Direksi Jamsostek…hmmm
Direksi Jamsostek…hmmm
SMS itu bikin adrenalin terpompa, setidaknya bagi pemangsa berita seperti saya dan teman-teman lainnya. “Pk 4 nanti pelantikan 3 dir baru Jmstk, lt 21 Kement BUMN” demikian pesan singkat di HP saya dari dari Hotbonar Sinaga, Dirut Jamostek pada 19 Desember pukul 14:10 wib.
Jamsostek, nama perusahaan yang dulu adalah Astek seakan membuat saya harus menulis note singkat tentangnya. Dalam lima tahun terakhir, sudah tiga dirut yang memimpin lembaga pengelola dana pekerja itu.
Maklum saja, setidaknya bagi saya, Jamsostek mirip dengan Bulog,… siapapun yang duduk di sana pasti mersakan kursi panas… nuansa politik tak akan pernah lepas dari lembaga milik negara tersebut.
Sudah banyak kasus.. entah murni atau tidak menjadikan direksi Bulog maupun Jamsostek harus berurusan dengan hotel prodeo.
Saya kenal direktur utama Ahmad Djunaidi beberapa tahun silam. Saat itu, kalau tidak salah akhir 2003, saya harus meliput peresmian puskesmas di dekat Tugu Tani… jam 8 pagi saya sudah standby di rumah sakit itu… satu-satunya nyamuk pers yang hadir…. Gila bo… rajin amir….
Kala itu, Junaidi tiba pukul 9.15 dia turun dari mobil dan diikuti wanita cantik.. Busyeett cakep benar….saya kira sekretarisnya… alamak itu nyonya Junaidi… dia meresmikan itu puskesmas sambil melepaskan balon-balon warna-warni seperti rona mukanya.
Djunaidi, pria kelahiran 12 Juni 1943 di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Yang pernah mendapatkan bimbingan Umar Wirahadikusumah, dan Bas Suebu, ini justru terganjal kasus investasi medium term notes (MTN) seniali Rp311 miliar.
Dia bersama Direktur Investasi Andy Rahman Alamsyah kena hukuman pidana korupsi untuk pembelian MTN dari PT Dahana (Rp97,8 miliar), PT Sapta Pranajaya (Rp100 miliar), PT Surya Indo Pradana (Rp80 miliar), dan PT Volgren (Rp33,2 miliar).
Dari MTN pada PT Dahana diperoleh pengembalian sebesar Rp53 miliar, PT Surya sebesar Rp41 miliar, sedangkan PT Sapta dan PT Volgren belum dilunasi baik pokok maupun bunga masing-masing sebesar Rp116 miliar dan Rp49 miliar.
Saya pernah dapat surat dari Djunaidi yang ditulis katanya dari penjara… entah benar atau tidak… tak paham saya.
Lalu, pada awal Maret 2005, Iwan Prijono Pontjowinoto datang ke kantor Bisnis Indonesia, kami ngobrol sore itu. Iwan mantan dirut Dana Reksa pun menjabarkan peta calon direksi BUMN.. nyatanya.. dia melalui surat keputusan Meneg BUMN No. KEP 17/MBU/2005 tertanggal 1 April 2005, menjadi Dirut Jamsostek.
Iwan didapuk menjadi bos Jamsostek bersama, salah satu orang yang saya nilai baik dari Bank Syariah Mandiri…Iskandar Z Rangkuti menggantikan direktur investasi sebelumnya Samuel (Samy) Tobing. Kini Rangkuti jadi salah satu direktur di Bulog.
Reaksi pertama terhadap Iwan muncul ketika ada rencana mengubah pengelolaaan Jamsostek ke arah syariah. Serikat pekerja menolak keras…. Saya tertawa karena berita itu saya lansir duluan 7 Maret 2005. puas ngalahin koran lain.
Gaya yang disebut orang Megalomania membuat Iwan menuai banyak protes. Penolakan karyawan dan direksi Jamsostek terus merebak. Iwan memang bukan "orang dalam" Jamsostek. Alumnus Institut Teknologi Bandung (1978) ini 11 tahun bekerja di IBM, enam tahun di Lippo, Direktur PT Danareksa, dan aktif di pelbagai organisasi keislaman.
Inilah yang mendekatkannya dengan Menteri Negara BUMN Sugiharto, yang aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan PPP. Dalam susunan pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Sugiharto menjadi Ketua Dewan Penasihat dan Iwan Ketua Dewan Pakar.
Naun, disharmoni dengan dewan komisaris menjadi pemicu rontoknya kekuasaan Iwan di Jamsostek. Pertengahan Februari 2007, Sugiharto terpaksa meneken surat pergantian Iwan Pontjowinoto.. lengser keprabon karena friksi dan kasus korupsi.
