Posts

Showing posts from March, 2008

Kok Tupai bisa jatuh?

Kecewa dan gusar, merupakan hal manusiawi yang dirasakan seseorang dengan prestasi mentereng. Saya sendiri beberapa kali merasakan apa yang disebut dengan gagal. Kegusaran terbesar justru pada enam tahun lalu ketika lagi sidang tesis di pascasarjana UI, yang boleh dikatakan gagal tes pertama. Kalau mengingat peristiwa itu, saya sangat gusar terhadap dua dari dosen penguji. Keduanya kebetulan sempat naik daun jadi anggota KPU 2004 bersama MWK yang terkena perkara korupsi. Gagal dan harus mengulang lalu berhasil meraih gelar Master of Science membuat saya memberikan apresiasi terhadap Edwin Nasution (dosen pembimbing-sekarang menjadi ketua umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) dan CPF Luhulima (pembaca ahli, peneliti senior CSIS). Dua orang ini turut menjadi motivator bagi kelangsungan tesis saya. Kecewa dan Gusar di hati itu mungkin juga melanda perasaan Agus Martowardojo, tentu bukan karena sidang skripsi. Hasil rapat voting Komisi XI yang dikuatkan Rapat Paripurna DPR RI pada pert

Menumpuk asa pada PP No.33/2006

Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Menumpuk asa pada PP No.33/2006 Ketika PP No.33/2006 pertama kali dikeluarkan pemerintah, harapan besar membuncah dari para bankir bank BUMN akan adanya perlakuan yang sama dengan bank-bank swasta dalam memperlakukan kredit bermasalahnya. Para bankir pelat merah ingin menjadikan ketentuan yang berisi tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.14/2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, ini sebagai senjata pamungkas non performing loan (NPL). Hingga kini, pikiran para bankir BUMN selalu diganggu persoalan NPL. Bukan apa, banyak pihak masih menyoroti tingginya angka NPL industri yang didominasi bank BUMN, apalagi peran kreditnya pun tersalip bank swasta. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), hingga Oktober 2007, total kredit bermasalah di bank pemerintah sebesar Rp27,88 triliun dengan rasio NPL 8,5%. Total NPL industri sendiri Rp47,37 triliun. Bank Mandiri memiliki outstanding sebesar Rp14,37 triliun sebagai NPL per September 2007.

Berharap dari anak usaha bank

30 Oktober Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Ketika anak usaha bank diharapkan menggeliat Tren penyediaan jasa keuangan yang lengkap membuat banyak bank kini tak lagi sekedar berkutat di jasa inti. Kepemilikan layanan finansial komprehensif membuat bank harus memiliki anak usaha jasa keuangan yang mumpuni. Di Tanah Air, Bank Dunia sejak telah menyoroti mulai bergesernya paradigma bank yang mulai berkonsentrasi atas kepemilikan anak usaha di lembaga keuangan non bank baik asuransi, dana pensiun, multifinance hingga perusahaan sekuritas. Saat ini pun, kepemilikan bank atas lembaga keuangan nonbank maupun diversifikasi layanan terkait semakin transparan diketahui publik, melalui adanya kewajiban laporan keuangan konsolidasi. Bank-bank swasta nasional kini mampu menepuk dada memperlihatkan keuntungan perusahaan yang melambung didukung kontribusi positif anak usaha lembaga keuangan non bank. Keuntungan Bank Danamon, misalnya, sedikit banyak tertolong kinerja Adira Multi Finance, Adira Insu

