Franky Widjaja, Sinar Mas, Smartfren & Bisnis Startup Digital
Senyumnya khas pebisnis.
Ramah. Franky Oesman Widjaja pun menorehkan nomor handphone di kartu namanya
yang diberikan ke saya.
Kami bertemu saat acara makan
malam di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (12/7/2022).
“Menarik itu pak soal go together, far fast and beyond,” kata saya.
“Saya maunya begitu,” kata Franky, tertawa kecil.
Malam itu, Franky hadir
bersama beberapa petinggi Sinar Mas Group, terutama manajemen PT Smartfren
Telecom Tbk. Smartfren kebetulan paginya baru saja melakukan Rapat Umum
Pemegang Saham. Beberapa muka baru masuk dalam jajaran direksi FREN.
Makan malam itu eksklusif tapi
ramai. Piring utama di depan saya pun berlogo Sinar Mas. Sambil menyantap
makanan, saya mendengarkan paparan Merza Fachys, Presdir FREN.
Merza memaparkan bottom line
perusahaan telekomunikasi yang dipimpinnya itu. FREN membukukan laba bersih
periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai
Rp24,98 miliar selama tiga bulan pertama 2022.
Posisi laba tersebut melompat
signifikan dari posisi rugi bersih Rp396,82 miliar pada kuartal I/2021.
Pasalnya FREN mencetak keuntungan dari perubahan nilai wajar opsi konversi
sebesar Rp11,10 miliar dari sebelumnya rugi Rp9,53 miliar.
Namun yang menarik bagi saya
adalah paparan Merza ekosistem digital yang sudah dimiliki oleh Sinar Mas.
Ada ekosistem startup lewat
East Ventures maupun Sinar Mas Digital Ventures (SMDV). Kemudian, ada ekosistem
konten dan streaming media. Saat ini, Sinar Mas susah memiliki saham di Vidio,
WeTV, hingga Viu.
Ada juga ekosistem fintech,
lewat Dana, Stockbit, Koinworks, dan lainnya. Lalu, ekosistem digital lain
yaitu Aruna, Sociolla, dan lain-lain.
Sinar Mas bahkan menjajaki
investasi di bank untuk dijadikan bank digital. Saat ini, masih dicari bank
yang cocok untuk diambil alih oleh Sinar Mas.
Banyak ternyata ya...
Sebagai grup konglomerasi
Indonesia, yaitu Sinar Mas ternyata sudah banyak berinvestasi untuk
mengembangkan ekosistem digitalnya. Ratusan perusahaan digital hingga startup
berada di bawah naungan Sinar Mas.
"Kami ingin membentuk
ekosistem digital yang berhubungan satu sama lain, sehingga saling menghidupkan
dan akhirnya menciptakan bisnis yang berkesinambungan ke depan dan setiap
bisnis bisa saling terkoneksi," kat Franky.
Berapa nilai investasinya?
Tidak ada angka pasti tetapi
Franky sempat menyebutkan sekitar US$4 miliar—US$5 miliar.
investasi dikeluarkan Sinar
Mas untuk mengembangkan bisnis teknologi, mulai dari membangun jaringan
infrastruktur komunikasi hingga membeli saham sejumlah perusahaan-perusahaan
digital. Platform infrastruktur digital akan dikembangkan lebih intensif.
Untuk pengembangan
infrastruktur telekomunikasi dan digital, Franky juga mengatakan, Sinar Mas
lewat Smartfren saat ini sudah memiliki 20,5 persen saham di PT Mora Telematika
Indonesia alias Moratelindo yang akan melakukan Initial Public Offering (IPO)
di akhir bulan Juli 2022 ini.
Franky menyampaikan pentingnya
digitalisasi guna mengoptimalkan bisnis, dengan cara menghubungkan berbagai
kebutuhan dari berbagai titik pemangku kepentingan.
"Ini tentang bagaimana
Indonesia ini bisa betul-betul masuk ke era digitalisasi yang full scale.
