Bayar Pakai QRIS di Singapore dan Thailand?
Di tengah gejolak global, negara-negara Asean masih memiliki peran dan kontribusi penting di level internasional. Bahkan perekonomian Asean-5 diyakini akan tetap tumbuh kuat dan menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi dunia.
Walaupun demikian, inklusi keuangan masih menjadi tantangan utama bagi perekonomian di mayoritas negara Asean, terutama dalam hal mengikutsertakan keterlibatan dan partisipasi dari usaha kecil dan menengah (UMKM).
Dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Asean di Bali, terungkap bahwa akses finansial masyarakat Asean relatif rendah. Sejumlah negara Asean masih mencatatkan indeks inklusi keuangan yang rendah, yang secara relatif menunjukkan bahwa kesenjangan masih sangat besar di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan data Global Finance Index 2021 yang dirilis Bank Dunia, Kamboja mencatatkan tingkat inklusi keuangan terendah di Asean, yaitu sebesar 33%. Kondisi di Indonesia sebenarnya sudah lebih baik, meskipun belum setinggi pencapaian inklusi Singapura yang sebesar 98%.
Oleh karena itu, inklusi keuangan bagi UMKM menjadi salah satu agenda prioritas yang paling penting dalam ekonomi Asean, termasuk di Indonesia.
Mendorong inklusi dan literasi keuangan bagi UMKM di Asean merupakan langkah yang tidak dapat ditawar lagi dan merupakan bagian penting dari kerangka ekonomi digital Asean.
Digitalisasi yang pesat di bidang keuangan dan sistem pembayaran tentunya akan turut mendorong inklusi keuangan, sehingga dapat memperluas akses terhadap layan yang akan meningkatkan kapasitas bagi UMKM.
Melalui digitalisasi, UMKM juga dapat lebih mudah mengakses data secara digital dan memanfaatkan platform digital untuk meningkatkan bisnis mereka guna menjangkau pasar yang lebih luas.
Pengembangan ekosistem digital dalam konteks pemberdayaan UMKM juga diharapkan dapat mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan, mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan menciptakan kesetaraan.
Kita sepakat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa negara-negara anggota Asean perlu memperkuat kerangka kerja sama secara regional dalam upaya mempromosikan inklusi dan literasi keuangan digital bagi UMKM.
Kerja sama regional itu mencakup penyediaan data yang akurat atau basis data seluruh UMKM di negara anggota Asean sehingga dapat dilakukan identifikasi mengenai kapasitas, tingkat inklusivitas, tata kelola, dan kualitas kelembagaan UMKM.
Selain itu, penting untuk menyediakan fasilitas digital untuk kemudahan UMKM di luar akses pembiayaan. Fasilitas yang juga penting dalam hal ini adalah sistem pembayaran elektronik dengan biaya yang murah, sehingga akan memberikan dampak yang besar bagi kinerja UMKM.
Sistem ini juga perlu dilengkapi dengan fasilitas pembayaran lintas negara, fast payment, remitansi digital, dan local currency settlement (LCS).
Upaya lain yang perlu didorong adalah peningkatan kapasitas UMKM dan peningkatan akses pasar bagi produk mereka.
Kita juga mengapresiasi dan mendukung upaya inisiatif pemerintah dan Bank Indonesia dalam memfinalisasi Regional Payment Connectivity (RPC) yang kini telah disepakati oleh 5 negara Asean. RPC bertujuan meningkatkan konektivitas pembayaran lintas batas dalam mendukung pertumbuhan yang inklusif.
Indonesia pun akan melakukan negosiasi dengan negara-negara lain utuk mengikis ketergantungan penggunaan dolar AS dalam setiap transaksi, baik perdagangan maupun investasi.
Sejauh ini, Indonesia telah mengimplementasikan beberapa inisiatif peningkatan konektivitas pembayaran di Asean, di antaranya optimalisasi QRIS dengan beberapa negara, serta rencana penyusunan mata uang bank sentral khusus di Asean.
(https://bisnisindonesia.id/article/sea-asia-pacific-would-be-home-to-the-next-economic-superpower)
Tentu dengan sejumlah inisiatif tersebut, implementasi digitalisasi ekonomi diharapkan memberikan keuntungan bagi kesejahteraan masyarakat negara-negara kawasan dan Asean dapat memimpin dan menjadi contoh bagi dunia.
Comments