Skip to main content

Kompetisi sekuritas yang kian ketat

Oleh Fahmi Achmad

“Kalau dengan lokal, kami tidak takut. Kami melihat sekuritas lokal justru tergencet dengan kehadiran sekuritas asing,” kata Edgar Ekaputra dengan mimik tegas.

Kalimat dengan nada serius diucapkan Direktur Utama PT Danareksa (Persero) untuk menekankan jawabannya ketika saya menanyakan kompetisi antarsekuritas di pasar modal domestik saat ini.

Kami bertemu di sela-sela acara 2010 Finance Asia Country Award di Hong Kong awal September, ketika itu PT Danareksa Sekuritas menyabet tiga penghargaan sekuritas terbaik wilayah Indonesia, sedangkan PT Danatama Makmur menjadi meraih satu penghargaan dari majalah tersebut.

Edgar tak menampik fakta saat ini persaingan antarsekuritas begitu ketat dibandingkan dengan 5 tahun lalu misalnya. Benang merahnya, katanyaa, sekuritas asing mulai merebut pangsa pasar lokal.

Sepanjang 3 tahun terakhir ini, berdasarkan data Bloomberg, sejumlah nama sekuritas asing menyeruak dalam daftar 20 besar penjamin emisi obligasi berdenominasi rupiah. Meskipun begitu tiga besar teratas selalu ditempati sekuritas lokal.

CIMB misalnya, selalu menjadi ‘penantang’ yang patut diperhitungkan oleh pemain-pemain lokal dalam 3 tahun terakhir. Sekuritas asal Malaysia tersebut bahkan sempat masuk daftar lima besar.

Pada 2008, CIMB berada di urutan ke-4 dari daftar 20 sekuritas papan atas di Tanah Air dengan pangsa 6,3% dan nilai penjaminan Rp1,05 triliun. Posisi itu tepat di bawah Mandiri Sekuritas, Danareksa Sekuritas dan Indo Premier Securities.

Musim berikutnya, posisi CIMB melorot dengan hanya menduduki 11 besar karena hanya menjamin surat utang senilai Rp833 miliar dan pangsa pasarnya pun hanya 1,9%, nyaris sama dengan Standard Chartered Plc yang berada di posisi 10 besar.

Pada tahun ini, Bloomberg menempatkan CIMB di posisi 6 besar dengan pangsa yang meroket menjadi 6,4% karena berhasil melakukan penjaminan senilai Rp1,63 triliun, di bawah lima pemain lokal lainnya.

Sepak terjang Stanchart dalam bisnis sekuritas di Tanah Air juga tak bisa dipandang sebelah mata. Pada 2008, pemain dari Inggris ini berada di urutan ketujuh dengan pangsa 4,7% dan menjaminkan Rp775 miliar obligasi.

Setahun kemudian, posisinya melorot tetapi tetap di level 10 besar. Pada tahun ini, Stanchart kembali ke posisi tujuh dengan pangsa pasar 6,3% dari penjaminan delapan emisi senilai Rp1,6 triliun.

Namun ada juga sekuritas asing yang berjuang keras merebut pangsa pasar. DBS Holdings Ltd misalnya, tahun ini hanya berada di urutan 11 dengan 9 emisi senilai Rp633 miliar dan hanya berpangsa 2,5%.

Pencapaian sekuritas asal Singapura tersebut masih di bawah hasil tahun lalu, di mana DBS mampu meraih posisi delapan besar dari 10 penjaminan dengan nilai Rp1,14 triliun dan berpangsa pasar 3,2%.

HSBC Bank Plc juga tampil ciamik dengan mendapatkan banyak klien. Pada 2009, HSBC bahkan melakukan penjaminan terhadap 22 emisi dengan nilai Rp1,26 triliun sehingga berada di posisi 7 besar.

Tahun ini, berdasarkan data Bloomberg, bank yang berkantor pusat di Hong Kong tersebut juga mendapatkan kepercayaan dari 10 emisi dengan nilai Rp808,33 miliar.
Sepak terjang sekuritas asing yang lumayan meyakinkan tersebut tak pelak berbuah kekhawatiran bagi pimpinan sekuritas lokal. Apakah itu tanda kemunduran sekuritas lokal?

Ganti baju

Edgar menilai penetrasi sekuritas asing harus disikapi dengan gaya yang sedikit berbeda dari biasanya. Pola pikir liberalisme pasar tetap dijalankan tetapi sedikit gaya proteksi pun tak ada salahnya.

Iming-iming penghasilan besar menjadi senjata sekuritas asing mendapatkan sumber daya manusia mumpuni yang mengerti karakter pasar modal di Tanah Air. Edgar menambahkan kekuatan modal yang cukup besar dari sekuritas asing membuat banyak SDM lokal yang pindah dan 'berganti baju'.

“Mereka hadir dan langsung mengambil alih SDM sekuritas lokal dan ini bisa menjadi ancaman,” kata Edgar.

Seakan mengamini Edgar, Dirut Danareksa Sekuritas Marciano Herman menilai pemerintah harus mengambil sikap terhadap kelangsungan bisnis sekuritas lokal, terutama yang sahamnya dikuasai pemerintah.

“Harus ada strategi baru dan ketegasan pemerintah sehingga dukungan yang kuat akan membuat sekuritas lokal tetap memimpin pasar,” katanya.

Kini gempuran terhadap sekuritas lokal juga kian deras. Seperti diketahui, perusahaan sekuritas asing seperti Goldman Sachs dan Religare Enterprise Limited tertarik masuk menjadi anggota bursa di Indonesia.

Beberapa sekuritas asing lain, yaitu Daiwa Securities, Commonwealth Securities dan Morgan Stanley Asia Indonesia, bahkan selangkah lagi meraih izin mendirikan sekuritas di Indonesia dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Presiden Direktur PT Kresna Graha Sekurindo Michael Steven menilai sedikit proteksi akan bermanfaat menjaga daya saing perusahaan sekuritas lokal agar menjadi lebih kompetitif.

Dia mencontohkan China yang mewajibkan perusahaan sekuritas asing yang ingin menjadi anggota bursa setempat menggandeng perusahaan lokal dengan membentuk perusahaan patungan.

Selain itu, kepemilikan perusahaan asing tersebut dibatasi maksimal 33% sehingga yang menjadi pemilik mayoritas dari perusahaan sekuritas patungan itu tetap perusahaan sekuritas lokal.

“Kebijakan seperti ini akan lebih mudah mengembangkan sumber daya manusia broker lokal melalui transfer pengetahuan dan teknologi dari partner asingnya,” papar Michael.

Di sisi lain, seperti kata Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito, minat besar sekuritas asing bermain di Indonesia menunjukkan fundamental ekonomi Indonesia yang relatif baik dan bursa saham Indonesia yang sangat bergairah.

Namun, saya juga sependapat dengan komentar Yanuar Rizky, pengamat pasar modal Aspirasi Indonesia Research Institute (Air Inti) baru-baru ini, yang menilai otoritas juga perlu melihat aspek yang lebih luas.

Bagaimanapun, bukan hanya sekuritas lokal yang perlu diberdayakan, kepentingan investor lokal terutama yang individu pun sengat penting dilindungi.

(fahmi.achmad@bisnis.co.id)

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...