Media asuransi tak hanya arisan para ibu

26 Oktober 2007 Oleh Fahmi Achmad Wartawan Bisnis Indonesia Kiprah asuransi di Tanah Air telah memiliki usia hampir satu abad namun perkembangannya terus terang masih lambat. Padahal produk jasa pengalihan risiko ini selalu berhubungan dengan aspek bisnis dan aspek kehidupan masyarakat. Pada dua dekade terakhir, misalnya, banyak orang mengambil sikap menghindar bahkan alergi bila ditawari produk asuransi. Banyak faktor bisa diungkapkan sebagai biang keladi pertumbuhan asuransi yang tak segemerlap industri jasa keuangan lain. Sosialisasi dan edukasi menjadi dua kata kunci dalam menelaah lemahnya penetrasi asuransi di masyarakat. Kekurangpahaman orang dan kurang aktifnya kegiatan promosi dari pemerintah dan perusahaan asuransi juga menjadi penyebab utama. Lakunya penjualan polis selama ini lebih banyak didukung kemampuan para agen asuransi meyakinkan masyarakat. Komunitas-komunitas seperti arisan para ibu menjadi media sekaligus ajang yang diandalkan perusahaan asuransi dalam menjual pol

Edukasi mantap, unit-linked melonjak

26 Oktober 2007 Oleh Fahmi Achmad Wartawan Bisnis Indonesia Edukasi mantap, unit-linked melonjak Keran penjualan unit-linked baru terbuka lebar dalam lima tahun terakhir namun perkembangannya meningkat cukup signifikan seiring minat masyarakat mencari lahan investasi baru selain bank. produk proteksi berbalut investasi ini turut memberikan kontribusi penting dalam mendukung kinerja asuransi jiwa secara industri di awal tahun ini. Perolehan premi asuransi jiwa pada triwulan I/2007 tumbuh 62% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni dari Rp5,35 triliun menjadi Rp8,65 triliun. Tingginya minat pemegang polis terhadap produk unit-linked terlihat dari besaran kontribusi terhadap premi bisnis baru, yang mencapai Rp2,1 triliun, sebanding dengan 46% dari total pendapatan premi bisnis baru individual. Salah satu tertanggung, sebut saja Purwoko, mengaku dirinya tertarik membeli produk unit-linked karena tergiur pencapaian tingkat pengembalian investasinya. “Awalnya hanya ingi

Gurihnya CPO bagi bank

13 agustus 2007 Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Licinnya minyak sawit ternyata cukup ampuh meluruhkan ketatnya sikap bank agar rela menggelontorkan banyak duit untuk pengembangan perkebunan dan industri turunan komoditas tersebut. Dahulu sektor perkebunan belum banyak dilirik perbankan karena dinilai berisiko tinggi. Namun sejak pemerintah menggelar program revitalisasi 2006-2010, dana publik di bank pun mengucur deras ke sektor perkebunan. Program revitalisasi perkebunan dengan kebutuhan dana Rp40 triliun pada 2 juta hektare ini, memang tak hanya sawit karena pemerintah juga ingin adanya pengembangan komoditas kakao dan karet. Sawit tetap menjadi primadona di industri perkebunan, meski pengembangan komoditas ini diterpa isu kartel, rencana pembatasan lahan untuk holding company, kenaikan harga patokan ekspor (HPE) hingga soal pabrik tanpa kebun. Tapi kilau harga crude palm oil masih cukup menggiurkan bagi perbankan mencari bunga besar dengan memberikan pinjaman kepada perusahan-per

Menanti kerja keras para bankir

6 September 2007 Oleh Fahmi Achmad Wartawan Bisnis Indonesia Menanti kerja keras para bankir Menyalurkan dana merupakan hal yang paling mudah, tetapi menjaga agar pengembalian dana masyarakat tersebut tidak macet merupakan satu tantangan tersendiri bagi para bankir. Pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan harapan agar dari sisi ketahanan sudah cukup kuat mampu menjaga konsistensi penyaluran dana kredit yang lebih optimal. Dari lima arahan presiden, harapan agar adanya peningkatan kredit yang lebih luas dan tepat sasaran, penyaluran pinjaman ke sektor usaha produktif, peningkatan kualitas dan kuantitas fungsi intermediasi serta mengatasi mismatch, adalah tepat diarahkan ke seluruh bank baik persero maupun swasta. Pemerintah, kata Presiden Yudhoyono meminta sektor usaha produktif seperti usaha mikro, kecil dan menengah menjadi sasaran kredit yang lebih banyak. Meskipun peran bank dalam pembangunan infrastruktur tetap diharapkan. Sejauh ini, bank-bank swasta sering menjad