Tak jauh dari MES, Hotbonar Sinaga pun menjadi bos di Menara Jamsostek.pria kelahiran Cipanas, Jawa Barat, 20 Mei 1949, diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: KEP-15/MBU/2007 tanggal 16 Februari 2007.
Haji Hotbonar Sinaga, anak didik Julius Tahija ini, mengecap pendidikan Non Degree-Shipping (Professional Shipping Management) Norwegian Shipping Academy, Insurance Broking (Certified Indonesian Ins. & Reinsurance Brokers) & APAI (Ahli Pialang Asuransi Indonesia) ABAI, Jakarta, dan Perencanaan Keuangan ChFC (Chartered Financial Consultant) The American College & Singapore College of Insurance.
Karirnya dimulai sebagai Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Program Sarjana Strata 1 dan Magister management. Kemudian menjabat Direktur Utama PT. Asuransi Berdikari. Lalu menjabat Komisaris Independen di beberapa perusahaan: PT. Asia Pratama General Insurance, PT. Sarana Proteksi Broker Asuransi, PT. Sinar Mas Multi Artha Tbk., PT. Asuransi Sinar Mas, PT. Asuransi Eka Life, PT.Asuransi Mega Life. Komisaris Utama PT.Mitra Finansial Wicaksana. Komite Audit: PT.Pindo Deli, PT. Lontar Papirus Pulp & Paper.
Selain itu Hotbonar juga aktif sebagai pengamat dan pakar asuransi, dosen Asuransi dan Manajemen Risiko FEUI, Dewan Penasihat Financial Planning Association Indonesia (FPAI), Anggota Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti, dan Anggota Dewan Penasihat Indonesian Risk Professional Association (IRPA).
Lengkap sudah CV Hotbonar di asuransi. Suatu hari di depan Komisi IX dan XI DPR satu setengah tahun lalu, Hotbonar menantang saya bertaruh… Muliaman dan Budi Mulya jadi Deputi Gubernur BI…. Hmmm hasilnya ternyata seri. Muliaman memang gol.. dan sekarang juga jadi ketua umum MES.
Hotbonar memang bos yang akrab dengan wartawan. Pernah hari masih setengah enam pagi, ada SMS masuk dari dia tentang pemberitaan di Bisnis.. mulai dari soal berita sampai caption foto… luar biasa pak haji ini.
Menjelang tutup tahun ini, Hotbonar kembali mengirim berita soal pergantian di Jamsostek. Gudang uang beraset Rp60 triliun ini kembali digoyang isu rombak manajemen.
Tak salah, SMS Hotbonar menjadi undangan pelantikan Elvyn G Masassya (mantan Direktur Bank Permata dan corsec BNI) sebagai Direktur Investasi menggantikan Indrasjwari K.S. Kartakusuma, Karsanto (Grup Head Risk Manajement Bank BNI) sebagai Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko menggantikan Dewi Hanggraeni, dan Joko Sungkono (mantan Direktur Operasional Jamsostek 2002) sebagai Direktur Umum dan SDM menggantikan Rahmaniah Hasdiani.
Apa yang salah? Bayuwidagdo, mentor asuransi saya bilang, kali aja pergantian itu ada hubungan dengan pengamanan pemilu 2009… siapa tahu benar…. Hehehe.
Mari kita lihat soal kinerja.
Dari 172.444 perusahaan yang ikut jamsostek,masih ada 74.015 perusahaan peserta jaminan sosial tenaga kerja yang berstatus non aktif.
Penyakit klasik Jamsostek, tercatat jumlah tenaga kerja peserta Jamsostek yang non aktif (hingga September 2008) mencapai 17.928.925 orang atau 68,74% dari total peserta Jamsostek sebanyak 26.080.158 orang. Ngapain aja sih…?
Hingga Oktober 2008, karena penurunan indeks harga saham di pasar modal, Jamsostek mengalami unrealized loss (rugi yang tidak direalisasikan) sekitar Rp4,1 triliun. Potensi kerugian sebesar Rp4,1 triliun tersebut merupakan bagian dari jumlah investasi saham perseroan yang mencapai Rp7,3 triliun atau mencapai sekitar 12,3% dari total investasi sebesar Rp57,2 triliun.
Akibatnya, laba bersih 2008 diperkirakan hanya mencapai Rp932 miliar, lebih rendah dibanding laba bersih 2007 sebesar Rp998 miliar. Hmmmmm….
Tak perlu banyak cincong… saya jelas menanti berapa yield investasi buat dana karyawan. Ingatkan saya saat Januari harus membaca laporan tahunan iuran jamsostek yang diselipkan di gaji kita.
