Kredit UMKM 2023, Pinjaman Wong Cilik
Saat ini peran usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) begitu penting bagi perekonomian nasional. Dengan jumlah
lebih dari 64 juta pelaku usaha, kontribusi sektor UMKM terhadap produk
domestik bruto (PDB) nasional mencapai 60,5%.
Namun, persoalan modal masih
menjadi isu klasik tetap mendera UMKM. Upaya menderaskan aliran dana pinjaman
dari perbankan dan pemerintah kepada ‘wong cilik’ ternyata tak mudah. Banyak
target pembiayaan yang belum tercapai.
Dana kredit usaha rakyat (KUR)
dari pemerintah masih sering disalahgunakan. Fasilitas pembiayaan lewat KUR ini
memang menjadi salah satu yang paling diburu masyarakat karena tingkat bunga
yang relatif murah.
Mengutip data Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, tingkat suku bunga KUR sebesar 6% per tahun
dengan plafon untuk pelaku usaha mikro sebesar Rp50 juta per debitur. Agar
tingkat bunga terjangkau, pemerintah memberikan subsidi bunga kepada lembaga
penyalur KUR.
Dengan bunga murah tersebut,
tak heran pada 2022 terdapat 7,6 juta debitur yang menikmati kredit wong cilik
tersebut dengan total hingga Rp366 triliun. Pada tahun ini, pemerintah
memproyeksikan penyaluran KUR menyentuh Rp450 triliun.
Namun demikian, praktik
penyalahgunaan peruntukkan bantuan modal kepada pelaku UMKM kerap terjadi. Di
beberapa kasus, bantuan modal UMKM justru digunakan untuk membayar tagihan
utang yang lain dan bahkan renovasi rumah.
Proses pendampingan yang
kurang optimal membuat alokasi dana pinjaman tidaklah efektif diserap untuk
keperluan usaha bagi pelaku UMKM. Kondisi tersebut haruslah menjadi perhatian
pemerintah untuk dapat segera dibenahi.
Di sisi lain, tak hanya
melalui KUR, pemerintah juga mengejar target pembiayaan kepada sektor UMKM
untuk dapat mencapai 30% dari total kredit nasional pada 2024.
Berdasarkan data Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) hingga akhir 2022, total kredit UMKM yang disalurkan oleh perbankan
nasional mencapai Rp1.348,81 triliun. Angka itu baru menunjukkan porsi sekitar
21% dari total kredit yang mencapai Rp6.423,56 triliun.
Dukungan untuk memperbesar
porsi kredit UMKM pun telah dilakukan Bank Indonesia. Bank sentral mewajibkan
bank untuk memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM)
hingga 30% pada 2024. Pembiayaan inklusif itu mencakup ke UMKM.
Meski begitu, tantangan saat
ini adalah persoalan kolektibilitas kredit yang mengkhawatirkan. Data
Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan sedikitnya 246.000 pelaku UKM memiliki
catatan kredit yang kurang lancar dan bahkan ada yang masuk dalam kategori
kredit macet.
Kita mengapresiasi pemerintah
dan pemangku kepentingan, yang tengah menyusun rencana untuk melakukan hapus
buku (write off) kredit macet pelaku UMKM itu. Harapannya, dengan
penghapusbukuan, pelaku UMKM lebih mudah mendapat fasilitas pembiayaan dari
bank dan target 30% kredit ke UMKM bisa tercapai.
Tentu masih banyak catatan
lain seperti pemerintah perlu memastikan jangkauan penyaluran yang makin luas,
terutama menyasar masyarakat yang belum pernah memperoleh fasilitas kredit
sebelumnya.
Data unbankable yang masih
relative tinggi mengonfirmasikan sebagian besar pinjaman seperti KUR hanya
menyentuh usaha menengah. Adapun usaha kecil dan mikro yang memperoleh kucuran
kredit tersebut belumlah maksimal.
Kondisi itu dikarenakan perbankan
masih memiliki jangkauan yang terbatas di daerah dan pedesaan, padahal usaha
kecil dan mikro di daerah yang justru kesulitan mengakses permodalan. Akses
terbatas inilah yang harus diperbaiki.
Kita berharap, tak hanya soal
pinjaman, usaha wong cilik juga dibantu dengan pengembangan produk, pengemasan,
pemasaran, manajemen keuangan, hingga akses pasar. Dengan UMKM yang maju,
ekonomi nasional bisa berputar lebih kencang.
Comments