Pindah ke IKN Nusantara, Aset Kementerian di Jakarta jadi Milik Siapa?


Pemanfaatan aset negara, atau yang dalam istilah legal disebut barang milik negara (BMN) baik dalam bentuk tetap maupun barang bergerak, sering menuai sengketa terkait dengan hak kepemilikan aset antara warga dan pemerintah. 

Bahkan, sengkarut pengelolaan BMN cukup banyak. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2022 yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat ada permasalahan dalam pengelolaan aset di 58 kementerian/lembaga dengan nilai temuan mencapai Rp36,53 triliun. 

Temuan paling banyak terhadap permasalahan aset tetap yang belum didukung dengan dokumen kepemilikan yakni senilai Rp24,8 triliun. Aset tetap itu dapat berbentuk tanah, bangunan, mesin, dan peralatan kendaraan lain. 

Temuan paling banyak berikutnya yakni menyangkut penatausahaan aset tetap yang tidak tertib dengan nilai Rp8,34 triliun.  

Dari sisi penataan aset tetap melalui sertifikat, BPK mencatat sebanyak 40.694 bidang tanah BMN sudah dilakukan sertifikat sepanjang 2022 yang terdiri dari 29.424 bidang tanah yang disertifikat dan 11.270 bidang tanah penuntasan tanah BMN yang Bersertifikat Belum Sesuai Ketentuan (BBSK). 

Sebenarnya nilai barang milik negara hasil inventarisasi dan penilaian Kembali yang dilakukan pemerintah sejak 2017, telah melonjak. Saat ini, nilai BMN sebesar Rp6.729,88 triliun dengan aset berupa tanah mendominasi sebesar Rp4.417,29 triliun. 

Namun, tentu saja masih banyak barang milik negara yang belum terdata dengan baik, sehingga pemanfaatan dan pengelolaannya pun belum memadai. 

Kelemahan regulasi menjadi salah satu factor yang membuat polemik pengelolaan aset di Indonesia semakin rumit diselesaikan. 

Padahal, mengacu kepada laporan kajian Sekretariat Kabinet yang dipublikasikan tahun lalu, terdapat sebanyak empat regulasi yang mengatur perihal pengelolaan aset negara yakni UU No. 1/ 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 

Kemudian PP No. 28/ 2020 tentang tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, serta Peraturan Presiden No. 32/2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur melalui Hak Pengelolaan Terbatas. 

Dalam empat beleid tersebut sebenarnya telah ada pedoman pengelolaan aset negara berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, dan kepastian nilai. 

Namun, regulasi yang ada masih tumpang-tindih dan tidak ada transparansi sehingga pengalihan dan pengelolaan aset negara begitu mudah tanpa pengawasan dan aturan yang ada pun belum terlalu memberikan perlindungan hukum. 

Hal lain yang perlu segera dibenahi adalah inventarisasi asset dengan baik. Inventarisasi asset yang tak optimal akan memberikan ruang dan kesempatan bagi pihak-pihak dengan kepentingan politik dan ekonomi untuk mengalihkan status asset sehingga merugikan negara. 

Selain balik konflik hak kelola asset property di Kawasan Senayan Jakarta, saat ini pemerintah juga harus cermat dalam mengambil kebijakan dan mencatatkan dan mengelola aset milik negara yang ditinggalkan di Jakarta seiring dengan perpindahkan ibu kota ke IKN Nusantara. 

Kementerian dan lembaga negara yang akan pindah ke IKN Nusantara seyogyanya perlu segera menyerahkan aset mereka kepada pengelola barang untuk dapat dilakukan pemanfaatan.  

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan yang bertugas dalam pencatatan aset juga harus memastikan semua aset negara dikelola secara memadai. 

Satu tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan aset di DKI Jakarta yakni pencatatan berganda atau double counting, karena dikhawatirkan banyak kementerian dan Lembaga yang ingin mempertahankan asetnya meskipun sudah dibangun asset pengganti di IKN Nusantara. 

Karena itu, pemerintah perlu meracik skema menarik terkait dengan pengelolaan swasta terhadap barang milik negara berupa properti di Jakarta seiring dengan perpindahan ibu kota ke IKN. Apalagi jika pengelolaan asset negara itu melibatkan pihak swasta. 

Pemanfaatan potensi aset-aset properti berstatus BMN di Jakarta oleh swasta di kemudian hari akan lebih optimal jika pemerintah memacu inventarisasi dan penyelesaian masalah regulasi serta transparansi. 

Semoga pengelolaan asset negara yang terinventarisasi dengan baik  akan memberikan dampak ekonomi berupa penerimaan pajak, penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, serta terciptanya value creation wilayah setempat. Aset aman, negara pun untung. 

 

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh