Korporasi DGIK Jadi Tersangka, Bagaimana Nasib Investor Ritel Minoritas?

Hari ini, Rabu 19 Juni 2017, di grup Whatsapp banyak investor pribadi yang saya ikuti, lagi seru membahas mengenai pengenaan status tersangka kepada perusahaan pada akhir pekan lalu.


Sekadar tahu saja, grup WA ini benar-benar para investor dan pemain saham yang sangat aktif di bursa saham. Portofolio mereka bejibun. Bahkan kalau anda pernah dengar ada nama Loh Kheng Hong, investor saham yang sering disebut sebagai Warren Buffet dari Indonesia.

Nah kali ini topik pembahasan mereka adalah keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat PT Duta Graha Indah, yang kini bernama PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk., sebagai tersangka korporasi pertama yang ditangani lembaga antirasuah tersebut. Ini merupakan sejarah baru bagi KPK

Status tersebut terungkap dari undangan pemeriksaan mantan komisarisnya, Sandiaga Uno, Jumat (14/7).

Surat tersebut berbunyi pemanggilan terhadap Sandiaga, untuk didengar keterangannya sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan pembangunan RS Udayana tahun 2009-2010, yang dilakukan oleh tersangka PT Duta Graha Indah yang berubah menjadi PT Nusa Konstruksi Engineering Tbk (DGIK).

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut penetapan tersangka DGIK sebagai tersangka korporasi adalah sejarah baru bagi KPK. Dengan demikian, babak baru penanganan pidana korporasi di KPK dimulai.

Syarif menyebut korporasi yang menjadi tersangka sebenarnya bukanlah hal baru dalam ranah hukum di Indonesia. Menurut Syarif, kejaksaan pun pernah melakukannya.

"Ini sebenarnya bukan hal yang baru karena di kejaksaan sudah ada 2 perusahaan yang terkena pidana korupsi. KPK akan mulai, ini juga sekaligus juga implementasi dari Peraturan Mahkamah Agung tentang tanggung jawab pidana korporasi," ujar Syarif, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).

https://news.detik.com/berita/d-3560617/pt-dgi-tersangka-korporasi-pimpinan-kpk-ini-sejarah-baru

pengenaan pasal pidana terhadap korporasi pernah dialami PT Giri Jaladhi Wana dalam kasus korupsi pasar sentral Antasari di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tahun 2010.

PT Giri dihukum denda Rp 1,3 miliar dan pembekuan operasional selama 6 bulan. Selain itu, dua direkturnya juga turut dihukum."

Penetapan tersangka korporasi itu didasari aturan yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016. Dalam Perma itu, hakim menyatakan korporasi melakukan kesalahan yang dapat dipidana, bilamana:

1. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi.
2. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.
3. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar, dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

Dalam Perma itu, subjek hukumnya adalah korporasi dan pengurus korporasi. Lalu, bagaimana tingkatan hukumannya? Perma tersebut memberikan beberapa tingkatan hukuman, yaitu:

1. Denda kepada korporasi.
2. Bila korporasi tidak membayar denda, asetnya dapat disita dan dirampas.
3. Denda kepada pengurus korporasi.
4. Bila pengurus korporasi tidak membayar denda, diganti dengan kurungan penjara secara proporsional.

Dalam Perma No 13 Tahun 2016 itu juga diatur seluruh proses eksekusi dijalankan sesuai dengan KUHAP. Adapun untuk perampasan barang bukti, sesuai dengan KUHAP, dikelola Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan).

Nah bagi warga grup WA yang berisi investor aktif tersebut, mereka sebenarnya tak peduli dengan detail kasus tersebut.

Layaknya investor saham sejati, yang membuat mereka concern adalah bagaimana nasib para pemegang saham dari korporasi yang terkena kasus hukum seperti DGIK itu?

Ada warga grup yang berpendapat segala tindakan yang berkaitan dengan corporate values. SOP, corporate conducts adalah produk dan tanggung jawab manajemen, perusahaan adalah benda mati.

“Pemegang saham yang tidak tahu menahu adalah KORBAN, yang kini dikorbankan kembali atas nama hukum dan keadilan.”

Apalagi, bila mencontoh dari kasus yang menjerat DGIK adalah kasus hukum 2011.

