Idrus, Markonah, Cut Zahara Fona
Raja Idrus dan Ratu Markonah. Kedua nama ini membuat geger Indonesia pada zaman presiden Soekarno. Waktu itu sekitar tahun 1950-an, Indonesia sedang berjuang membebaskan Irian Barat. Markonah berumur 50-an. Wajahnya lumayan menarik. Tapi ia memiliki cacat di matanya sehingga selalu memakai kaca mata hitam.
Pasangan suami-istri itu mengaku sebagai raja dan ratu Suku Anak Dalam, Sumatera.? Mereka lantas menemui sejumlah pejabat dengan mengaku sedang melakukan muhibah ke sejumlah daerah di tanah air. Dengan dandanan yang meyakinkan, para pejabat pun menyambut dengan tangan terbuka atas kunjungan Raja Idrus dan sang permaisuri.
Hebatnya para pejabat memberikan sambutan yang luar biasa kepada mereka. Mereka dijamu, dielu-elukan, diajak foto bersama dan mendapat liputan media massa. Entah bagaimana ceritanya, kemudian ada seorang pejabat yang memperkenalkan sang raja dan ratu itu kepada Presiden Soekarno.
"Pejabat ini, saya nggak tahu namanya, menyampaikan ke Bung Karno, kalau Raja Idrus dan Ratu Markonah sudah seharusnya diterima di istana. Sebab raja dan ratu itu bisa membantu pembebasan Irian Barat," jelas sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong saat berbincang dengan detikcom.
Kala itu Bung Karno memang sedang membutuhkan dukungan rakyat untuk membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda. Maka Soekarno pun mengundang Idrus dan Markonah ke Istana Merdeka. Di istana, tentu saja keduanya mendapat sambutan dan dijamu layaknya tamu terhormat. Tidak ketinggalan mereka juga diberi uang untuk misi membantu pembebasan Irian Barat. Bahkan diberitakan mereka menginap dan makan gratis di hotel selama berminggu-minggu.
Pertemuan Idrus dan Markonah dengan Bung Karno pun diberitakan media massa waktu itu. Koran Marhaen dan Duta Masyarakat waktu itu memasang foto pertemuan Markonah dengan Bung Karno. Di foto itu, Markonah dengan kaca mata hitamnya bersama sang suami berpose bersama Bung Karno. Di keterangan foto disebutkan, Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu pembebasan Irian Barat.
Namuan kenyataan sering kali tidak seindah harapan. Fakta berbicara lain tentang Raja dan Ratu unik tersebut. Idrus dan Markonah yang dianggap raja dan ratu yang bisa membantu Indonesia membebaskan Irian Barat ternyata hanya penipu kelas kakap. Kedok mereka terbongkar saat suami istri itu jalan-jalan di sebuah pasar di Jakarta.
"Saat itu ada tukang becak yang mengenali Idrus, karena Idrus itu ternyata tukang becak. Dari sinilah wartawan melakukan investigasi dan membongkar kedok penipu itu. Markonah ternyata seorang pelacur kelas bawah di Tegal, Jawa Tengah. "Lucu itu, presiden kok bisa tertipu,รข€ beber Anhar Gonggong yang kemudian tertawa terkekeh.
Anhar menganalisa, Soekarno bisa tertipu Idrus dan Markonah karena ia sedang mencari dukungan rakyat untuk proyek pembebasan Irian Barat. Selain itu juga, karena sebagai pemimpin, Bung Karno ingin menunjukkan dirinya dekat dengan rakyat. "Itu penyakit pemimpin kita, selalu ingin kelihatan dekat dengan rakyat," ulas Anhar.?Skandal Idrus dan Markonah merupakan kasus penipuan nasional pertama yang dialami negeri ini dengan korban istana. Ternyata penipuan dengan korban istana tidak berhenti pada zaman Soekarno. Kasus serupa bahkan kembali berulang pada pemerintahan selanjutnya.( iy / nrl )
Raja Idrus dan Ratu Markonah yang sebenarnya hanya tukang becak dan pelacur berhasil membodohi Soekarno. Anehnya, kasus 'serupa' kembali terulang di pemerintahan selanjutnya. Di zaman Presiden Soeharto, lagi-lagi penipu kelas kakap berhasil masuk istana. Kalau zaman Soekarno, korbannya Sang Presiden, di zaman Soeharto, Wakil Presiden Adam Malik yang jadi korbannya.