Ketika ATM BCA ngadat

21 Juli 2007 Oleh Fahmi Achmad Wartawan Bisnis Indonesia Ketika ATM BCA ngadat Anjungan tunai mandiri atau yang biasa disebut ATM saat ini telah menjadi alat utama bagi kebutuhan penyelesaian transaksi keuangan, baik untuk menarik duit ataupun membayar tagihan-tagihan bulanan. Tak terbayang bila si mesin pintar ini mogok beroperasi atau macet ketika digunakan, berapa banyak sumpah serapah dari masyarakat serta kekecewaan nasabah pengguna jasa layanan perbankan tersebut. Kemarin, menjadi hari yang menjengkelkan bagi sebagian besar pengguna ATM milik PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. Maklum saja, masih banyak masyarakat yang melakukan pembayaran tagihan listrik tiap tanggal 20 yang merupakan tenggat pelunasan yang diberikan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Salah satu satpam di kantor besar BCA di jalan S. Parman Jakarta Barat mengungkapkan banyak nasabah sejak pagi ‘kecele’ tak bisa melakukan transaksi pembayaran tagihan, baik listrik, telepon ataupun kartu kredit. “Baru bisa untuk penari

Ayo ke Bank !!!

Ketika bank berharap jangan ditinggalkan 15 Juni 2007 faa Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Berbicara di hadapan Gubernur BI dan para dirut bank-bank besar, nampaknya tidak membuat Johan Darsono gugup ataupun kehilangan kata-kata. Pria muda asal Solo Jawa Tengah ini mampu menarik perhatian para hadirin acara penandatangan komitmen bersama cetak biru edukasi masyarakat di bidang perbankan, kemarin. Johan merupakan salah satu dari tiga nasabah bank yang diberikan kesempatan mengungkapkan kesannya memanfaatkan jasa keuangan. Nasabah BNI dan Bank Syariah Mandiri (BSM) ini mengungkapkan kenangan dirinya pertama kali memasuki pintu kantor bank umum syariah di Surakarta. “Banyak mata memelototi saya seperti berkata apa saya tidak salah masuk bank?” ujar pria berdarah keturunan China ini, yang langsung disambut tawa lepas para bankir papan atas yang hadir. Bagi Johan, produk perbankan memang sudah semakin banyak dan memudahkan nasabah memenuhi transaksi finansial. Namun sikap bergaya eksklusi

Apa kabar pekerja migran Indonesia?

Menata sisi finansial pekerja migran Indonesia 3 Mei 2007 faa Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Pahlawan devisa yang terlupakan, mungkin itu kalimat yang bisa menggambarkan besarnya peran dan sumbangsih pekerja migran Indonesia di luar negeri terhadap perekonomian nasional. Terlupakan bukan berarti tak ada dukungan, perbankan sebagai motor industri keuangan selama ini tak ketinggalan memberikan fasilitas layanan kredit seperti untuk program penempatan, perlindungan, dan pemberdayaan para tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Banyak bank yang terlibat dalam fasilitas pinjaman yang sering diistilahkan kredit TKI tersebut. Bank-bank besar seperti BNI, Bank Mandiri, BRI dan bank swasta lainnya tercatat memberikan kontribusinya. Mari asumsikan, jumlah penempatan pekerja migran ada empat juta orang sampai 2009 dan kredit per orang Rp20 juta, maka terbilang angka Rp80 triliun, suatu potensi dana yang bisa disalurkan bank sebagai kredit bagi tenaga kerja Indonesia. Sayangnya semua fasilitas

