Geliat kotak ajaib dan pesta sepakbola
Oleh Fahmi Achmad
Wartawan Bisnis Indonesia
Selama sebulan ke depan, bisa dipastikan perhatian jutaan orang di Tanah Air tertuju kepada siaran televisi terutama pertandingan sepakbola Piala Dunia 2010 yang berlangsung di Afrika Selatan.
Ajang 4 tahunan tersebut sebenarnya bisa menjadi alat bagi industri televisi menjaring pendapatan dari iklan. Namun, di Indonesia hanya grup PT Media Nusantara Citra Tbk (RCTI dan Global TV) yang mempunyai hak siar eksklusif.
Belum ada info resmi dari MNC mengenai nilai hak siar yang dikeluarkan untuk menjadi mitra Electronic City Entertainment (ECE) untuk menyiarkan pertandingan sepak bola akbar.
Nilai hak siar Piala Dunia 2010 tentu lebih mahal dari hak siar Piala Dunia 2006 yang kala itu dipegang SCTV. Menurut kabar yang beredar, SCTV saat itu sedikitnya membayar US$10 juta untuk mendapatkan hak siar itu.
Angka itu melonjak dua kali lipat ketimbang harga beli hak siar Piala Dunia 2002, yang saat itu disiarkan oleh RCTI. Kala itu, harga hak siar baru sebesar US$5 juta.
Hak siar eksklusif sudah pasti berkorelasi positif dengan perolehan iklan. Apalagi, media TV sang ‘kotak ajaib’ memiliki kekuatan dari sisi penetrasi, yang sampai sekarang masih tertinggi yakni sebesar 91%, dibandingkan dengan media lainnya.
Saat ini, bursa Indonesia memiliki tiga emiten yang menggarap bisnis pertelevisian, yaitu PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), dan PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM).
CLSA Asia Pacific Markets menilai ajang Piala Dunia di Afrika Selatan itu menjadi berkah tersendiri bagi MNC yang merupakan perusahaan media integrasi terbesar nasional dengan menguasai 35% pangsa pasar pemirsa.
“Hak iklan eksklusif ajang Piala Dunia dan pemilihan kepala daerah [Pilkada] di 244 daerah di Indonesia akan menjadi katalis jangka pendek untuk segmen bisnis TV.
Sebagai pemegang hak iklan eksklusif dari FIFA untuk ajang Piala Dunia, MNC dapat mencatatkan margin dan pendapatan lebih tinggi tahun ini,” ujar Jessica Irene dan Swati Chopra, dua analisa CLSA Jessica dan Swati dalam laporan riset per 19 Februari.
MNC saat ini mengontrol tiga stasiun TV utama (RCTI, TPI dan Global) dengan pangsa pemirsa dan belanja iklan total ketiganya masing-masing 35% dan 34%. Meski memiliki diversifikasi bisnis, bisnis TV MNC masih menjadi kontributor utama laba, menyumbang 86% total pendapatan dan 95% laba operasional.
Kedua analis broker asing tersebut menilai Harry Tanoe cs berhasil menangkap perilaku konsumsi, sehingga stasiun TV-nya yakni RCTI meraih posisi pertama pada 2009.
Pada 2009. MNC membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 129,4% mencapai Rp390 miliar dibandingkan dengan laba bersih perseroan pada 2008 yang sebesar Rp170 miliar.
roup President dan CEO MNC Hary Tanoesoedibjo baru-baru ini menjelaskan pada 2009, pihaknya membukukan pendapatan dari iklan sebesar Rp3,1 triliun atau meningkat 0,64% dibandingkan dengan pendapatan iklan pada 2008 yang sebesar Rp3,08 triliun.
Sementara pendapatan noniklan perseroan sedikit mengalami penurunan sebesar 1,19% dari Rp840 miliar pada 2008 menjadi Rp830 miliar pada 2009.
Paa kuartal I/2010, MNC mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 33% menjadi Rp640 miliar, dibandingkan dengan perolehan pendapatan pada perioe yang sama 2009 yang sebesar Rp480 miliar.
Laba usaha perseroan tercatat melonjak 217% menjadi Rp190 miliar dari Rp60 miliar pada periode yang sama pada 2009.
EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) perseroan juga meningkat 144% menjadi Rp220 miliar. Dampaknya laba bersih perseroan pun melonjak 186% menjadi Rp120 miliar jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu di mana MNC mencetak rugi bersih sebesar Rp140 miliar.
Audience share
Hingga akhir tahun, MNC memproyeksikan pendapatan akan naik 21% dibandingkan dengan tahun lalu menjadi Rp4,6 triliun karena Piala Dunia bisa menaikkan porsi audience share hingga 50%.
MNC melalui anak usaha PT Global Land Development Tbk kini menyiapkan dana setidaknya Rp550 miliar untuk pengembangan komplek MNC Tower yang salah satunya berisi gedung studio multifungsi lengkap dengan teater serba guna yang bisa menampung 1.500-2.000 penonton.
Pembangunan studio yang diharapkan selesai dalam waktu 2 tahun ini diperkirakan menelan investasi sekitar Rp250 miliar.
“MNC membukukan pendapatan tertinggi. Hal ini wajar mengingat perbedaan ukuran bisnis MNC dibandingkan dengan perusahaan pesaingnya. Namun, margin EBITDA tertinggi diperoleh Surya Citra,” komentar analis PT AAA Securities Herman Koeswanto.
Tingginya margin EBITDA tersebut menunjukkan perusahaan yang sahamnya secara tidak langsung dimiliki Ashmore ini berhasil meminimalkan biaya hingga7% per September 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dengan keunggulan tersebut, Surya Citra juga menjadi perusahaan media dengan margin laba bersih terbesar. Sebaliknya, Indosiar justru memiliki tingkat profitabilitas rendah karena biaya bunga yang terlalu tinggi sehingga menurunkan profit margin menjadi negatif.
“Laba per saham Surya Citra menjadi paling tinggi karena peningkatan tajam laba bersih, begitu juga dengan MNC, tetapi tidak untuk Indosiar yang mengalami EPS negatif karena rugi bersih,” ungkap Herman.
Direktur Utama PT Surya Citra Media Tbk Fofo Sariatmadja dalam paparan publik baru-baru ini menyampaikan Laba perseroan pada kuartal I/2010 melonjak 114,45% dari Rp32,75 miliar pada kuartal I/2009 menjadi Rp70,24 miliar. Adapun pendapatan bersih perseroan tumbuh sebesar 5,13% dari Rp361,58 miliar menjadi Rp380,12 miliar.
Fofo menambahkan pada tahun ini perseroan menargetkan pertumbuhan pendapatan bersih sebesar 8% hingga 10% dari pendapatan pada tahun lalu yang mencapai Rp1,61 triliun.
Dia optimistis target tersebut akan tercapai mengingat kondisi perekonomian Indonesia berada dalam keadaan yang baik. Kinerja keuangan perusahaan juga diyakini tidak akan terganggu dengan keharusan televisi berjaringan.
PT Surya Citra Televisi (SCTV), anak perusahaan Surya Citra Media, telah melaksanakan pembentukan 15 anak perusahaan baru terkait penerapan televisi berjaringan.
SCTV juga telah mengajukan pengurusan izin penyelenggaraan penyiaran untuk 26 provinsi sehubungan dengan pembentukan 15 perusahaan baru tersebut.
Sementara itu, PT Indosiar Karya Media Tbk akan segera mengoperasikan studio baru senilai Rp60 miliar pada Agustus tahun ini.
Direktur Utama Indosiar, Angky Handoko menuturkan studio baru itu akan mendukung sejumlah program yang akan disiarkan oleh perseroan.
“Daya tampung sekitar 800 orang, dan akan kami operasikan pada Agustus ini. Studio tersebut senilai Rp60 miliar yang pembangunannya kami mulai beberapa waktu lalu,” ujarnya dalam paparan publik 25 Mei 2010.
Namun demikian, dia tidak menyebutkan sumbangan yang bisa diperoleh dari pengoperasian studio tersebut. Akan tetapi perseroan memperkirakan pendapatan pada kuartal II mengalami penurunan lantaran tayangan Piala Dunia.
