Skip to main content

Fintech, Literasi dan Inklusi Keuangan

Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.


Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya.


Industri keuangan digital, terutama layanan teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) kini semakin berkembang. Keberadaannya semakin diterima oleh masyarakat. 
Kendala masyarakat yang selama ini belum bisa mendapatkan layanan keuangan akibat hambatan fisik dan geografis, kini mulai teratasi dengan keberadaan layanan fintech. Salah satu yang terlihat dari tekfin adalah kemudahan layanan banking atau pembiayaan untuk menumbuhkan ekonomi kecil dan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) di daerah-daerah.
Namun, keberadaan tekfin –dengan varian layanan beragam—di Tanah Air lebih dikenal sebagai institusi penyalur pinjaman dan pembayaran dalam jaringan (online) saja.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan kontribusi fintech pada penyaluran pinjaman nasional pada tahun ini mencapai Rp128,7 triliun atau meningkat 113% year on year (yoy).
Pada September 2020, terdapat 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi Rp9,87 triliun pada transaksi layanan jasa keuangan di Indonesia. Selain itu, ada dana Rp15,5 triliun rupiah yang disalurkan penyelenggara tekfin equity crowdfunding berizin.
Kita melihat persoalan akseptasi masyarakat terhadap layanan keuangan digital masih sama, yaitu tingkat inklusi dan literasi yang belum tinggi.
Presiden Joko Widodo saat membuka Indonesia Fintech Summit 2020, Rabu (11/11), menyebutkan indeks inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan pencapaian beberapa negara Asean.
Pada 2019, indeks inklusi keuangan Indonesia berada pada angka 76% atau lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara lain di Asen seperti Singapura yang mencapai 98%, Malaysia 85%, Thailand 82%.
Sementara itu, tingkat literasi keuangan digital nasional juga masih rendah, yakni baru mencapai 35,5%.
Kalau mau jujur, pencapaian Indonesia pada 2019 itu sebenarnya meningkat dibandingkan dengan hasil 4 tahun lalu. Dari hasil survei OJK 2016, saat itu indeks literasi keuangan masih 29,7% dan indeks inklusi keuangan 67,8%.
Namun, faktanya memang masih banyak masyarakat yang menggunakan layanan keuangan informal dan hanya 31,26% masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital.
Pemahaman keuangan (literasi) masyarakat dan peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (inklusi keuangan), ditambah dengan kemajuan teknologi yang pesat di jasa keuangan juga menimbulkan banyak risiko.
Praktik keuangan digital di Tanah Air masih dihantui adanya kejahatan siber, misinformasi, transaksi error hingga penyalahgunaan data pribadi.
Lagi-lagi kita sepakat dengan arahan Presiden Jokowi agar pelaku tekfin perlu memperkuat tata kelola yang baik dan akuntabel serta memitigasi risiko yang muncul. Celah-celah fraud harus ditutup. Apalagi regulasi nonkeuangan perbankan tidak seketat regulasi perbankan.
Peran OJK sebagai otoritas pengampu industri tekfin dari hulu hingga hilir adalah sangat penting. Kita berharap OJK terus melanjutkan komitmen kebijakan yang akomodatif dan tidak mengekang inovasi, dengan tetap menekankan prinsip bisnis yang berhati-hati.
Tujuannya, agar masyarakat bisa mendapatkan layanan tekfin dengan teknologi secara cepat, dengan ongkos yang murah, dan kualitas yang bagus.
Adapun,  penyempurnaan standardisasi open API atau Interface Pembayaran Terintegrasi (IPT) masih menjadi fokus kebijakan bank sentral. Aturan-aturan yang ada diharapkan membuat perbankan dan fintech tetap memiliki peran yang saling mendukung satu sama lain.
Tentu masih banyak yang harus terus dilakukan pemerintah dan otoritas dalam pengembangan jasa fintech. 
Kita berharap koordinasi yang lebih erat antara pemerintah dengan pelaku usaha akan membuat inovator tekfin mampu meningkatkan tingkat inklusi dan literasi masyarakat lebih optimal, sekaligus menyumbang kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Comments

monyet said…
poker online dengan pelayanan CS yang baik dan ramah hanya di AJOQQ :D
ayo di kunjungi agen AJOQQ :D
WA;+855969190856

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...