Menanti Suku Bunga Kredit Murah di Tahun 2022
Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.
Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya.
Hingga akhir tahun 2021 ini, indikator industri perbankan memperlihatkan kondisi yang demikian baik. Rezim suku bunga acuan pun berada di level terendah sepanjang sejarah yakni 3,50% dalam 10 bulan terakhir.
Meski demikian persoalan klasik masih terjadi. Transmisi suku bunga acuan yang rendah belumlah terlaksana di tingkat suku bunga kredit perbankan. Bunga pembiayaan bank masih jadi sorotan.
Saat ini penurunan tingkat suku bunga kredit belum agresif dibandingkan dengan pemangkasan suku bunga simpanan, terutama jenis simpanan dana deposito.
Jarak antara tingkat bunga kredit dan bunga simpanan yang melebar membuat bank menikmati margin bunga bersih yang terus mengalami peningkatan. Karena itu, wajar jika banyak pihak yang menilai perbankan masih memiliki ruang yang cukup lebar untuk dapat menurunkan tingkat suku bunga kredit.
Pada kuartal awal tahun ini, bank-bank sebenarnya telah mulai merespons penurunan tingkat bunga acuan dengan memangkas tingkat suku bunga dasar kredit (SBDK) mereka. Bank milik pemerintah bahkan memangkas SBDK yang cukup besar yakni 266 basis poin menjadi 8,7%. Langkah mereka pun diikuti oleh bank-bank swasta.
Jika dilihat dari jenis kredit, SBDK kredit konsumsi pemilikan rumah (KPR) sudah turun 194 basis poin jadi 8,19%, SBDK Konsumsi non-KPR turun 193 bps menjadi 9,25%, lalu SBDK korporasi turun menjadi 8,26%. Kemudian SBDK kredit ritel 136 bps menjadi 8,84%.
Meskipun begitu di paruh kedua tahun ini, banyak pihak yang berharap para bankir tetap melakukan langkah penyesuaian tingkat suku bunga kredit.
Ada beberapa hal yang membuat bunga kredit masih betah di level yang relatif tak rendah. Struktur perbankan yang ditempati oleh 107 bank ternyata diisi banyak bank yang masih membutuhkan penguatan permodalan.
Selain itu persepsi risiko kredit yang juga relatif belum turun membuat tingkat suku bunga pembiayaan pun tak jauh berbeda. Padahal, sejumlah kondisi sebenarnya bisa menjadi momentum bagi bank untuk menyesuaikan kembali tingkat suku bunga kreditnya.
Indikator permodalan perbankan sangat memadai. Hal itu terlihat dari rasio kecukupan modal perbankan Oktober 2021 tetap tinggi sebesar 25,30%, dan rasio kredit bermasalah terkendalidi level 3,22% (bruto) dan 1,02% (neto).
Dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat dalam dua-tiga bulan terakhir telah mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru.
Apalagi, margin bunga bersih pun kian lebar. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 25 basis poin dan 145 bps sejak November 2020 menjadi 2,79% dan 3,05% pada November 2021.
Penyaluran kredit sebagai wujud peran intermediasi perbankan pun terus membaik dengan pertumbuhan sebesar 4,73% (yoy) pada November 2021. Semua jenis baik kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit konsumsi, tumbuh lebih merata.
Selain itu hampir semua sector usaha, termasuk usaha mikro, kecil dan menengah juga memperlihatkan penyerapan dana kredit yang membaik. Peningkatan permintaan kredit sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha.
Dengan dukungan stimulus dan insentif, sejumlah sector usaha di antaranya perkebunan, kimia dan farmasi, hortikultura, tanaman pangan, pengolahan tembakau, makanan-minuman, kayu dan furnitur, kertas, serta pertambangan logam, siap menyerap kredit perbankan.
Kita berharap komitmen para bankir untuk terus menerapkan dan menjalankan kebijakan transparansi suku bunga dapat mempercepat penurunan suku bunga perbankan.
Suku bunga yang kian murah dan permintaan kredit yang naik dapat menjadi modal yang baik guna mengakselerasi pemulihan dan kebangkitan ekonomi di Tanah Air.
(https://bisnisindonesia.id/article/tajuk-bunga-kredit-masih-disorot)
Comments