Kebijakan Ekonomi di Tengah Pandemi COVID-19: Selamatkan Nyawa, Minimalisasi Resesi
Tim Ahli Policy Brief Bidang Ekonomi Universitas Indonesia memberikan sejumlah usulan untuk dilakukan pemerintah agar ekonomi tidak anjlok dan terus bertumbuh seusai pandemi Corona atau Covid-19.
Sejumlah usulan tim ahli UI di bawah naungan Direktorat Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (DISTP UI) itu dirumuskan dalam sebuah Policy Brief yang bertajuk “Kebijakan Ekonomi di Tengah Pandemi COVID-19: Selamatkan Nyawa, Minimalisasi Resesi.”
(Prof Ari Kuncoro memaparkan kondisi ekonomi Indonesia saat menjadi pembicara di acara BNI Bisnis Indonesia Business Challenge 2020 di Jakarta 9 Desember 2019/Fahmi Achmad)
Rekomendasi yang diberikan adalah agar pemerintah dapat membagi fokus penanganan pandemi COVID-19 dari sisi ekonomi menjadi dua periode utama, yaitu periode jangka pendek dan mendesak (emergency response: disaster relief process, lives first) dan periode jangka menengah (minimize recession).
Diskusi berkenaan policy brief yang UI usulkan kepada pemerintah dilakukan pada Senin (4/5) secara daring yang diikuti oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, Ph.D, Wakil Rektor UI bidang Riset dan Inovasi Prof. Dr. rer. Nat Abdul Haris, Direktur DISTP UI Ahmad Gamal, S.Ars., M.Si., MUP., Ph.D. serta sejumlah tim perumus diantaranya Teguh Dartanto, Ph.D (Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI), Muhammad Halley Yudhistira, Ph.D. (Ketua Program Studi Magister Perencanaan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan (MPKP) FEB UI), dan Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si. (Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Administrasi UI).
Pada periode jangka pendek dan mendesak, pemerintah berfokus pada pengurangan penambahan korban jiwa COVID-19 dengan penekanan pada stimulus sektor kesehatan dan bantuan kesejahteraan bagi rakyat yang terdampak.
Ada dua pihak yang perlu mendapat perhatian pemerintah, yakni: pekerja atau rumah tangga dan perusahaan atau industri.
Pemerintah perlu mempertimbangkan penyediaan kebijakan asuransi sosial (social insurance) untuk kelompok yang paling rentan atau untuk semua masyarakat (universal coverage).
Pilihan kebijakan yang bisa dilakukan adalah menggunakan program yang telah dimiliki sebelumnya (contohnya Program Keluarga Harapan, Bantuan Program Pangan Non Tunai) atau memberikan transfer uang tanpa syarat (unconditional cash transfer).
Dalam hal ini, bauran kebijakan distribusi bantuan perlu dipertimbangkan untuk mempercepat proses dan kualitas disbursement, termasuk pelibatan e-wallet, delivery berbasis komunitas, dan penggabungan NIK antar database.
Berikutnya, Tim Ahli UI juga merekomendasikan kelompok kelas menengah yang vulnerable perlu mendapat perhatian khusus setelah kelompok paling rentan karena akan mulai terdampak jika pandemi terjadi semakin panjang.
Pemerintah juga direkomendasikan untuk memberikan perhatian khusus kepada industri yang memiliki kesulitan untuk membayar kredit/cicilan (credit constraint) khususnya UMKM dan industri yang terkena dampak paling besar dari tidak berjalannya perekonomian dalam beberapa waktu terakhir (kerajinan tangan, tekstil, restoran, hotel, industri hiburan, e-commerce, gig-economy).
Pada sektor perbankan juga akan menghadapi masalah likuiditas (liquidity constraints) dan kredit macet (non performing loan).
Bank Sentral bisa membeli surat utang pemerintah (government bonds) yang dapat menurunkan suku bunga. Di samping itu, likuiditas dari lembaga keuangan non-perbankan, terutama asuransi dan dana pensiun perlu juga mendapatkan perhatian.
Pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi misalnya tekanan likuiditas dari sisi dana pensiun sebagai akibat dari penarikan JHT para pekerja yang mengalami PHK.
Lebih lanjut, rekomendasi berikutnya adalah pemerintah diharapkan dapat memberikan tekanan yang cukup kepada para lembaga donor internasional untuk membuka berbagai keran pembiayaan, baik yang bersifat normal maupun mendesak.
Salah satu hal penting terkait debt sustainability ini adalah pemerintah dapat melakukan negosiasi untuk mendapatkan fleksibilitas, baik dari sisi pencairan pendanaan maupun skema pengembalian.
Selain itu, pemerintah juga dapat merelokasi anggaran yang sebelumnya dipersiapkan untuk pembangunan ibukota negara yang akan memakan biaya yang sangat besar.
Pada kebijakan jangka menengah, Tim Ahli UI merekomendasikan agar fokus pada proses meminimalkan resesi pascapandemi ketika perekonomian mengalami “double hit” dari dalam dan luar negeri, tidak hanya di sisi fiskal.
Dalam proses recovery jangka menengah, fokus kebijakan ada pada pengurangan tekanan dari sisi penawaran.
Sejumlah usulan kebijakan jangka menengah di antaranya, memastikan dunia usaha untuk langsung beroperasi, menjaga kesinambungan sektor logistik dan mendorong kemandirian industri alat kesehatan menjadi kunci.
Selanjutnya, menjaga kesinambungan sektor pangan, makanan dan minuman. Sektor pangan juga memerlukan perhatian dengan semakin terbatasnya jumlah yang diperdagangkan dalan perdagangan internasional terutama beras.
Dengan turunnya permintaan, harga akan cenderung turun di bawah biaya produksi, untuk itu, pemerintah harus mensubsidi biaya input atau melakukan mekanisme harga batas bawah atau masuk ke pasar untuk melakukan pembelian.
Kemudian, pemerintah mampu memastikan terciptanya penguatan industri dalam negeri terutama industri alat kesehatan sebagai antisipasi merebaknya pandemi di masa yang akan datang.
Jika kebijakan dari sisi penawaran telah diambil maka fokus kebijakan jangka menengah selanjutnya yang dapat diambil oleh pemerintah adalah upaya-upaya pemulihan agregate demand.
Penghapusan pajak seperti PPN dan PPh setelah pandemi akan membantu mendorong permintaan (demand). Selain itu, pemerintah harus memberi stimulus kepada rumah tangga untuk mengonsumsi barang manufaktur, dan sektor jasa seperti restoran, hotel dan pariwisata serta angkutan dan penerbangan.
Fleksibilitas atas batas defisit sangat perlu dipertimbangkan kembali mengingat paket kebijakan memberi beban yang lebih besar kepada anggaran pemerintah.
Terakhir, suku bunga dan inflasi rendah merupakan prasyarat pemulihan ekonomi di jangka menengah dan panjang.
Rektor UI Prof. Ari menuturkan kebijakan makro-mikro ekonomi sangat diperlukan untuk Indonesia agar tetap tumbuh setelah badai ini berlalu.
Kebijakan pemerintah yang mengajak masyarakat untuk berdiam diri di rumah sebaiknya terus dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah di dalam mengedepankan penyelamatan nyawa sebanyak-banyaknya sebagai bentuk paradigma disaster relief untuk menyelamatkan perekonomian bangsa.
Wakil Rektor UI Prof. Haris menambahkan Policy brief ini akan diberikan kepada pemerintah dan diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan menjaga keseimbangan antara keselamatan, kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, tanpa memprioritaskan antara satu dengan lainnya.
Sejumlah usulan tim ahli UI di bawah naungan Direktorat Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (DISTP UI) itu dirumuskan dalam sebuah Policy Brief yang bertajuk “Kebijakan Ekonomi di Tengah Pandemi COVID-19: Selamatkan Nyawa, Minimalisasi Resesi.”
(Prof Ari Kuncoro memaparkan kondisi ekonomi Indonesia saat menjadi pembicara di acara BNI Bisnis Indonesia Business Challenge 2020 di Jakarta 9 Desember 2019/Fahmi Achmad)
Rekomendasi yang diberikan adalah agar pemerintah dapat membagi fokus penanganan pandemi COVID-19 dari sisi ekonomi menjadi dua periode utama, yaitu periode jangka pendek dan mendesak (emergency response: disaster relief process, lives first) dan periode jangka menengah (minimize recession).
Diskusi berkenaan policy brief yang UI usulkan kepada pemerintah dilakukan pada Senin (4/5) secara daring yang diikuti oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, Ph.D, Wakil Rektor UI bidang Riset dan Inovasi Prof. Dr. rer. Nat Abdul Haris, Direktur DISTP UI Ahmad Gamal, S.Ars., M.Si., MUP., Ph.D. serta sejumlah tim perumus diantaranya Teguh Dartanto, Ph.D (Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI), Muhammad Halley Yudhistira, Ph.D. (Ketua Program Studi Magister Perencanaan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan (MPKP) FEB UI), dan Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si. (Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Administrasi UI).
Pada periode jangka pendek dan mendesak, pemerintah berfokus pada pengurangan penambahan korban jiwa COVID-19 dengan penekanan pada stimulus sektor kesehatan dan bantuan kesejahteraan bagi rakyat yang terdampak.
Ada dua pihak yang perlu mendapat perhatian pemerintah, yakni: pekerja atau rumah tangga dan perusahaan atau industri.
Pemerintah perlu mempertimbangkan penyediaan kebijakan asuransi sosial (social insurance) untuk kelompok yang paling rentan atau untuk semua masyarakat (universal coverage).
Pilihan kebijakan yang bisa dilakukan adalah menggunakan program yang telah dimiliki sebelumnya (contohnya Program Keluarga Harapan, Bantuan Program Pangan Non Tunai) atau memberikan transfer uang tanpa syarat (unconditional cash transfer).
Dalam hal ini, bauran kebijakan distribusi bantuan perlu dipertimbangkan untuk mempercepat proses dan kualitas disbursement, termasuk pelibatan e-wallet, delivery berbasis komunitas, dan penggabungan NIK antar database.
Berikutnya, Tim Ahli UI juga merekomendasikan kelompok kelas menengah yang vulnerable perlu mendapat perhatian khusus setelah kelompok paling rentan karena akan mulai terdampak jika pandemi terjadi semakin panjang.
Pemerintah juga direkomendasikan untuk memberikan perhatian khusus kepada industri yang memiliki kesulitan untuk membayar kredit/cicilan (credit constraint) khususnya UMKM dan industri yang terkena dampak paling besar dari tidak berjalannya perekonomian dalam beberapa waktu terakhir (kerajinan tangan, tekstil, restoran, hotel, industri hiburan, e-commerce, gig-economy).
Pada sektor perbankan juga akan menghadapi masalah likuiditas (liquidity constraints) dan kredit macet (non performing loan).
Bank Sentral bisa membeli surat utang pemerintah (government bonds) yang dapat menurunkan suku bunga. Di samping itu, likuiditas dari lembaga keuangan non-perbankan, terutama asuransi dan dana pensiun perlu juga mendapatkan perhatian.
Pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi misalnya tekanan likuiditas dari sisi dana pensiun sebagai akibat dari penarikan JHT para pekerja yang mengalami PHK.
Lebih lanjut, rekomendasi berikutnya adalah pemerintah diharapkan dapat memberikan tekanan yang cukup kepada para lembaga donor internasional untuk membuka berbagai keran pembiayaan, baik yang bersifat normal maupun mendesak.
Salah satu hal penting terkait debt sustainability ini adalah pemerintah dapat melakukan negosiasi untuk mendapatkan fleksibilitas, baik dari sisi pencairan pendanaan maupun skema pengembalian.
Selain itu, pemerintah juga dapat merelokasi anggaran yang sebelumnya dipersiapkan untuk pembangunan ibukota negara yang akan memakan biaya yang sangat besar.
Pada kebijakan jangka menengah, Tim Ahli UI merekomendasikan agar fokus pada proses meminimalkan resesi pascapandemi ketika perekonomian mengalami “double hit” dari dalam dan luar negeri, tidak hanya di sisi fiskal.
Dalam proses recovery jangka menengah, fokus kebijakan ada pada pengurangan tekanan dari sisi penawaran.
Sejumlah usulan kebijakan jangka menengah di antaranya, memastikan dunia usaha untuk langsung beroperasi, menjaga kesinambungan sektor logistik dan mendorong kemandirian industri alat kesehatan menjadi kunci.
Selanjutnya, menjaga kesinambungan sektor pangan, makanan dan minuman. Sektor pangan juga memerlukan perhatian dengan semakin terbatasnya jumlah yang diperdagangkan dalan perdagangan internasional terutama beras.
Dengan turunnya permintaan, harga akan cenderung turun di bawah biaya produksi, untuk itu, pemerintah harus mensubsidi biaya input atau melakukan mekanisme harga batas bawah atau masuk ke pasar untuk melakukan pembelian.
Kemudian, pemerintah mampu memastikan terciptanya penguatan industri dalam negeri terutama industri alat kesehatan sebagai antisipasi merebaknya pandemi di masa yang akan datang.
Jika kebijakan dari sisi penawaran telah diambil maka fokus kebijakan jangka menengah selanjutnya yang dapat diambil oleh pemerintah adalah upaya-upaya pemulihan agregate demand.
Penghapusan pajak seperti PPN dan PPh setelah pandemi akan membantu mendorong permintaan (demand). Selain itu, pemerintah harus memberi stimulus kepada rumah tangga untuk mengonsumsi barang manufaktur, dan sektor jasa seperti restoran, hotel dan pariwisata serta angkutan dan penerbangan.
Fleksibilitas atas batas defisit sangat perlu dipertimbangkan kembali mengingat paket kebijakan memberi beban yang lebih besar kepada anggaran pemerintah.
Terakhir, suku bunga dan inflasi rendah merupakan prasyarat pemulihan ekonomi di jangka menengah dan panjang.
Rektor UI Prof. Ari menuturkan kebijakan makro-mikro ekonomi sangat diperlukan untuk Indonesia agar tetap tumbuh setelah badai ini berlalu.
Kebijakan pemerintah yang mengajak masyarakat untuk berdiam diri di rumah sebaiknya terus dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah di dalam mengedepankan penyelamatan nyawa sebanyak-banyaknya sebagai bentuk paradigma disaster relief untuk menyelamatkan perekonomian bangsa.
Wakil Rektor UI Prof. Haris menambahkan Policy brief ini akan diberikan kepada pemerintah dan diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan menjaga keseimbangan antara keselamatan, kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, tanpa memprioritaskan antara satu dengan lainnya.
Comments