Salamfaa
SMS itu bikin adrenalin terpompa, setidaknya bagi pemangsa berita seperti saya dan teman-teman lainnya. “Pk 4 nanti pelantikan 3 dir baru Jmstk, lt 21 Kement BUMN” demikian pesan singkat di HP saya dari dari Hotbonar Sinaga, Dirut Jamostek pada 19 Desember pukul 14:10 wib.
Jamsostek, nama perusahaan yang dulu adalah Astek seakan membuat saya harus menulis note singkat tentangnya. Dalam lima tahun terakhir, sudah tiga dirut yang memimpin lembaga pengelola dana pekerja itu.
Maklum saja, setidaknya bagi saya, Jamsostek mirip dengan Bulog,… siapapun yang duduk di sana pasti mersakan kursi panas… nuansa politik tak akan pernah lepas dari lembaga milik negara tersebut.
Sudah banyak kasus.. entah murni atau tidak menjadikan direksi Bulog maupun Jamsostek harus berurusan dengan hotel prodeo.
Saya kenal direktur utama Ahmad Djunaidi beberapa tahun silam. Saat itu, kalau tidak salah akhir 2003, saya harus meliput peresmian puskesmas di dekat Tugu Tani… jam 8 pagi saya sudah standby di rumah sakit itu… satu-satunya nyamuk pers yang hadir…. Gila bo… rajin amir….
Kala itu, Junaidi tiba pukul 9.15 dia turun dari mobil dan diikuti wanita cantik.. Busyeett cakep benar….saya kira sekretarisnya… alamak itu nyonya Junaidi… dia meresmikan itu puskesmas sambil melepaskan balon-balon warna-warni seperti rona mukanya.
Djunaidi, pria kelahiran 12 Juni 1943 di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Yang pernah mendapatkan bimbingan Umar Wirahadikusumah, dan Bas Suebu, ini justru terganjal kasus investasi medium term notes (MTN) seniali Rp311 miliar.
Dia bersama Direktur Investasi Andy Rahman Alamsyah kena hukuman pidana korupsi untuk pembelian MTN dari PT Dahana (Rp97,8 miliar), PT Sapta Pranajaya (Rp100 miliar), PT Surya Indo Pradana (Rp80 miliar), dan PT Volgren (Rp33,2 miliar).
Dari MTN pada PT Dahana diperoleh pengembalian sebesar Rp53 miliar, PT Surya sebesar Rp41 miliar, sedangkan PT Sapta dan PT Volgren belum dilunasi baik pokok maupun bunga masing-masing sebesar Rp116 miliar dan Rp49 miliar.
Saya pernah dapat surat dari Djunaidi yang ditulis katanya dari penjara… entah benar atau tidak… tak paham saya.
Lalu, pada awal Maret 2005, Iwan Prijono Pontjowinoto datang ke kantor Bisnis Indonesia, kami ngobrol sore itu. Iwan mantan dirut Dana Reksa pun menjabarkan peta calon direksi BUMN.. nyatanya.. dia melalui surat keputusan Meneg BUMN No. KEP 17/MBU/2005 tertanggal 1 April 2005, menjadi Dirut Jamsostek.
Iwan didapuk menjadi bos Jamsostek bersama, salah satu orang yang saya nilai baik dari Bank Syariah Mandiri…Iskandar Z Rangkuti menggantikan direktur investasi sebelumnya Samuel (Samy) Tobing. Kini Rangkuti jadi salah satu direktur di Bulog.
Reaksi pertama terhadap Iwan muncul ketika ada rencana mengubah pengelolaaan Jamsostek ke arah syariah. Serikat pekerja menolak keras…. Saya tertawa karena berita itu saya lansir duluan 7 Maret 2005. puas ngalahin koran lain.
Gaya yang disebut orang Megalomania membuat Iwan menuai banyak protes. Penolakan karyawan dan direksi Jamsostek terus merebak. Iwan memang bukan "orang dalam" Jamsostek. Alumnus Institut Teknologi Bandung (1978) ini 11 tahun bekerja di IBM, enam tahun di Lippo, Direktur PT Danareksa, dan aktif di pelbagai organisasi keislaman.
Inilah yang mendekatkannya dengan Menteri Negara BUMN Sugiharto, yang aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan PPP. Dalam susunan pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Sugiharto menjadi Ketua Dewan Penasihat dan Iwan Ketua Dewan Pakar.
Naun, disharmoni dengan dewan komisaris menjadi pemicu rontoknya kekuasaan Iwan di Jamsostek. Pertengahan Februari 2007, Sugiharto terpaksa meneken surat pergantian Iwan Pontjowinoto.. lengser keprabon karena friksi dan kasus korupsi.