Penipu kelas kakap di zaman Soeharto bernama Cut Zahara Fona. Perempuan asal Aceh ini tidak lulus SD. Namun ia memiliki ide jenius yang bisa membohongi orang se-Indonesia. Perempuan ini mengklaim janin yang ada di perutnya bisa bicara bahkan mengaji. Kabar aneh itu tentu menggegerkan masyarakat. Orang-orang beramai-ramai menemui Cut Zahara untuk menyaksikan keajaiban tersebut.
Masyarakat bahkan rela antre untuk menempelkan telinganya ke perut si ibu demi mendengarkan suara sang janin. Ajaib, dari perut itu memang terdengar suara orang bicara, kadang bahkan mengaji Al Quran. Berita aneh itu pun menyebar dan dimuat media massa.
Sejumlah ulama yang dimintai pendapat tentang keanehan tersebut memberikan pendapat yang cenderung membenarkan berita aneh tersebut. Ulama kelas satu Indonesia umumnya berpendapat, janin dalam perut bisa mengaji merupakan bukti kekuasaan Tuhan. Kun fayakun, bila Tuhan menghendaki apa pun bisa terjadi. Begitu tanggapan para ulama.
Buya Hamka, pendiri Majelis Ulama Indonesia (MUI), juga memberi pendapat serupa. Padahal Buya sebenarnya meragukan ada janin dalam perut bisa mengaji. "Buya Hamka sebenarnya nggak percaya. Dia cuma memberi reaksi saat ditanya wartawan dengan menyatakan kalau Tuhan menghendaki memang bisa terjadi," kata sejarahwan UI Anhar Gonggong kepada detikcom.
Hebatnya, kasus janin bisa ngaji itu sampai dipercayai Wakil Presiden Adam Malik. Pak Wapres era Soeharto itu diyakinkan adiknya jika janin bisa mengaji itu memang benar adanya. Adam Malik lantas mengundang Cut Zahara Fona agar datang ke Istana Wapres.
Di Istana Wapres inilah, Adam Malik menempelkan kupingnya ke perut Cut Zahara demi mendengar suara si janin. Peristiwa ini pun tidak lepas dari jepretan wartawan. "Ada itu fotonya di Pos Kota dulu tahun 1970-an. Fotonya juga ada di harian Merdeka," tutur Anhar yang pernah menjabat sebagai Dirjen di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tersebut.
Data yang bisa dicari di internet yang membahas kasus Cut Zahara, sejumlah orang bercerita Soeharto dan Ibu Negara Soehartinah juga termasuk orang yang mempercayai ada janin bisa mengaji. Soeharto bahkan juga ikut menempelkan kupingnya ke perut perempuan Aceh itu. Namun Anhar Gonggong tidak bisa membenarkan berita tersebut. "Seingat saya tidak ada berita di media massa waktu itu yang memberitakan Pak Harto dan Bu Tien bertemu Cut Zahara. Sepertinya hanya Adam Malik saja korbannya," jelas Anhar.
Janin bisa ngaji tidak hanya menggegerkan Indonesia, fenomena ini juga menarik perhatian Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdul Rahman Putra waktu itu. Idem dengan Adam Malik, PM Malaysia itu juga percaya janin dalam perut bisa mengaji itu benar adanya. Semua bisa saja terjadi jika Tuhan menghendaki. Bukti yang paling nyata adalah Perawan Maria yang bisa melahirkan bayi Isa. Begitu anggapan yang berkembang kala itu yang umumnya merujuk kasus Cut Zahara dengan mukjizat Perawan Maria.
Maka saat itu mayoritas masyarakat Indonesia percaya janin di perut Cut Zahara memang benar-benar bisa mengaji. Masyarakat juga tidak sadar dan tidak pernah mempertanyakan umur janin di perut Cut Zahara yang bisa lebih dari satu tahun. Untunglah kemudian ada Kakanwil Kesehatan DKI Dr Herman Susilo yang bersuara berbeda. Dr Herman menyatakan, janin bisa mengaji merupakan hal yang tidak mungkin. Sebab bayi dalam kandungan tidak dapat membuka mulut atau bernafas normal sehingga tidak akan dapat mengeluarkan suara.
Karena melawan arus, Dr Herman diancam akan dibunuh oleh orang-orang fanatik yang mempercayai bayi dalam perut bisa mengaji. Menghindari ancaman itu dokter Herman lantas bersembunyi. Penelusuran detikcom, dokter Herman yang tinggal di Ciganjur ini meninggal dunia pada tahun 1998. Tapi belakangan terbukti dokter Herman Susilolah yang benar. Bayi ajaib yang bisa membaca Al Quran ketika masih dalam rahim ibunya adalah bohong alias dusta belaka.
