Menanti Kredit Korporasi Berbunga Murah
Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.
Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya.
Upaya pemerintah untuk menekan penyebaran virus Covid-19 melalui penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), harus diakui memberikan konsekuensi terhadap perekonomian nasional yang tumbuh tersendat.
Kelesuan ekonomi juga berefek terhadap fungsi intermediasi perbankan yang kembali mencatatkan tekanan besar dari sisi penyaluran dana atau kredit kepada pelaku dunia usaha.
Dana kredit tersendat, gerak laju manufaktur pun terhambat. Boro-boro berekspansi, banyak korporasi yang mengeluhkan kesulitan beroperasi normal. Kontribusi korporasi terhadap ekonomi pun melemah tanpa modal yang cukup dan kucuran dana bank.
Bank yang menahan dananya juga tak bisa sepenuhnya disalahkan. Pilihan logis bagi bankir saat ini adalah tetap menpertimbangkan permintaan kredit berdasarkan kondisi keuangan dan prospek kinerja masing-masing debitur.
Namun demikian, bank perlu lebih berani mengambil risiko untuk tetap menyalurkan dana kredit mereka. Tentu risiko yang diambil haruslah yang sudah diperhitungkan (calculated risk).
Syarat-syarat kredit sebagai faktor pengendali agar tidak terjebak kredit macet, tetap jadi tumpuan, tetapi kemudahan pencairan harus dipertimbangkan.
Hasil Survei Bank Indonesia (BI) terbaru dari Indeks Lending Standard (ILS) memperlihatkan standar penyaluran kredit pada kuartal III/2021 diperkirakan tidak seketat periode sebelumnya.
Aspek kebijakan penyaluran kredit yang dilonggarkan antara lain plafon kredit, jangka waktu kredit, perjanjian kredit, dan agunan. Tentu hal-hal kemudahan kredit tersebut bisa menopang fungsi intermediasi perbankan selama pandemic ini.
Sejauh ini, kredit memang belum tumbuh meyakinkan. Berdasarkan data BI pula, pertumbuhan kredit Mei 2021 tercatat Rp5.512,2 triliun dengan pertumbuhan terkontraksi 1,3% secara tahunan.
Namun demikian, kinerja penyaluran kredit secara bulanan sudah naik 0,6%. Kenaikan itu ditopang oleh kredit konsumsi yang tumbuh 1,3%, sedangkan kredit modal kerja dan investasi masih mencatatkan kinerja tahunan negatif.
Bila menyelisik lebih dalam, kredit modal kerja sudah menunjukkan perbaikan dengan bulanan naik 1,4% sedangkan kredit investasi hanya terkontraksi tipis.
Faktor suku bunga pun masih sering didengungkan oleh pelaku usaha sebagai penyebab permintaan kredit yang rendah.
Harus diakui penurunan suku bunga kredit memang tak sekencang suku bunga acuan BI7DRR yang terpangkas sebesar 250 basis poin, dari 6% menjadi 3,5% sejak Juni 2019.
Kredit tersalurkan yang begitu rendah memang sangat timpang kondisinya dibandingkan dengan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dana di bank. Dalam 3 tahun terakhir, dana pihak ketiga perbankan tumbuh dengan sangat baik, di atas dua digit.
Bisa jadi suku bunga kredit bukan satu-satunya faktor penentu tumbuhnya pembiayaan perbankan.
Permintaan atas kredit atau pembiayaan akan kembali tinggi apabila terjadi peningkatan kegiatan ekonomi yang ditunjukkan melalui mobilitas masyarakat yang mematuhi protokol kesehatan.
Namun, kita berharap juga kepada bankir untuk tetap proaktif mencari celah dalam penyaluran dana simpanan masyarakat menjadi pembiayaan.
Momen beban dana simpanan yang kini relative terkendali dan kian murah harus mampu dimaksimalkan bankir dengan menggenjot tingkat efisiensi lebih tinggi.
Penyediaan aneka produk berbasis teknologi informasi yang sesuai kebutuhan nasabah, akan memudahkan dan memperluas ruang bagi bankir untuk ekspansi kredit.
Apalagi di tengah pandemic saat ini, sejumlah sector ekonomi seperti komoditas, telekomunikasi, dan infrastruktur sebenarnya sangat membutuhkan dana bank untuk tetap survive. Biar bagaimanapun, dana bank masih menjadi pelumas tokcer untuk roda ekonomi bergerak kencang.
Dengan respons yang tepat dari bankir, kita menaruh harapan besar bahwa kredit perbankan hingga akhir 2021 ini bisa tumbuh di kisaran 6%—7% sesuai dengan ekspektasi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
please read
https://bisnisindonesia.id/article/gugah-lagi-selera-risiko-bankir
Comments