Biarlah tiga emiten saling sikut merebut perhatian pemirsa, dan saya tentu tak akan melewatkan tayangan gratis Piala Dunia 2010.(fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Wartawan Bisnis Indonesia
Selama sebulan ke depan, bisa dipastikan perhatian jutaan orang di Tanah Air tertuju kepada siaran televisi terutama pertandingan sepakbola Piala Dunia 2010 yang berlangsung di Afrika Selatan.
Ajang 4 tahunan tersebut sebenarnya bisa menjadi alat bagi industri televisi menjaring pendapatan dari iklan. Namun, di Indonesia hanya grup PT Media Nusantara Citra Tbk (RCTI dan Global TV) yang mempunyai hak siar eksklusif.
Belum ada info resmi dari MNC mengenai nilai hak siar yang dikeluarkan untuk menjadi mitra Electronic City Entertainment (ECE) untuk menyiarkan pertandingan sepak bola akbar.
Nilai hak siar Piala Dunia 2010 tentu lebih mahal dari hak siar Piala Dunia 2006 yang kala itu dipegang SCTV. Menurut kabar yang beredar, SCTV saat itu sedikitnya membayar US$10 juta untuk mendapatkan hak siar itu.
Angka itu melonjak dua kali lipat ketimbang harga beli hak siar Piala Dunia 2002, yang saat itu disiarkan oleh RCTI. Kala itu, harga hak siar baru sebesar US$5 juta.
Hak siar eksklusif sudah pasti berkorelasi positif dengan perolehan iklan. Apalagi, media TV sang ‘kotak ajaib’ memiliki kekuatan dari sisi penetrasi, yang sampai sekarang masih tertinggi yakni sebesar 91%, dibandingkan dengan media lainnya.
Saat ini, bursa Indonesia memiliki tiga emiten yang menggarap bisnis pertelevisian, yaitu PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), dan PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM).
CLSA Asia Pacific Markets menilai ajang Piala Dunia di Afrika Selatan itu menjadi berkah tersendiri bagi MNC yang merupakan perusahaan media integrasi terbesar nasional dengan menguasai 35% pangsa pasar pemirsa.
“Hak iklan eksklusif ajang Piala Dunia dan pemilihan kepala daerah [Pilkada] di 244 daerah di Indonesia akan menjadi katalis jangka pendek untuk segmen bisnis TV.
Sebagai pemegang hak iklan eksklusif dari FIFA untuk ajang Piala Dunia, MNC dapat mencatatkan margin dan pendapatan lebih tinggi tahun ini,” ujar Jessica Irene dan Swati Chopra, dua analisa CLSA Jessica dan Swati dalam laporan riset per 19 Februari.
MNC saat ini mengontrol tiga stasiun TV utama (RCTI, TPI dan Global) dengan pangsa pemirsa dan belanja iklan total ketiganya masing-masing 35% dan 34%. Meski memiliki diversifikasi bisnis, bisnis TV MNC masih menjadi kontributor utama laba, menyumbang 86% total pendapatan dan 95% laba operasional.
Kedua analis broker asing tersebut menilai Harry Tanoe cs berhasil menangkap perilaku konsumsi, sehingga stasiun TV-nya yakni RCTI meraih posisi pertama pada 2009.
Pada 2009. MNC membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 129,4% mencapai Rp390 miliar dibandingkan dengan laba bersih perseroan pada 2008 yang sebesar Rp170 miliar.
roup President dan CEO MNC Hary Tanoesoedibjo baru-baru ini menjelaskan pada 2009, pihaknya membukukan pendapatan dari iklan sebesar Rp3,1 triliun atau meningkat 0,64% dibandingkan dengan pendapatan iklan pada 2008 yang sebesar Rp3,08 triliun.
Sementara pendapatan noniklan perseroan sedikit mengalami penurunan sebesar 1,19% dari Rp840 miliar pada 2008 menjadi Rp830 miliar pada 2009.
Paa kuartal I/2010, MNC mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 33% menjadi Rp640 miliar, dibandingkan dengan perolehan pendapatan pada perioe yang sama 2009 yang sebesar Rp480 miliar.
Laba usaha perseroan tercatat melonjak 217% menjadi Rp190 miliar dari Rp60 miliar pada periode yang sama pada 2009.
EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) perseroan juga meningkat 144% menjadi Rp220 miliar. Dampaknya laba bersih perseroan pun melonjak 186% menjadi Rp120 miliar jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu di mana MNC mencetak rugi bersih sebesar Rp140 miliar.
Audience share
Hingga akhir tahun, MNC memproyeksikan pendapatan akan naik 21% dibandingkan dengan tahun lalu menjadi Rp4,6 triliun karena Piala Dunia bisa menaikkan porsi audience share hingga 50%.
MNC melalui anak usaha PT Global Land Development Tbk kini menyiapkan dana setidaknya Rp550 miliar untuk pengembangan komplek MNC Tower yang salah satunya berisi gedung studio multifungsi lengkap dengan teater serba guna yang bisa menampung 1.500-2.000 penonton.
Pembangunan studio yang diharapkan selesai dalam waktu 2 tahun ini diperkirakan menelan investasi sekitar Rp250 miliar.
“MNC membukukan pendapatan tertinggi. Hal ini wajar mengingat perbedaan ukuran bisnis MNC dibandingkan dengan perusahaan pesaingnya. Namun, margin EBITDA tertinggi diperoleh Surya Citra,” komentar analis PT AAA Securities Herman Koeswanto.
Tingginya margin EBITDA tersebut menunjukkan perusahaan yang sahamnya secara tidak langsung dimiliki Ashmore ini berhasil meminimalkan biaya hingga7% per September 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dengan keunggulan tersebut, Surya Citra juga menjadi perusahaan media dengan margin laba bersih terbesar. Sebaliknya, Indosiar justru memiliki tingkat profitabilitas rendah karena biaya bunga yang terlalu tinggi sehingga menurunkan profit margin menjadi negatif.
“Laba per saham Surya Citra menjadi paling tinggi karena peningkatan tajam laba bersih, begitu juga dengan MNC, tetapi tidak untuk Indosiar yang mengalami EPS negatif karena rugi bersih,” ungkap Herman.
Direktur Utama PT Surya Citra Media Tbk Fofo Sariatmadja dalam paparan publik baru-baru ini menyampaikan Laba perseroan pada kuartal I/2010 melonjak 114,45% dari Rp32,75 miliar pada kuartal I/2009 menjadi Rp70,24 miliar. Adapun pendapatan bersih perseroan tumbuh sebesar 5,13% dari Rp361,58 miliar menjadi Rp380,12 miliar.
Fofo menambahkan pada tahun ini perseroan menargetkan pertumbuhan pendapatan bersih sebesar 8% hingga 10% dari pendapatan pada tahun lalu yang mencapai Rp1,61 triliun.
Dia optimistis target tersebut akan tercapai mengingat kondisi perekonomian Indonesia berada dalam keadaan yang baik. Kinerja keuangan perusahaan juga diyakini tidak akan terganggu dengan keharusan televisi berjaringan.
PT Surya Citra Televisi (SCTV), anak perusahaan Surya Citra Media, telah melaksanakan pembentukan 15 anak perusahaan baru terkait penerapan televisi berjaringan.
SCTV juga telah mengajukan pengurusan izin penyelenggaraan penyiaran untuk 26 provinsi sehubungan dengan pembentukan 15 perusahaan baru tersebut.
Sementara itu, PT Indosiar Karya Media Tbk akan segera mengoperasikan studio baru senilai Rp60 miliar pada Agustus tahun ini.
Direktur Utama Indosiar, Angky Handoko menuturkan studio baru itu akan mendukung sejumlah program yang akan disiarkan oleh perseroan.
“Daya tampung sekitar 800 orang, dan akan kami operasikan pada Agustus ini. Studio tersebut senilai Rp60 miliar yang pembangunannya kami mulai beberapa waktu lalu,” ujarnya dalam paparan publik 25 Mei 2010.
Namun demikian, dia tidak menyebutkan sumbangan yang bisa diperoleh dari pengoperasian studio tersebut. Akan tetapi perseroan memperkirakan pendapatan pada kuartal II mengalami penurunan lantaran tayangan Piala Dunia.
Biarlah tiga emiten saling sikut merebut perhatian pemirsa, dan saya tentu tak akan melewatkan tayangan gratis Piala Dunia 2010.(fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Comments