“Dalam keterbukaan informasi emiten baik yang ada dalam LK dan Anual Report (2013 -2016) tidak ada disebutkan kasus hukum dan ini yang dijadikan informasi bagi investor. Kejadian ini tentu merugikan investor, tanpa memandang negatif KPK, tentu harus ada perlakuan (tata cara) khusus untuk perusahaan berstatus Tbk.

“Tanggal 11 surat diterima Emiten, tgl 14 sore berita masuk ke pasar itu juga melalui surat pemanggilan Sandiaga Uno. Bukan surat yg dikirim KPK ke Emiten,”

Ada juga yang coba menjelaskan dengan perspektif yang lebih luas.

Menurut dia, mayoritas perusahaan publik yang tercatat di BEI memiliki pemegang saham mayoritas (pengendali).

Dari 500 emiten dii BEI, sekitar 70% merupakan family controlled firms di BEI. Sisanya controlled by state. Sedikit yang termasuk kategori widely held companies (tidak punya majority shareholders). Mereka (majority/controlling shareholders) biasanya menjabat direksi dan komisaris.

Nah, asumsinya, para pemegang saham minoritas atau retail investor tidak "tidak tahu menahu" dan "menjadi korban".

Namun, ada juga warga grup yang berpendapat minority shareholders tetap merupakan bagian dari pemilik perusahaan sehingga harus ikut bertanggung jawab.

“Sama seperti ketika perusahaan dapat cuan, semua shareholders menikmati,”

“Salah satu masalah utama Corporate governance di Indonesia adalah majority/controlling SH bisa mengekspropriasi minority/non controlling shareholders.”

Ada juga yang menambahkan perspektif lain;

“Kalau RUPS adalah hukum tertinggi sebuah perusahaan... maka ketika RUPS ada pergantian direksi.. maka direksi dan komisaris yang digantikan sudah dibebastugaskan dari semua kewajiban pertanggungjawaban finansial dan kebijakan perusahaan.”


Nah, diskusi ini memang agak sulit mencapai konklusi karena mereka warga grup bukanlah pakar hukum.

Namun, bagi DGIK, hak jawab juga harus diberikan.

Sekretaris Perusahaan Nusa Konstruksi Djohan Halim permasalahan yang dialami perseroan pada saat ini adalah adanya penetapan perusahaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Udayana.

"Adapun proyek tersebut adalah proyek yang dikerjakan perseroan pada 2009-2010. Perseroan telah menyelesaikan proyek tersebut sesuai kontrak dan saat ini gedung tersebut juga telah digunakan sebagaimana mestinya," papar Djohan dalam salinan surat kepada BEI.

Sesuai dengan pemberitaan saat ini terkait proyek tersebut, lanjut Djohan, KPK juga tengah melakukan pemeriksaan pada perseroan. Menyikapi pemeriksaan ini, manajemen perseroan akan bersikap mendukung dan kooperatif kepada KPK guna mewujudkan iklim bisnis yang baik dan bersih di Indonesia.
Namun, di sisi lain, perseroan juga mengharapkan KPK maupun para pemangku kepentingan dapat menghormati asas praduga tak bersalah.

Djohan menambahkan dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Udayana, KPK telah memberikan status tersangka kepada pribadi Dudung Purwadi selaku mantan Direktur Utama perusahaan pada periode 2008-2011.

"Terkait status korporasi, perseroan telah menerima surat dari KPK pada tanggal 11 Juli 2017 di mana dalam surat tersebut perseroan langsung ditetapkan menjadi tersangka tanpa melalui proses sebagai saksi terlebih dahulu dalam kasus proyek tersebut," paparnya.

http://market.bisnis.com/read/20170719/192/672882/korupsi-korporasi-jadi-tersangka-kpk-ini-penjelasan-nusa-konstruksi-dgik


So, bagi saya, persoalan nasib pemegang saham minoritas di kasus DGIK ini tetaplah belum selesai dan belum jelas.

Apalagi BEI melakukan penghentian sementara perdagangan saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk. (DGIK) pada perdagangan hari ini, Selasa (14/2/2017).

http://market.bisnis.com/read/20170214/190/628632/bei-suspensi-saham-nusa-konstruksi-enjiniring-dgik


Ya sudah, kita tunggu saja kejelasan nasib para investor ritel di saham DGIK tersebut?

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh