Skip to main content

Restrukturisasi Kredit Bank Sampai Kapan?

Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.


Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya.


Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlangsung sejak awal Juli 2021 dan perpanjangan kebijakan tersebut telah mempengaruhi kelangsungan usaha pelaku ekonomi.

Kegiatan usaha ekonomi yang memiliki ruang gerak lebih longgar di semester I/2021, seakan tak tersisa lagi. Hampir semua sector usaha menjerit.

Bagi pelaku ekonomi, kondisi usaha pada 2021 masih defisit. Berbeda dengan 2020, para pelaku usaha menjalani tahun ini tanpa memiliki dana cadangan lagi karena sudah terkuras habis selama 2020.

Modal perusahaan terkuras digunakan hanya sebatas agar usaha yang dijalankannya bisa bertahan. Meminjam dana kredit, bukanlah menjadi pilihan utama menambal modal. Yang ada, debitur kesulitan membayar utangnya.

Fungsi intermediasi ke depan juga berpotensi kembali mengalami tekanan seiring dengan pemberlakuan kebijakan pengendalian penyebaran Covid-19 melalui PPKM lanjutan. Tak heran, jika penyaluran kredit hingga akhir tahun diperkirakan hanya bertumbuh 6% ± 1%.

Kebijakan restrukturisasi kredit pun dipercaya sebagai salah satu opsi paling cespleng, agar debitur tak terbebani utang dan bank sebagai kreditur pun tetap mendapatkan hak sekaligus mengoptimalkan peran intermediasinya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) cukup tanggap dengan kondisi saat ini. Peraturan OJK Nomor 11/2020 tentang restrukturisasi kredit yang seharusnya berakhir 31 Maret 2021, telah diperbarui dengan POJK Nomor 48/2020 yang mencakup perpanjangan relaksasi.

Perbankan diberikan kesempatan untuk melakukan restrukturisasi hingga Maret 2022 untuk meringankan beban debitur yang belum pulih dari dampak pandemi, sekaligus menjaga kinerja dan stabilitas sektor keuangan.

Banyak bank yang menggunakan kesempatan tersebut. Hingga 14 Juni 2021, total outstanding kredit restrukturisasi perbankan sebesar Rp777,31 triliun. 

Sebesar Rp292,39 triliun atau 37,62% dari total kredit restrukturisasi tersebut berasal dari sector usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sedangkan non-UMKM sebesar Rp484,92 triliun atau 62,38%.

Namun, ada juga debitur pelaku usaha yang masih belum terjamah kebijakan restrukturisasi kredit. Sejumlah persyaratan yang dinilai kaku, membuat kelompok pelaku ekonomi tersebut tak dapat kesempatan tersebut.

Di sisi lain, kesempatan restrukturisasi yang hanya berlangsung satu tahun dan diperpanjang tiap 6 bulan hingga satu tahun, belumlah menebalkan confidence pelaku usaha. Apalagi pandemic Covid-19 belum jelas kapan berakhir.

Karena itu, wajar kiranya jika Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar aturan yang berisi ketentuan tentang relaksasi restrukturisasi kredit dan pembiayaan tersebut tidak diperpanjang hanya setiap satu tahun, melainkan langsung per 3 tahun atau hingga 2024.

jika kebijakan relaksasi tersebut hanya diperpanjang setiap satu tahun, para pelaku usaha akan kesulitan mengatur strategi bisnis dan mengelola kas operasional karena ketidakpastian dalam bisnis masih sangat tinggi.

Kondisi tersebut akan berbeda jika ketentuan relaksasi restrukturisasi disusun per 3 tahun, karena anggota Apindo akan dapat menyusun langkah-langkah yang terukur untuk menghadapi pandemi Covid-19 yang tak menentu.

Usulan dari pelaku usaha yang nota bene merupakan debitur bank tersebut, juga senada dengan keinginan para bankir. Hasil restrukturisasi yang telah dilakukan sejak tahun lalu membuat neraca keuangan bank mulai solid.

Para bankir melihat adanya perbaikan kualitas kredit dari para debitur penerima restrukturisasi kredit. Mayoritas bank mencatatkan indikasi perbaikan kualitas kredit dan itu terbukti dari penurunan jumlah outstanding restrukturisasi yang kian melandai.

Keputusan sepenuhnya memang di tangan OJK. Namun kita berharap keputusan tersebut dapat membantu para pelaku sector usaha memiliki napas panjang menghadapi masa pagebluk ini.

Tanpa ruang gerak pelaku usaha yang longgar, ekonomi nasional pun tak bergerak. Jika sektor riil goyang, industri perbankan juga akan ikut goyang. Kita tentu tak ingin roda ekonomi mandek.


Please visit https://bisnisindonesia.id/ 

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...