Kredibilitas di tengah normalisasi kepercayaan
Anda pernah menonton film Seven Samurai karya sutradara Akira Kurosawa? Film tersebut boleh lawas karena beredar 1954 tetapi memiliki pesan moral dari Kurosawa yang tak lekang oleh waktu.
Film yang berlatar zaman Sengoku Jepang (sekitar 1587/1588) itu menceritakan tentang sebuah desa yang menyewa tujuh orang ronin (ahli pedang/samurai tak bertuan) untuk mengalahkan gerombolan bandit yang menyerang para petani setelah masa panen.
Singkat cerita yang penuh intrik, antagonis dan protagonis dan alur cerita yang mengaduk emosi, tujuh samurai tersebut berhasil mengalahkan para bandit meski memakan korban di antara mereka.
Saya mengandaikan mereka seperti Komite Normalisasi yang ditunjuk FIFA untuk membenahi kisruh federasi sepak bola Indonesia. Agum Gumelar sebagai ketua akan dibantu tujuh anggota.
Tujuh anggota tersebut adalah Joko Driyono (CEO PT Liga Indonesia), Sukawi Sutarip (Ketua Pengprov Jawa Tengah), Siti Nurzanah (Arema Indonesia), Hadi Rudiatmo (Persis), Samsul Ashar (Persik Kediri), Satim Sofyan (Pengprov Banten), dan Dityo Pramoni (Medan Bintang).
Tujuh orang tersebut bersama Agum Gumelar setidaknya akan menjadi samurai selama 7 pekan mendatang hingga akhir Mei agar kondisi sepak bola Indonesia lepas dari kekisruhan kepemimpinan federasi.
Komite Normalisasi mengemban tiga tugas, yaitu menyelenggarakan pemilihan berdasarkan Electoral Code FIFA Statuta PSSI sebelum 21 Mei 2011, mengakomodasi liga yang berada di luar sehingga bisa di bawah kontrol PSSI atau menghentikannya secepat mungkin, dan menjalankan aktivitas PSSI hari demi hari dalam semangat rekonsiliasi demi kebaikan sepak bola Indonesia.
Tugas-tugas tersebut bukanlah hal yang mudah dilakukan. Begitu banyak kemauan, tuntutan, ketidakjelasan, aksi cari untung hingga resistensi membuat komite itu harus ekstra hati-hati mengambil keputusan.
Agum dan tujuh anggotanya mungkin bukanlah The Magnificent Seven seperti yang diungkapkan Jeffrey A. Krames dalam buku What the Best CEOs Know (2005). Orang tentu paham kualitas Michael Dell (Dell Computer), Jack Welch (General Electric), Lou Gerstner (mantan CEO IBM), Andy Grove (Intel Corp), Bill Gates (Microsoft), Herb Kelleher (Southwest Airlines), Sam Walton (Wal-Mart).
Namun FIFA tentu tak asal memilih orang terbaik. Agum dan tim tujuh-nya diharapkan bertindak seperti seorang pemimpin bisnis yang mau merangkul perubahan, bukan yang menyangkal atau menolaknya.
Nama Agum Gumelar sendiri punya kredibilitas. Dia mantan Danjen Kopassus 1994-1995, Gubernur Lemhanas 1998-1999, Menteri Perhubungan 2001-2004, Ketua Umum KONI Pusat 2003-2007, dan tentu saja Ketua Umum PSSI 1999-2003.
Pengalaman Agum membuatnya relatif diterima para pendukung Nurdin Halid, Nirwan Dermawan Bakrie, George Toisutta, dan Arifin Panigoro yang selama ini bertarung untuk menjadi Ketua Umum PSSI.
Komite Normalisasi juga telah memutuskan untuk melaksanakan kongres pada 20 Mei, tanggal yang menurut Agum Gumelar disesuaikan hari Kebangkitan Nasional dan diharapkan memberikan semangat kebangkitan untuk sepak bola.
Agenda pembenahan telah ditetapkan yang dimulai dengan masa pendaftaran bakal calon pada 12 -17 April. Setelah itu akan dilanjutkan dengan proses verifikasi dan banding 5 hari.
Undangan kepada seluruh anggota peserta kongres akan dikirimkan segera. Ada yang berbeda dengan tahapan pencalonan kali ini. Di mana semua anggota PSSI yang jumlahnya 400 bisa mengajukan calon.
Namun yang berhak memilih tetap 100 anggota yang berasal dari 33 Pengprov, 15 klub ISL, 16 klub teratas Divisi Utama, 14 klub teratas Divisi I, 12 klub teratas Divisi II, dan 10 klub teratas Divisi III.
Soal Liga Primer Indonesia (LPI), Komite Normalisasi juga tak mau gegabah dan baru akan mengeluarkan putusan setelah melakukan dengar pendapat dengan pihak LPI dan pihak PT Liga Indonesia (Liga) selaku penyelenggara kompetisi yang diakui FIFA.
Selalu ada jeda dalam setiap koma dan seperti kata ronin dalam akhir film Seven Samurai tersebut, mereka kalah dan para pemangku kepentingan (sepak bola) yang menang.
(fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Comments