200 miliar, begitu juga dengan saudaranya AIG Life yang kini posisinya langsung di bawah Prudential sebagai pemimpin pangsa pasar unit-linked.
Selain inovasi produk yang dikombinasikan, perusahaan asuransi juga memperluas kanal distribusinya dengan perusahaan sekuritas maupun perbankan, yang sering disebut bancassurance.
Bank Mandiri misalnya, dengan AXA Mandiri Financial Services yang kinerja unit-linkednya per semester I 2007 menyumbangkan Rp727 miliar atau 97,57% dari total premi.
Bank lainnya seperti BNI dengan BNI Life, ataupun Bank NISP dengan Great Eastern Life Indonesia juga memanfaatkan produk unit-linked sebagai sarana mencari fee based income.
Di sisi lain, gejolak reksadana dua tahun lalu sempat menjadi kekhawatiran sendiri bagi asuransi jiwa maupun bank agar tidak terjadi penarikan dana masyarakat besar-besaran (redemption).
Maklum saja, karakteristik investor di Tanah Air mudah panik dan tidak mau rugi, sehingga bisa menarik dananya sewaktu-waktu sesuai situasi pasar.
Apalagi ditambah minimnya sosialisasi dan edukasi membuat banyak nasabah hanya ingin untung semata, tanpa memikirkan risiko kehilangan dana investasi. Berbeda dengan produk kemasan (produk fund), unit-linked memiliki karakter risiko ditanggung nasabah. Hal itu tak banyak disadari masyarakat.
Makanya, para pemangku kepentingan industri pun memikirkan perlunya program edukasi khusus masyarakat sementara tenaga pemasar produk ini pun agar memperoleh sertifikasi khusus, agar tak gagap menghadapi klien.
Rasanya persiapan kualitas sumber daya manusia yang matang berkualitas ditambah booming pasar modal menjadi berkah tersendiri bagi perusahaan asuransi jiwa mengeruk premi unit-linked.
Comments