Skip to main content

Menjajal Jalan Mulus Tol Sumatra


Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.


Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya..


Senyum Da’i Bachtiar tak pernah lepas saat bercerita. Saya berkesempatan mengobrol di rumah dinasnya di Kuala Lumpur saat dia jadi tuan rumah upacara kemerdekaan 17 Agustus 2008. Da’i Bachtiar kala itu Duta Besar RI untuk Malaysia.
Saya ingat saat itu bertanya tentang kesan dia sebagai Duta Besar. Banyak hal yang menarik, katanya. Tetapi, salah satu yang memikat hatinya adalah kesungguhan Malaysia membangun infrastruktur, terutama jalan raya untuk menghubungkan semua kota.
“Saya sudah keliling pakai mobil, jalannya itu mulus. Saya sampai tertidur,” Begitu ucapnya.
Da’i Bahctiar membandingkan dengan pengalaman dia sebelumnya saat menjadi Kepala Kepolisian RI di masa Presiden Megawati Soekarnoputri ini. Dia mengaku belum bisa membayangkan keliling pulau Sumatra pakai mobil senyaman seperti di Malaysia.
Tak sepenuhnya salah juga. Hampir semua daerah di Tanah Air memang sudah memiliki infrastruktur jalan raya penghubung. Namun, harus diakui, masih banyak memang jalan-jalan yang belum semulus seperti di Pulau Jawa.
Pulau Sumatra salah satunya. Dari Aceh hingga Lampung, memang sudah terhubung dengan jalan-jalan raya. Mobil, bus hingga truk dapat menjelajahi seantero Sumatra. 
Bahkan, ada beberapa PO bus yang melayani trayek Aceh—Jakarta pulang pergi. Dengan jarak lebih dari 2.500 kilometer, perjalanan Aceh—Jakarta bisa menghabiskan waktu 2 hari dua malam. Bisa pula lebih, jika mengalami masalah di perjalanan.
Pada 2018, sepuluh tahun setelah mengobrol dengan Da’i Bachtiar, saya berkesempatan mengendarai mobil ke Sumatra. Tak sampai Banda Aceh, saya berkendara hingga Bukittinggi, salah kota besar di Sumatra Barat.
Rute yang dari Tangerang ke Bukittinggi berjarak 1.395 kilometer. Itu sudah termasuk naik kapal ferry menyeberang dari Pelabuhan Merak Cilegon-Banten ke Pelabuhan Bakauheni-Lampung. Jika mengacu pada aplikasi Google Maps, lama perjalanan saya bisa 27 jam tanpa berhenti.
Mustahil berkendara selama 27 jam tanpa berhenti untuk istirahat. Saya memilih menginap satu malam di Lahat, salah satu kota di Sumatra Selatan. Letaknya memang strategis di jalur lintas Sumatra. Lagipula, jaraknya pun ‘hanya’ 14 jam menuju Bukittinggi.
Waktu tempuh yang begitu lama, ditambah dengan kondisi jalan yang tak sepenuhnya mulus dan medan yang keluar masuk hutan, jadinya melelahkan memang. 
Saat itu, saya memang belum beruntung, jalan tol yang memangkas waktu dan jarak, masih dalam tahap pembangunan. Jalan tol Sumatra belum sepenuhnya jadi dan beroperasi.
Kini, di 2021, jalan tol semakin banyak. Di Jawa, kita bisa mengendarai mobil dari Cilegon- Banten hingga Surabaya-Jawa Timur, tanpa harus keluar dari rute jalan tol.
Di Sumatra pun mulai demikian secara bertahap. Begitu mobil keluar dari Pelabuhan Bakauheni-Lampung, Anda dapat menikmati jalan tol mulus hingga Palembang- Sumatra Selatan. Nyaman, kira-kira begitu rasanya.
Dulu, dari Jakarta ke kota Palembang menempuh jarak lebih dari 600 km dengan waktu tempuh hingga 14 jam. Kini, jarak dan waktu terpangkas drastis. Jarak Jakarta-Palembang hanya sekitar 500 km dan dapat ditembuh dalam 7—7,5 jam.

PROYEK BESAR
Di era pemerintahan Joko Widodo, pembangunan jalan tol memang dipacu maksimal. Di Sumatra, jalan tol tak hanya Bakauheni-Palembang yang sudah terhubung. Provinsi lain juga menikmati kehadiran jalan tol.
Tol Trans Sumatra pun menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Dana dari pemerintah dan ada pula peran PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Ambisi dan biaya pun besar demi kemajuan bangsa ini.
Jalur Bakauheni–Terbanggi Besar sepanjang 140 km misalnya, memiliki total investasi Rp16,7 triliun dan pengerjaannya ditugaskan langsung oleh pemerintah kepada PT Hutama Karya (Persero) sebagai badan usaha jalan tol (BUJT). 
Pembangunan ruas tol ini dilakukan oleh PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, serta PT Adhi Karya melalui skema penugasan dari Kementerian BUMN.
Selain itu ada juga yang telah beroperasi yaitu ruas Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung (Lampung/Sumsel) sepanjang 189 km, ruas Kayu Agung-Palembang-Betung sejauh 38 km, serta Palembang–Indralaya (Sumatra Selatan) 22 km.
Di Aceh, jalan tol dari Banda Aceh hingga Sigli (Tol Sibanceh) sepanjang 76 kilometer kini sebagian telah terwujud.
Pembangunan Jalan Tol Banda Aceh-Sigli terdiri dari 5 seksi, yakni Seksi 1 Padang Tiji – Seulimeum (25 kilometer), Seksi 2 Seulimeum – Jantho (6 kilometer), Seksi 3 Jantho-Indrapuri (16 kilometer), Seksi 4 Indrapuri-Blang Bintang (14 kilometer), dan Seksi 5 Blang Bintang-Kuto Baro (8 kilometer).
Ruas seksi 3 Jantho-Indrapuri (16 kilometer) dan Seksi 4 Indrapuri-Blang Bintang (14 kilometer) telah rampung dan dioperasikan.
Tol Sibanceh akan memangkas jarak dan waktu tempuh perjalanan dari Banda Aceh ke Sigli dari sekitar 2—3 jam dengan kondisi jalan yang  berkelok-kelok melalui perbukitan menjadi  hanya satu jam. 
Pengusahaan Tol Sibanceh merupakan bagian dari penugasan Pemerintah kepada PT Hutama Karya (Persero) dengan nilai investasi sebesar Rp12,35 triliun dan biaya konstruksi sekitar Rp8,99 triliun. Bertindak selaku kontraktor pada ruas tersebut yakni PT Adhi Karya Tbk. 
Di Sumatra Utara, ada ruas Belawan-Medan-Tanjung Morawa sepanjang 43 km, Medan- Binjai  dengan jarak 13 km, Medan-Kuala Namu- Tebing Tinggi sejauh 62 km
Selain itu ada pula jalan tol di Provinsi Riau, yaitu ruas Pekanbaru-Dumai yang berjarak 132 km yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada September 2020.
Saat ini pemerintah melalui Hutama Karya juga secara bertahap berupaya menyelesaikan ruas jalan tol penghubung daerah di Provinsi Bengkulu dengan Lubuklinggau, Sumatra Selatan.
Pembangunan tol Bengkulu-Lubuklinggau terbagi menjadi tiga seksi pengerjaan yaitu seksi 1 Lubuk Linggau-Kepahiang sepanjang 54,5 kilometer, seksi 2 Kepahiang-Taba Penanjung 23,7 kilometer, dan seksi 3 Taba Penanjung-Bengkulu sepanjang 17,6 kilometer, dengan investasi Rp37,613 triliun.
Progres konstruksi ruas Kota Bengkulu-Taba Penanjung kini mencapai 84,62%, dan ditargetkan selesai pada akhir tahun ini.
Keberadaan semua jalan tol tersebut tentu tidak hanya membuat berkendara lebih aman dan nyaman. Dampak terhadap perekonomian juga harus dapat direalisasikan.
Hasil analisa atas pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatra (JTTS) menunjukkan bahwa dengan stimulus yang diberikan sebesar Rp452 triliun, akan menghasilkan output Rp768 triliun sampai 2033.
Nilai output itu setara dengan Rp51 triliun per tahun atau sekitar 2,2% dari produk domestic regional bruto (PDRB) Sumatra. “Multiplier effect–nya untuk perekonomian nasional sebesar 1,7 kali,” begitu penjelasan dari Sylvi J. Gani, Direktur Pembiayaan dan Investasi PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) baru-baru ini.
Pembangunan JJTS juga berpotensi memberikan nilai tambah Rp369 triliun, mendorong pendapatan rumah tangga Rp119 triliun, serta menyerap tenaga kerja 671.000 orang per tahun atau 2,4% tenaga kerja di Sumatra.
Dengan angka-angka proyeksi ekonomi yang begitu wah, tidak berlebihan jika semua kota-kota di Sumatra—tentu juga Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua— sangat mendambakan keberadaan infrastruktur jalan (tol) yang terhubung dengan baik.
Layak kiranya kita tunggu realisasi JTTS dari Aceh hingga Lampung. Jika semua itu terhubung, setidaknya impian pak Da’i Bachtiar, saya dan juga Anda bisa terwujud untuk dapat menikmati hasil pembangunan dan tersenyum bangga dengan pencapaian negara kita.

Please visit and read https://bisnisindonesia.id/

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...