Kapan Bensin Premium Dihapuskan?
Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.
Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya.
Wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah—salah satunya Premium—kembali mencuat. Laiknya kebijakan publik, pro kontra penghapusan Premium turut nyaring terdengar.
Ada pihak yang mendukung komitmen pemerintah untuk mengendalikan pencemaran udara dari penggunaan BBM kendaraan bermotor, terutama dari yang beroktan rendah.
Hal itu dibarengi dengan rencana PT Pertamina (Persero) yang akan mengurangi penyaluran bahan bakar minyak jenis premium mulai 1 Januari 2021 di Jawa, Madura, dan Bali, menyusul kota-kota lainnya di Indonesia.
Ada juga pihak yang menilai komitmen pemerintah dan Pertamina belum terlihat meyakinkan dari kesiapan dan akseptasi masyarakat jika bahan bakar bermerek Premium ditiadakan.
Diskursus soal penghapusan Premium bukan baru kali ini saja. Pemerintah memiliki perjalanan panjang untuk menghapuskan timbal dari bensin. Sejak dicanangkan presiden dan menteri KLHK saat itu, baru 10 tahun kemudian yaitu pada 1 Juli 2006, seluruh Indonesia bebas bensin bertimbal.
Pemerintah juga telah ikut dalam agenda global untuk mengurangi kadar emisi gas buang kendaraan bermotor, sesuai dengan Paris Agreement yang menetapkan reduksi emisi karbon dioksida efektif berlaku pada 2020.
Sebagai satu dari tujuh negara di dunia yang masih mengkonsumsi bahan bakar berjenis Premium, Indonesia masih belum bisa melepaskan ketergantungannya dari produk yang disebut kurang ramah lingkungan itu.
Faktanya bensin Premium yang beroktan rendah dengan harga yang murah tetap menjadi andalan masyarakat. Harga yang terjangkau jadi faktor penentu pembelian bahan bakar beroktan rendah.
Apalagi untuk saat ini kebijakan untuk penyaluran BBM Ron 88 oleh Pertamina masih tertuang dalam Perpres 43/2018 yakni tentang penugasan penyaluran Premium.
Meski demikian, munculnya kendaraan baru yang mewajibkan pemakaian bahan bakar beroktan tinggi, diiringi edukasi Pertamina, membuat masyarakat mulai menggemari bensin dengan standar lebih tinggi.
Pada saat ini konsumsi BBM terbesar di Indonesia adalah Pertalite, merek bensin RON 90 milik Pertamina.
Berdasarkan data Pertamina per November 2020, komposisi konsumsi BBM nasional yakni Pertalite pada 63%, Premium 23%, Pertamax 13%, dan Pertamax Turbo sebesar 1%.
Untuk konsumsi Premium di daerah Jawa, Madura, dan Bali berada pada level 13,8%, sedangkan konsumsi terbesar masih pada BBM jenis Pertamax, Pertalite, Pertamax Turbo.
Tentu kita mendukung komitmen pemerintah dan Pertamina untuk terus mendorong penggunaan BBM dengan RON lebih tinggi dan ramah lingkungan, karena akan berdampak positif untuk mesin kendaraan dan udara yang lebih bersih.
Kita berharap Pertamina melanjutkan dan memperluas program edukasi dan stimulus berupa promosi harga kepada konsumen di seluruh wilayah agar kebijakan BBM Satu Harga lebih optimal.
Bagi Pertamina, sesungguhnya masih ada ruang untuk menurunkan harga bahan bakar beroktan tinggi. Pasalnya, tren harga harga minyak dunia masih cenderung rendah.
Konsumen Premium di dunia yang sangat sedikit, membuat harga BBM tersebut di pasar internasional tidak memiliki referensi yang pasti.
Ada pihak yang menilai kondisi demikian akan berimbas pada ketidakjelasan dalam proses pengadaan Premium dan mengundang perburuan rente. Tentu tidak ada yang menginginkan hal itu terjadi.
Di sisi lain, kebijakan terkait dengan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan harus dilakukan secara terkoordinasi.
Keputusan penghapusan premium tidak bisa diputuskan hanya dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau pun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, keputusan tersebut harus diambil pada level koordinasi antarmenteri.
Dengan komitmen dan langkah yang terkoordinasi dengan baik antarinstansi pemerintah, program Langit Biru akan berjalan dengan optimal dan bisa menopang perekonomian yang lebih efisien.
(https://koran.bisnis.com/read/20201124/245/1321523/editorial-utak-atik-bbm-ramah-lingkungan)
Comments