Belanja pemain 2011 & financial fair play
Libur musim panas di Eropa tahun ini sepertinya akan diwarnai dengan bursa transfer pemain yang menarik dibandingkan dengan sebelumnya. Kejelian manager pelatih, direktur sport hingga kekuatan dana bisa jadi penentu sukses musim depan.
Bagi Arsene Wenger, orang Prancis yang menjadi pelatih Arsenal (klub asal Inggris), musim transfer tahun ini bisa menjadi ajang jor-joran bagi klub untuk membeli pemain bagus dengan harga selangit.
Musim depan mungkin tak lagi langit menjadi batas bagi klub dalam pembelian pemain dengan harga tinggi. Apa pasal? Aturan financial fair play yang dirilis UEFA menjadi pembatas baru bagi klub dalam merogoh koceknya dalam-dalam.
“Tahun depan kita semua akan melihat pengenalan sistem financial fair play, yang akan membatasi transfer-transfer besar,” kata Wenger di situs Goal.com.
Adalah orang Prancis lainnya, Michel Platini yang menggagas regulasi pengaturan finansial klub tersebut. Platini sang legenda sepak bola Prancis kini adalah bos besar UEFA.
Aturan financial fair play itu mencegah klub mengeluarkan dana berlebihan dan gaji yang terlalu tinggi kepada pemain sehingga klub tak lagi besar pasak dari pada tiang.
UEFA akan menerapkan aturan itu dalam tiga tahap.
Pada periode 2011-2014, klub dibatasi memiliki defisit neraca keuangan maksimal 45 juta euro. Tahap kedua 2014-2017, maksimal defisit ditekan menjadi 30 juta euro.
Pada tahap kedua, klub akan diwajibkan membereskan semua kerugian dengan cara peningkatan modal atau donasi dan tidak diperkenankan melalui cara pinjaman.
Mulai tahap ketiga 2017-2018, klub hanya bisa mengeluarkan uang jika mendapatkan pemasukan yang menguntungkan.
Namanya juga defisit, tentu ada pengecualian. UEFA membolehkan anggaran meluber untuk pembangunan stadion baru atau renovasi dan juga investasi kepada sektor pemain muda.
Kebijakan pengecualian tersebut dibuat karena adanya pertimbangan stadion dan pemain muda merupakan katalis yang prospektif bagi pengelolaan klub yang sehat. Bagaimana kalau aturan itu tak ditaati? Sanksi dari UEFA bukanlah hal yang mudah dinegosiasikan.
Ketegasan itu pula yang membuat kepatuhan menjadi hal yang mutlak baik bagi klub besar, kecil, kaya, miskin ataupun klub semenjana. Klub yang biasanya irit dan hemat pun mulai berpikir dua kali pada musim transfer kali ini.
Di Inggris, Manchester United (MU) misalnya, pada Juni ini tampak sibuk beraktivitas di bursa transfer meskipun rival utama seperti Arsenal dan Liverpool masih adem ayem. Bahkan Chelsea pun belum jua memilih pelatih pengganti Carlo Ancelotti.
Padahal klub-klub Liga Inggris sejak beberapa tahun terakhir dikenal sebagai klub yang sangat aktif membeli pemain mahal. Musim lalu, mereka menghamburkan 270 juta pound untuk membeli pemain. Seorang Fernando Torres (striker Spanyol) bahkan dibeli Chelsea dari Liverpool dengan harga 50 juta pound.
Harian The Mail on Sunday melaporkan keuangan MU akan mencapai puncaknya, dengan suplai dana sebesar 170 juta pound, dan dana ini menjadi program belanja terbesar yang pernah dimiliki klub yang bermarkas Old Trafford tersebut.
Sejak dibekuk Barcelona di dua final Liga Champions dalam 3 tahun terakhir, MU kini berbenah secara drastis. Musim lalu, Setan Merah adalah klub yang pelit membeli pemain mahal.
Kini, Alex Ferguson, sang manajer MU, telah mendapatkan Phil Jones salah satu calon bintang Inggris dari Blackburn seharga 16,5 juta pound (Rp230 miliar). Ferguson masih berusaha mendapatkan tanda tangan David de Gea (Atletico Madrid), Ashley Young (Aston Villa), Wesley Sneijder (Inter Milan).
Direktur MU David Gill bahkan dikabarkan siap membayar 27 juta euro atau sekitar Rp327 miliar untuk membeli Alexis Sanchez dari Udinese, klub Italia yang dimiliki Gino Pozzo.
Aktivitas transfer di liga Eropa lainnya seperti Spanyol, Jerman, Italia dan Prancis juga marak meskipun secara nominal kelihatannya tak bisa menyaingi rata-rata pengeluaran tim Inggris yang dimiliki para miliarder dunia.
Mungkin pula musim transfer kali ini menjadi ajang bagi para agen mengatrol banderol para pemainnya. Namanya juga usaha, mungkin saja beruntung, dan kadang juga buntung. (fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Comments