Reformasi calon konsultan

Berharap tambahan kuota dari calon konsultan Ketika meluncurkan tiga buku terbitan bank sentral pada akhir April 2007, Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah menceritakan perkembangan terakhir di Dana Moneter Internasional (IMF), yang kebetulan menjadi judul salah satu buku tersebut. Burhanuddin menceritakan pengalamannya yang tak terduga ketika ngobrol dengan Andrew Crockett saat bermain golf bersama sejumlah gubernur bank sentral negara anggota Asean di sela-sela pertemuan tahunan IMF di Singapura, September 2006. Crockett bertanya IMF harus diapakan? Menjawab pertanyaan itu, Burhanuddin mengatakan lembaga itu dibikin menjadi konsultan saja. "Namun, saya tidak tahu apa ada yang mau menyewa jasanya," tutur gubernur BI. Crockett kemudian bertanya lagi, "Indonesia mau [IMF] seperti apa?" "Saya bilang, saya mau membayar aja deh semuanya [utang Indonesia]. Saya tidak tahu waktu itu Andrew Crockett ternyata ketua tim restrukturisasi IMF. Jadi, saya kaget kala

Menanti bayang-bayang lembaga penjamin polis

11 april Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Menanti bayang-bayang lembaga penjamin polis Apresiasi dan dukungan positif layak diberikan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Depkeu yang akhirnya mencabut nyawa delapan asuransi berstatus pembatasan kegiatan usaha (PKU). Eksekusi izin usaha asuransi PKU yang seperti terpidana mati ini sekaligus mendentangkan kembali suara-suara yang menginginkan adanya lembaga penjamin asuransi atau penjamin polis atau dan lainnya. Sewindu sudah, Depkeu memberikan kepastian hukum dengan mencabut izin asuransi baik yang kategori bangkai maupun mati segan hidup tak mau. Dan kembali tiap tahun diskursus lembaga penjamin asuransi itu berdengung. Bagi pemerintah dan pemegang saham, status hukum telah jelas rest in peace tapi bagaimana dengan nasib dana para pemegang polis atau kewajiban post-mortem lainnya berupa utang perusahaan? Namun sayang Depkeu memberikan sinyal pembentukan lembaga penjamin asuransi itu masih memerlukan wak

Menanti penetrasi kredit bank di daerah

BI boleh saja menginginkan jumlah bank di Tanah Air pada 2010 mencapai 80 bank atau berkurang dari saat ini yang masih 128 bank. Tapi yang perlu dikritisi adalah makna dan peran bank yang terkesan hanya menjadi santapan orang kota. Masyarakat di luar Pulau Jawa, terutama di ujung Barat dan Timur seakan tak begitu akrab dengan jasa layanan perbankan. Mereka yang terpinggirkan tersebut, mudah terpedaya dengan embel-embel jasa layana simpan pinjam dari lembaga tak bertanggung jawab. Belum lagi soal penyaluran dana masyarakat yang seakan-akan hanya mangkrak di SBI ataupun terkonsentrasi di kota-kota besar semata. Mari lihat bagaimana gambaran penetrasi bank di daerah. Tulisan di bawah ini menyoroti Sumatera Utara yang bagi sebagian orang Indonesia sudah lebih maju dibandingkan dengan kawasan Indonesia Timur. 24 Januari 2006 faa Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Menanti penetrasi kredit bank di daerah Pada delapan arah kebijakan perbankan 2007, ada dua poin perhatian yang digariskan khusus

uang kertas baru?

sejak dua tahun lalu, Bank Indonesia menyiapkan emisi uang kertas pecahan Rp2.000 dan itu sempat menjadi polemik soal tender dengan Perum Peruri. Pembahasannya sampai ke DPR segala. BI tak ingin jadwal emisi kembali molor dan diyakini pada 2008 ini, uang baru itu sudah beredar. lalu cetak di mana? kita tunggu saja perkembangannya. Berikut sekelumit cerita bersama Djoko Sutrisno yang pernah menjadi Direktur Peredaran Uang BI; 1Februari 2007 faa Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia ‘jangan sampai rupiah kalah tenar’ Uang beredar tak lagi dipakai Bank Indonesia sebagai alat penjaga kestabilan inflasi, tapi untuk mencukupi kebutuhan uang kartal di masyarakat yang semakin banyak. Guna mengetahui kondisi pengedaran uang serta rencana emisi uang baru dan penanganan uang palsu, Direktur Pengedaran Uang BI Djoko Sutrisno menyempatkan waktu diwawancarai Bisnis di ruang kerjanya kemarin. Berikut petikannya: Bisa dijelaskan kondisi penggunaan uang kartal saat ini? Saya melihat peredaran uang itu mas

siapa takut main di sektor mikro?