Indonesia beruntung karena sudah punya road map di depan, seperti Jepang,
Korea, China, semua ini sudah 6-7 tahun di muka. Jadi kita bisa betul-betul
akselerasi tanpa banyak menghabiskan tenaga belajar dari awal, sehingga bisa
lebih cepat," ujar Franky.
Franky mengingatkan pentingnya
kebersamaan lintas pilar usaha Sinar Mas dalam mewujudkan niatan sebagai game
changer. "Ada African quote, if you want to go fast you go alone, but if
you want to go far, we go together. Di Smartfren dan Sinar Mas, saya katakan we
go together, far fast and beyond. Merangkul semuanya, jadi pemikiran kita bisa
beyond that."
Namun, Franky pun menyadari
sebagai bisnis, startup pun menghadapi terjangan ketidakstablian. Ada yang
bangkrut, ada juga yang harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap
karyawan, dan lainnya.
Bisnis kripto misalnya, lagi
membutuhkan modal lagi untuk kembali bersinar.
Laporan lembaga riset
PitchBook yang dilansir Bloomberg, Rabu (13/7), menyebutkan jumlah pendanaan ke
perusahaan-perusahaan berbasis kripto pada kuartal II/2022 hanya US$6,76
miliar, terendah dalam 1 tahun.
Secara tahunan, nilai itu
menyusut 31% dari kuartal I/2022 yang mencapai US$9,85 miliar, rekor tertinggi
yang dikantongi oleh startup kripto.
Bagi Franky, kondisi bisnis startup saat ini memang
berubah dari sebelumnya yaitu ketika negara-negara besar seperti di Eropa dan
Amerika Serikat (AS) melakukan kebijakan "cetak uang", sehingga
likuiditas melimpah.
Istilah "mencetak
uang" ini mulai populer setelah krisis finansial 2008, saat itu The Fed
(bank sentral AS) dan beberapa bank sentral utama dunia lainnya menerapkan
kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE). Kebijakan QE oleh
bank sentral ini disebut sebagai "printing money" atau "mencetak
uang".
"Jadi saat itu raise fund
[menggalang dana] gampang untuk startup karena banyak yang cetak duit.
Dana-dana ini banyak diinvestasikan, semua startup dikasih uang-uang
besar," ungkap Franky
Franky mengatakan, di era
"cetak uang" tersebut para investor melakukan investasi besar-besaran
di startup. Uang tersebut digunakan untuk dibakar untuk promosi-promosi untuk
menarik pelanggan, atau istilahnya burning money. "Jadi model bisnisnya
dulu begitu [burning money]. Kalau ada yang sukses bagus," ujarnya.
Sekarang, kebijakan uang ketat
dimulai, tidak selonggar sebelumnya. Bahkan bank sentral AS, The Fed, mulai
menaikkan suku bunga acuannya. Akibatnya, investor lebih hati-hati menggunakan
uangnya.
Kondisi ini menurut Franky
bagus, untuk menjadi pelajaran bagi startup. Sehingga para pengusaha startup
ini bisa belajar, bersaing, dan beradaptasi sehingga makin kuat.
"Kalau tidak pernah ada
krisis seperti ini tidak belajar. Everybody learn bagaimana make the real
business, tapi tidak lagi dengan cara yang gampang. Jadi bagaimana mencari cara
yang cepat dan tepat," ungkap Franky.
Secara tak sadar, saya
mengangguk-angguk. Entah setuju dengan pemaparan Sang Konglomerat atau karena
main coursenya memang lezat.
Namun, pastinya, bisnis
startup tetap menguntungkan, makanya Sinar Mas mau jor-joran di bidang ini.
Karawaci, 17 Juli 2022
fahmiachmad112@gmail.com
Source:
(https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220713173033-37-355424/diam-diam-sinar-mas-bangun-ekosistem-digital-raksasa)
Comments