Tak jauh dari MES, Hotbonar Sinaga pun menjadi bos di Menara Jamsostek.pria kelahiran Cipanas, Jawa Barat, 20 Mei 1949, diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: KEP-15/MBU/2007 tanggal 16 Februari 2007.
Haji Hotbonar Sinaga, anak didik Julius Tahija ini, mengecap pendidikan Non Degree-Shipping (Professional Shipping Management) Norwegian Shipping Academy, Insurance Broking (Certified Indonesian Ins. & Reinsurance Brokers) & APAI (Ahli Pialang Asuransi Indonesia) ABAI, Jakarta, dan Perencanaan Keuangan ChFC (Chartered Financial Consultant) The American College & Singapore College of Insurance.
Karirnya dimulai sebagai Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Program Sarjana Strata 1 dan Magister management. Kemudian menjabat Direktur Utama PT. Asuransi Berdikari. Lalu menjabat Komisaris Independen di beberapa perusahaan: PT. Asia Pratama General Insurance, PT. Sarana Proteksi Broker Asuransi, PT. Sinar Mas Multi Artha Tbk., PT. Asuransi Sinar Mas, PT. Asuransi Eka Life, PT.Asuransi Mega Life. Komisaris Utama PT.Mitra Finansial Wicaksana. Komite Audit: PT.Pindo Deli, PT. Lontar Papirus Pulp & Paper.
Selain itu Hotbonar juga aktif sebagai pengamat dan pakar asuransi, dosen Asuransi dan Manajemen Risiko FEUI, Dewan Penasihat Financial Planning Association Indonesia (FPAI), Anggota Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti, dan Anggota Dewan Penasihat Indonesian Risk Professional Association (IRPA).
Lengkap sudah CV Hotbonar di asuransi. Suatu hari di depan Komisi IX dan XI DPR satu setengah tahun lalu, Hotbonar menantang saya bertaruh… Muliaman dan Budi Mulya jadi Deputi Gubernur BI…. Hmmm hasilnya ternyata seri. Muliaman memang gol.. dan sekarang juga jadi ketua umum MES.
Hotbonar memang bos yang akrab dengan wartawan. Pernah hari masih setengah enam pagi, ada SMS masuk dari dia tentang pemberitaan di Bisnis.. mulai dari soal berita sampai caption foto… luar biasa pak haji ini.
Menjelang tutup tahun ini, Hotbonar kembali mengirim berita soal pergantian di Jamsostek. Gudang uang beraset Rp60 triliun ini kembali digoyang isu rombak manajemen.
Tak salah, SMS Hotbonar menjadi undangan pelantikan Elvyn G Masassya (mantan Direktur Bank Permata dan corsec BNI) sebagai Direktur Investasi menggantikan Indrasjwari K.S. Kartakusuma, Karsanto (Grup Head Risk Manajement Bank BNI) sebagai Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko menggantikan Dewi Hanggraeni, dan Joko Sungkono (mantan Direktur Operasional Jamsostek 2002) sebagai Direktur Umum dan SDM menggantikan Rahmaniah Hasdiani.
Apa yang salah? Bayuwidagdo, mentor asuransi saya bilang, kali aja pergantian itu ada hubungan dengan pengamanan pemilu 2009… siapa tahu benar…. Hehehe.
Mari kita lihat soal kinerja.
Dari 172.444 perusahaan yang ikut jamsostek,masih ada 74.015 perusahaan peserta jaminan sosial tenaga kerja yang berstatus non aktif.
Penyakit klasik Jamsostek, tercatat jumlah tenaga kerja peserta Jamsostek yang non aktif (hingga September 2008) mencapai 17.928.925 orang atau 68,74% dari total peserta Jamsostek sebanyak 26.080.158 orang. Ngapain aja sih…?
Hingga Oktober 2008, karena penurunan indeks harga saham di pasar modal, Jamsostek mengalami unrealized loss (rugi yang tidak direalisasikan) sekitar Rp4,1 triliun. Potensi kerugian sebesar Rp4,1 triliun tersebut merupakan bagian dari jumlah investasi saham perseroan yang mencapai Rp7,3 triliun atau mencapai sekitar 12,3% dari total investasi sebesar Rp57,2 triliun.
Akibatnya, laba bersih 2008 diperkirakan hanya mencapai Rp932 miliar, lebih rendah dibanding laba bersih 2007 sebesar Rp998 miliar. Hmmmmm….
Tak perlu banyak cincong… saya jelas menanti berapa yield investasi buat dana karyawan. Ingatkan saya saat Januari harus membaca laporan tahunan iuran jamsostek yang diselipkan di gaji kita.
Salamfaa
Comments