Suara orang mengaji yang terdengar dari perut Cut Zahara ternyata berasal dari tape recorder yang disembunyikan di balik kainnya. Kedok Cut Zahara tersingkap ketika perempuan ini berkunjung ke Banjarmasin. Panglima Daerah Kepolisian (sebutan Kapolda waktu itu) Kalimantan Selatan Brigjen Abdul Hamid Swasono tidak percaya ada janin bisa bicara. "Manusia tidak bisa bicara di dalam air (ketuban)," kata Abdul Hamid waktu itu.
Kapolda memerintahkan anak buahnya untuk mengungkap kasus itu. Kapolres Banjarmasin ditemani istri dan polwan waktu itu lantas menemui Cut Zahara dan pura-pura ingin mendengarkan suara si janin. Dengan taktik yang jitu, akhirnya si polwan berhasil menyingkap kain Cut Zahara dan menemukan tape recorder di balik kain perempuan itu. Setelah kedoknya terbuka Cut Zahara pun dipenjara. Ia sempat kabur namun berhasil ditangkap kembali.
Peneliti sejarah LIPI Asvi Warman Adam mengungkapkan, tahun 1970-an teknologi tape recorder masih menjadi barang baru di Indonesia. Kala itu tape recorder kecil yang biasa dipakai wartawan memang belum dikenal oleh masyarakat sehingga masyarakat tidak menaruh curiga pada aksi yang dilakukan Cut Zahara.
Selain itu, masyarakat pada waktu itu masih sangat religius sehingga gampang percaya hal-hal yang aneh dan ajaib merupakan kehendak Tuhan untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaanya. "Tapi orang sekelas Adam Malik anehnya kok bisa-bisanya percaya," ujar Asvi sambil terkekeh.
Menurut data di internet, misalnya yang ditulis di blog ekonomiorangwarasdaninvestasi menyebutkan, setelah kasus Cut Zahra ditangkap, Abdul Hamid Swasono dipensiun dini dari jabatannya dan kemudian meninggal dengan dugaan keracunan. Sejarahwan Anhar Gonggong dan Asvi Warman Adam mengaku tidak tahu soal nasib Abdul Hamid Swasono. "Saya tahunya Cut Zahara ditangkap, selanjutnya tidak ada beritanya lagi," kata Anhar.
Sementara itu Adam Malik tetap menjadi wakil presiden. Sedangkan Harmoko yang memimpin Pos Kota seperti kita ketahui kemudian diangkat menjadi Menteri Penerangan oleh Soeharto.(iy/nrl) ( iy / nrl )
Pasangan suami-istri itu mengaku sebagai raja dan ratu Suku Anak Dalam, Sumatera.? Mereka lantas menemui sejumlah pejabat dengan mengaku sedang melakukan muhibah ke sejumlah daerah di tanah air. Dengan dandanan yang meyakinkan, para pejabat pun menyambut dengan tangan terbuka atas kunjungan Raja Idrus dan sang permaisuri.
Hebatnya para pejabat memberikan sambutan yang luar biasa kepada mereka. Mereka dijamu, dielu-elukan, diajak foto bersama dan mendapat liputan media massa. Entah bagaimana ceritanya, kemudian ada seorang pejabat yang memperkenalkan sang raja dan ratu itu kepada Presiden Soekarno.
"Pejabat ini, saya nggak tahu namanya, menyampaikan ke Bung Karno, kalau Raja Idrus dan Ratu Markonah sudah seharusnya diterima di istana. Sebab raja dan ratu itu bisa membantu pembebasan Irian Barat," jelas sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong saat berbincang dengan detikcom.
Kala itu Bung Karno memang sedang membutuhkan dukungan rakyat untuk membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda. Maka Soekarno pun mengundang Idrus dan Markonah ke Istana Merdeka. Di istana, tentu saja keduanya mendapat sambutan dan dijamu layaknya tamu terhormat. Tidak ketinggalan mereka juga diberi uang untuk misi membantu pembebasan Irian Barat. Bahkan diberitakan mereka menginap dan makan gratis di hotel selama berminggu-minggu.
Pertemuan Idrus dan Markonah dengan Bung Karno pun diberitakan media massa waktu itu. Koran Marhaen dan Duta Masyarakat waktu itu memasang foto pertemuan Markonah dengan Bung Karno. Di foto itu, Markonah dengan kaca mata hitamnya bersama sang suami berpose bersama Bung Karno. Di keterangan foto disebutkan, Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu pembebasan Irian Barat.
Namuan kenyataan sering kali tidak seindah harapan. Fakta berbicara lain tentang Raja dan Ratu unik tersebut. Idrus dan Markonah yang dianggap raja dan ratu yang bisa membantu Indonesia membebaskan Irian Barat ternyata hanya penipu kelas kakap. Kedok mereka terbongkar saat suami istri itu jalan-jalan di sebuah pasar di Jakarta.
"Saat itu ada tukang becak yang mengenali Idrus, karena Idrus itu ternyata tukang becak. Dari sinilah wartawan melakukan investigasi dan membongkar kedok penipu itu. Markonah ternyata seorang pelacur kelas bawah di Tegal, Jawa Tengah. "Lucu itu, presiden kok bisa tertipu,รข€ beber Anhar Gonggong yang kemudian tertawa terkekeh.
Anhar menganalisa, Soekarno bisa tertipu Idrus dan Markonah karena ia sedang mencari dukungan rakyat untuk proyek pembebasan Irian Barat. Selain itu juga, karena sebagai pemimpin, Bung Karno ingin menunjukkan dirinya dekat dengan rakyat. "Itu penyakit pemimpin kita, selalu ingin kelihatan dekat dengan rakyat," ulas Anhar.?Skandal Idrus dan Markonah merupakan kasus penipuan nasional pertama yang dialami negeri ini dengan korban istana. Ternyata penipuan dengan korban istana tidak berhenti pada zaman Soekarno. Kasus serupa bahkan kembali berulang pada pemerintahan selanjutnya.( iy / nrl )
Raja Idrus dan Ratu Markonah yang sebenarnya hanya tukang becak dan pelacur berhasil membodohi Soekarno. Anehnya, kasus 'serupa' kembali terulang di pemerintahan selanjutnya. Di zaman Presiden Soeharto, lagi-lagi penipu kelas kakap berhasil masuk istana. Kalau zaman Soekarno, korbannya Sang Presiden, di zaman Soeharto, Wakil Presiden Adam Malik yang jadi korbannya.
Penipu kelas kakap di zaman Soeharto bernama Cut Zahara Fona. Perempuan asal Aceh ini tidak lulus SD. Namun ia memiliki ide jenius yang bisa membohongi orang se-Indonesia. Perempuan ini mengklaim janin yang ada di perutnya bisa bicara bahkan mengaji. Kabar aneh itu tentu menggegerkan masyarakat. Orang-orang beramai-ramai menemui Cut Zahara untuk menyaksikan keajaiban tersebut.
Masyarakat bahkan rela antre untuk menempelkan telinganya ke perut si ibu demi mendengarkan suara sang janin. Ajaib, dari perut itu memang terdengar suara orang bicara, kadang bahkan mengaji Al Quran. Berita aneh itu pun menyebar dan dimuat media massa.
Sejumlah ulama yang dimintai pendapat tentang keanehan tersebut memberikan pendapat yang cenderung membenarkan berita aneh tersebut. Ulama kelas satu Indonesia umumnya berpendapat, janin dalam perut bisa mengaji merupakan bukti kekuasaan Tuhan. Kun fayakun, bila Tuhan menghendaki apa pun bisa terjadi. Begitu tanggapan para ulama.
Buya Hamka, pendiri Majelis Ulama Indonesia (MUI), juga memberi pendapat serupa. Padahal Buya sebenarnya meragukan ada janin dalam perut bisa mengaji. "Buya Hamka sebenarnya nggak percaya. Dia cuma memberi reaksi saat ditanya wartawan dengan menyatakan kalau Tuhan menghendaki memang bisa terjadi," kata sejarahwan UI Anhar Gonggong kepada detikcom.
Hebatnya, kasus janin bisa ngaji itu sampai dipercayai Wakil Presiden Adam Malik. Pak Wapres era Soeharto itu diyakinkan adiknya jika janin bisa mengaji itu memang benar adanya. Adam Malik lantas mengundang Cut Zahara Fona agar datang ke Istana Wapres.
Di Istana Wapres inilah, Adam Malik menempelkan kupingnya ke perut Cut Zahara demi mendengar suara si janin. Peristiwa ini pun tidak lepas dari jepretan wartawan. "Ada itu fotonya di Pos Kota dulu tahun 1970-an. Fotonya juga ada di harian Merdeka," tutur Anhar yang pernah menjabat sebagai Dirjen di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tersebut.
Data yang bisa dicari di internet yang membahas kasus Cut Zahara, sejumlah orang bercerita Soeharto dan Ibu Negara Soehartinah juga termasuk orang yang mempercayai ada janin bisa mengaji. Soeharto bahkan juga ikut menempelkan kupingnya ke perut perempuan Aceh itu. Namun Anhar Gonggong tidak bisa membenarkan berita tersebut. "Seingat saya tidak ada berita di media massa waktu itu yang memberitakan Pak Harto dan Bu Tien bertemu Cut Zahara. Sepertinya hanya Adam Malik saja korbannya," jelas Anhar.
