Skip to main content

Kredit Rumah Murah dan Mudah: Pilih FLPP atau KUR Perumahan?

Bagi banyak anak muda di Indonesia, mimpi punya rumah sendiri sering terasa berat. Harga tanah melesat, cicilan terlihat menakutkan, sementara gaji tidak selalu tumbuh secepat biaya hidup. Akhirnya banyak yang menunda, atau memilih mengontrak lebih lama dengan pikiran “nanti saja kalau sudah mapan”. Padahal, menunda terlalu lama justru membuat impian itu makin jauh, karena harga rumah terus naik setiap tahun.



Kabar baiknya, pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan beberapa jalur pembiayaan untuk membantu generasi muda mewujudkan mimpi punya hunian. Dua program yang paling banyak dibicarakan adalah FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dan KUR Perumahan. Keduanya sama-sama memberi akses cicilan terjangkau, tapi dengan mekanisme, sasaran, dan manfaat yang berbeda.

Memahami perbedaan ini penting, terutama bagi kaum muda yang sedang mempertimbangkan langkah besar membeli rumah.


Kenapa Anak Muda Perlu Bergerak Cepat?

Sebelum masuk ke detail program, mari kita pahami dulu konteksnya. Indonesia punya masalah backlog perumahan yang besar—jutaan keluarga belum memiliki rumah sendiri. Di sisi lain, bonus demografi membuat jumlah anak muda usia produktif melonjak, dan sebagian besar dari mereka akan segera memasuki fase berkeluarga.

Harga rumah subsidi di beberapa kota besar mungkin masih di kisaran Rp150–250 juta. Tetapi jika tren kenaikan harga tanah dan material terus berlanjut, lima tahun lagi angka itu bisa melonjak lebih tinggi. Artinya, membeli rumah lebih dini bukan hanya kebutuhan, tapi juga langkah investasi cerdas.


FLPP: Jalur Cepat Punya Rumah Siap Huni

Program FLPP sudah berjalan cukup lama dan menjadi tulang punggung kebijakan perumahan pemerintah. Sederhananya, ini adalah subsidi bunga KPR yang membuat cicilan lebih ringan.

  • Bunga flat 5%: apapun kondisi pasar, suku bunga cicilan rumah subsidi tidak berubah hingga tenor selesai. Bandingkan dengan KPR komersial yang bisa melonjak mengikuti BI rate.

  • Tenor panjang: bisa sampai 20 tahun, membuat cicilan bulanan lebih terjangkau bagi pekerja muda dengan gaji terbatas.

  • Harga rumah terkendali: pemerintah menetapkan batas harga rumah subsidi sesuai wilayah. Misalnya, di Jawa (kecuali Jabodetabek) sekitar Rp160–200 juta, sementara di kawasan timur bisa berbeda.

  • Syarat penerima: harus masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), belum punya rumah, dan biasanya memiliki penghasilan tetap dengan slip gaji.

Dengan skema ini, seorang karyawan muda dengan gaji Rp4–5 juta sebenarnya sudah bisa mulai mencicil rumah subsidi. Cicilan rata-rata sekitar Rp1 juta–Rp1,5 juta per bulan, tidak jauh beda dengan biaya kos atau kontrakan.

Bagi yang ingin segera pindah ke rumah jadi tanpa repot membangun sendiri, FLPP jelas pilihan paling praktis.


KUR Perumahan: Solusi Bagi yang Ingin Bangun atau Renovasi

Tidak semua anak muda bekerja di sektor formal. Banyak yang memilih jalur karier sebagai freelancer, wirausaha, atau pekerja informal. Mereka sering kesulitan mengakses KPR subsidi karena bank biasanya meminta slip gaji tetap sebagai syarat. Nah, inilah celah yang coba dijembatani oleh KUR Perumahan.

KUR (Kredit Usaha Rakyat) awalnya dirancang untuk pembiayaan usaha produktif. Namun belakangan, program ini diperluas untuk sektor perumahan, terutama rumah swadaya.

Apa bedanya dengan FLPP?

  • Fungsinya lebih fleksibel: bisa dipakai untuk renovasi, membangun rumah dari nol, atau membeli kavling lalu membangunnya bertahap.

  • Bunga lebih rendah dari pasar: pemerintah memberi subsidi bunga, biasanya hanya 6% efektif per tahun.

  • Plafon kredit bervariasi: mulai dari Rp50 juta hingga Rp500 juta, tergantung kebijakan bank penyalur.

  • Cocok untuk pekerja informal: karena KUR memang ditujukan bagi UMKM atau pekerja non-fixed income.

KUR Perumahan memberi kesempatan bagi anak muda yang tidak bisa masuk jalur FLPP, tapi tetap ingin membangun rumah sesuai kebutuhan dan gaya hidupnya. Misalnya, membangun rumah kecil di tanah warisan keluarga, atau merenovasi rumah orang tua agar lebih layak huni.




Mana yang Cocok untuk Anak Muda?

Pilihan antara FLPP dan KUR Perumahan sangat bergantung pada kondisi pribadi.

  1. Jika kamu pekerja formal dengan gaji tetap → FLPP lebih menguntungkan. Cicilan bisa diprediksi, rumah langsung jadi, dan bunga 5% fixed jelas sangat ringan.

  2. Jika kamu pekerja informal atau ingin membangun rumah sendiri → KUR Perumahan adalah jalan tengah. Meski bunganya sedikit lebih tinggi, fleksibilitas penggunaannya memberi ruang untuk kreativitas dan kebutuhan unik.

Yang perlu diingat: keduanya sama-sama ditopang subsidi pemerintah. Artinya, tidak semua orang bisa mendapatkannya. Ada syarat, kuota, dan seleksi dari bank penyalur.


Tips Anak Muda Agar Lolos Program Perumahan

Banyak anak muda gagal mengakses program subsidi bukan karena tidak mampu, tapi karena tidak siap secara administrasi. Berikut beberapa tips praktis:

  1. Jaga riwayat kredit – pastikan tidak ada tunggakan cicilan motor, kartu kredit, atau pinjaman online. Bank akan menolak jika catatan BI Checking buruk.

  2. Siapkan DP sejak dini – meski ada skema DP ringan, tetap lebih baik menabung 5–10% harga rumah untuk menunjukkan keseriusan.

  3. Pilih lokasi strategis – rumah subsidi biasanya ada di pinggiran kota. Pertimbangkan akses transportasi, jarak kerja, dan potensi nilai investasi.

  4. Lengkapi dokumen – KTP, NPWP, slip gaji (untuk FLPP), atau bukti usaha (untuk KUR Perumahan) harus rapi sejak awal.

  5. Konsultasi dengan bank – jangan ragu bertanya pada bank penyalur resmi agar tahu syarat detail dan kuota terbaru.


Rumah Bukan Hanya Tempat Tinggal, Tapi Juga Investasi

Anak muda sering menganggap cicilan rumah sebagai beban. Padahal, membeli rumah lebih awal justru bisa menjadi langkah investasi terbaik. Nilai tanah dan bangunan hampir selalu naik. Rumah yang dibeli dengan cicilan subsidi Rp200 juta hari ini, bisa bernilai Rp400 juta dalam 10 tahun.

Selain itu, punya rumah sendiri memberi rasa aman dan kebebasan. Tidak perlu takut diusir kontrakan, tidak tergantung pada kenaikan biaya kos, dan bisa membangun keluarga dengan tenang.


Saatnya Anak Muda Melangkah

Pemerintah sudah membuka dua jalur: FLPP untuk yang ingin rumah siap huni dengan cicilan ringan, dan KUR Perumahan untuk yang ingin membangun atau memperbaiki rumah sesuai kebutuhan. Tinggal bagaimana generasi muda berani mengambil langkah.

Jangan tunggu sampai harga rumah makin tidak terjangkau. Mulailah mencari informasi sejak sekarang, siapkan tabungan DP, rapikan dokumen, dan tentukan jalur mana yang sesuai dengan kondisi.

Mungkin terasa berat di awal, tapi setiap cicilan adalah langkah kecil menuju kebebasan dan kemandirian. Pada akhirnya, punya rumah sendiri bukan hanya soal gaya hidup—ini tentang masa depan yang lebih pasti.

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...