Mainan baru bank Jepang di mikro Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Mimik Akihiro Miyamoto begitu serius menjelaskan lingkungan bisnis Indonesia yang dihadapi manajemen bank yang dipimpinnya. Dirut Bank Resona Perdania ini mengungkapkan persaingan antarbank asal Jepang yang semakin ketat. Miyamoto pun tegas mengatakan bank yang dipimpinnya akan memperbanyak nasabah perusahaan lokal dan sektor mikro terutama pelaku usaha mikro, kecil menengah di Indonesia dibandingkan dengan perusahaan manufaktur asal Jepang. “Anda tahu kalau selama tahun lalu investasi baru dari perusahaan manufaktur asal Jepang di Indonesia sudah semakin terbatas. Tentu kami harus melihat peluang lain,” ujarnya. Pemetaan lingkungan bisnis yang dilakukan Miyamoto cukup beralasan bila melihat fakta kinerja Resona Perdania yang berusia setengah abad masih segitu-gitu saja dibandingkan dengan megabank Jepang lainnya seperti The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd (BTMU) atupun Mizuho dan Sumitomo Mitsui Bank Corporation (SMB

Rekrut atau Bangkrut

Agen berlisensi, Rekrut atau Bangkrut! Oleh Fahmi Achmad Bisnis Indonesia Awal tahun ini, dunia asuransi jiwa mulai diliputi kontroversi soal sertifikasi agen asuransi. Pro kontra terjadi seputaran lisensi agen apakah perlu yang berstatus sementara atau langsung berstatus penuh. Pemicu kontroversi karena para perusahaan asuransi yang memiliki agen bersertifikat sementara, harus menghadapi tenggat April 2008 untuk mengubah statusnya menjadi agen berlisensi penuh. Tak sedikit asuransi terutama yang baru memiliki jumlah agen minim kelabakan dengan tenggat tersebut. Keberatan disampaikan dan gayung pun bersambut dengan keputusan AAJI memundurkan pelaksanaan penghapusan lisensi sementara menjadi 2010. Sebagai tahap awal lisensi sementara selama enam bulan hanya berlaku dari Januari 2008 hingga Desember 2008, sedangkan tahap kedua mulai Januari 2009 hingga Maret 2010 lisensi sementara hanya berlaku tiga bulan. Lisensi sementara merupakan sertifikat bagi agen baru untuk dapat langsung memasar

jualan ayat

Ibarat memelihara tumbuhan, mengembangkan industri keuangan syariah yang belum mengakar kuat di masyarakat seperti jasa finansial konvesional, memang membutuhkan perawatan dan pengawasan yang telaten.Menghadapi tren lintas sektoral yang saling terkait di industri jasa finansial, tentu pengawasan yang dilakukan regulator jasa keuangan syariah, terhadap industri seperti perbankan, asuransi, pasar modalnya disesuaikan dengan kondisi yang tengah dihadapi.Itulah yang terlihat ketika otoritas-otoritas moneter di dunia menyampaikan pandangan dan pola pengawasan yang saling berbeda terhadap keuangan syariah, pada 4th Islamic Financial Services Board di Dubai pertengahan Mei 2007.Pada pertemuan tersebut ada empat negara yang menjadi Luksemburg, Bahrain, Malaysia dan Brunei Darussalam diberikan kesempatan menyampaikan apa saja yang telah dilakukan selama ini.Luksemburg yang menjadi pihak pertama langsung tancap gas memaparkan kesuksesan mereka sebagai negara kecil di Eropa yang mampu mendistribu