Janin bisa ngaji tidak hanya menggegerkan Indonesia, fenomena ini juga menarik perhatian Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdul Rahman Putra waktu itu. Idem dengan Adam Malik, PM Malaysia itu juga percaya janin dalam perut bisa mengaji itu benar adanya. Semua bisa saja terjadi jika Tuhan menghendaki. Bukti yang paling nyata adalah Perawan Maria yang bisa melahirkan bayi Isa. Begitu anggapan yang berkembang kala itu yang umumnya merujuk kasus Cut Zahara dengan mukjizat Perawan Maria.
Maka saat itu mayoritas masyarakat Indonesia percaya janin di perut Cut Zahara memang benar-benar bisa mengaji. Masyarakat juga tidak sadar dan tidak pernah mempertanyakan umur janin di perut Cut Zahara yang bisa lebih dari satu tahun. Untunglah kemudian ada Kakanwil Kesehatan DKI Dr Herman Susilo yang bersuara berbeda. Dr Herman menyatakan, janin bisa mengaji merupakan hal yang tidak mungkin. Sebab bayi dalam kandungan tidak dapat membuka mulut atau bernafas normal sehingga tidak akan dapat mengeluarkan suara.
Karena melawan arus, Dr Herman diancam akan dibunuh oleh orang-orang fanatik yang mempercayai bayi dalam perut bisa mengaji. Menghindari ancaman itu dokter Herman lantas bersembunyi. Penelusuran detikcom, dokter Herman yang tinggal di Ciganjur ini meninggal dunia pada tahun 1998. Tapi belakangan terbukti dokter Herman Susilolah yang benar. Bayi ajaib yang bisa membaca Al Quran ketika masih dalam rahim ibunya adalah bohong alias dusta belaka.
Suara orang mengaji yang terdengar dari perut Cut Zahara ternyata berasal dari tape recorder yang disembunyikan di balik kainnya. Kedok Cut Zahara tersingkap ketika perempuan ini berkunjung ke Banjarmasin. Panglima Daerah Kepolisian (sebutan Kapolda waktu itu) Kalimantan Selatan Brigjen Abdul Hamid Swasono tidak percaya ada janin bisa bicara. "Manusia tidak bisa bicara di dalam air (ketuban)," kata Abdul Hamid waktu itu.
Kapolda memerintahkan anak buahnya untuk mengungkap kasus itu. Kapolres Banjarmasin ditemani istri dan polwan waktu itu lantas menemui Cut Zahara dan pura-pura ingin mendengarkan suara si janin. Dengan taktik yang jitu, akhirnya si polwan berhasil menyingkap kain Cut Zahara dan menemukan tape recorder di balik kain perempuan itu. Setelah kedoknya terbuka Cut Zahara pun dipenjara. Ia sempat kabur namun berhasil ditangkap kembali.
Peneliti sejarah LIPI Asvi Warman Adam mengungkapkan, tahun 1970-an teknologi tape recorder masih menjadi barang baru di Indonesia. Kala itu tape recorder kecil yang biasa dipakai wartawan memang belum dikenal oleh masyarakat sehingga masyarakat tidak menaruh curiga pada aksi yang dilakukan Cut Zahara.
Selain itu, masyarakat pada waktu itu masih sangat religius sehingga gampang percaya hal-hal yang aneh dan ajaib merupakan kehendak Tuhan untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaanya. "Tapi orang sekelas Adam Malik anehnya kok bisa-bisanya percaya," ujar Asvi sambil terkekeh.
Menurut data di internet, misalnya yang ditulis di blog ekonomiorangwarasdaninvestasi menyebutkan, setelah kasus Cut Zahra ditangkap, Abdul Hamid Swasono dipensiun dini dari jabatannya dan kemudian meninggal dengan dugaan keracunan. Sejarahwan Anhar Gonggong dan Asvi Warman Adam mengaku tidak tahu soal nasib Abdul Hamid Swasono. "Saya tahunya Cut Zahara ditangkap, selanjutnya tidak ada beritanya lagi," kata Anhar.
Sementara itu Adam Malik tetap menjadi wakil presiden. Sedangkan Harmoko yang memimpin Pos Kota seperti kita ketahui kemudian diangkat menjadi Menteri Penerangan oleh Soeharto.(iy/nrl) ( iy / nrl )
Comments