Mau Ekonomi Tetap Tumbuh 5%? Lanjutkan Reformasi Kebijakan

Perekonomian kita saat ini masih menjadi salah satu yang dipuji dunia karena masih tumbuh di atas 5%. Namun, pertumbuhan itu bukanlah akhir, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan semua pihak.

Tantangan dari ekonomi global terus mendera kita. Perang dagang yang tensinya naik turun membuat pelaku ekonomi nasional harus terus melakukan penyesuaian-penyesuaian agar perekonomian terus bergerak.

Kita masih ingat ‘curahan hati’ Presiden Joko Widodo pada pekan ini yang mengingatkan kemungkinan terjadinya resesi ekonomi dunia yang dapat berdampak terhadap Indonesia. Salah satu jalan keluar atas tantangan tersebut adalah meningkatkan penanaman modal asing.

Namun, Indonesia tampaknya tidak terlalu menarik selera bagi pemodal asing. Perang dagang membuat banyak perusahaan asal China yang hengkang dari negerinya. Sebanyak 23 perusahaan dari China memilih berinvestasi di Vietnam, 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Tak ada yang memilih Indonesia.

Kondisi demikian tentulah sangat disayangkan mengingat negeri kita memiliki semua modal untuk bersaing dengan negara tetangga. Namun, harus disadari, banyak pula pembenahan yang harus dilakukan pemerintah saat ini.

Bank Dunia dalam laporan yang dirilis September 2019 berjudul ‘Global Economic Risks and Implications for Indonesia’, merekomendasikan kepada Indonesia untuk melakukan sejumlah hal seperti perlu mengintegrasikan diri dengan global supply chain. Oleh karena itu, pemerintah harus memangkas hambatan-hambatan nontarif yang berbelit dan menghabiskan waktu.

Dari sisi kebijakan, Bank Dunia menilai pemerintah perlu memperlonggar daftar negatif investasi (DNI) sehingga investor asing bisa lebih fleksibel dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Hingga saat ini, relaksasi DNI sebagaimana yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI masih belumlah terlaksana.

Selain itu, pemerintah juga memperlonggar pembatasan atas tenaga kerja asing agar industri bisa memperoleh sumber daya manusia yang diperlukan. Hal penting lain yang juga jadi sorotan adalah perlunya perbaikan atas persoalan tumpang tindih dan kontradiksi peraturan antara pusat dan daerah agar investor mendapatkan kepastian.

Beberapa hal lain juga perlu mendapatkan perhatian pemerintah, terutama mendorong adanya investasi dan penanaman modal asing. Sejauh ini pelaku industri asing yang masuk di Indonesia masih berorientasi hanya pada pasar domestik.

Karena itu, seperti Bank Dunia, Bank Indonesia juga menilai pemerintah harus lebih giat menyasar pemodal asing yang ingin membangun industri yang berorientasi ekspor.

Adanya industri berorientasi ekspor tersebut dapat melepaskan negara kita dari ketergantungan terhadap investasi portofolio dan memiliki postur modal yang lebih kuat, terutama untuk kebutuhan pembiayaan pembangunan jangka panjang.

Tentu menarik minat pemodal asing untuk membangun industri, apalagi yang berbasis ekspor, bukanlah pekerjaan mudah. Seperti usulan Bank Dunia dan Bank Indonesia, iklim investasi yang bersahabat harus diwujudkan dalam praktek nyata.

Kita mengapresiasi upaya Kementerian Keuangan yang terus melakukan penyesuaian kebijakan terutama dengan menyiapkan insentif perpajakan dalam rangka memacu adanya investasi di Tanah Air.

Namun, seperti sorotan Bank Dunia, insentif seperti tax Holiday tidaklah cukup dan pemerintah masih harus berkutat dengan persoalan struktural mendasar seperti upaya menekan biaya logistik yang tinggi dan memacu peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Tentu, kita tak ingin upaya memacu investasi hanya bergantung pada daya saing yang mengandalkan upah tenaga kerja yang rendah semata. Karena itu, kita mendukung pemerintah untuk tetap fokus melanjutkan reformasi kebijakan di segala lini.

Apalagi bulan depan, Presiden Joko Widodo akan mengumumkan kabinet pemerintahan baru. Tentu keberlanjutan agenda reformasi kebijakan haruslah tetap menjadi perhatian utama agar negara dan bangsa ini kian maju.


NB: Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia, 7 September 2019

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh